***
Dewi P. O. V
Dengan perasaan yang tidak menentu, aku membimbing dan mengajari Reza menghapal surat pendek. Kali ini surat An-Nas yang jadi surat pertamanya.
Waktu hampir menunjukan pukul enam sore, namun suamiku belum juga pulang. Kuambil ponsel milikku, kukirim pesan untuknya namun tak kunjung dibalas juga. Kuhubungi nomor telponnya, namun tak ada jawaban darinya. Kenapa perasaanku jadi tidak enak seperti ini? Semoga Allah melindungi suamiku dimanapun berada.
"Bu.. Kok hampir magrib Ayah belum pulang?" Tanya Reza, kini sudah tak lagi cadel
"Mungkin lagi di jalan. Reza hapalin terus suratnya ya, nanti begitu Ayah pulang bisa langsung setor hapalannya." Ucapku, kuusap rambutnya
Obrolanku bersama Reza harus terhenti ketika suara ponselku berdering. Kulihat nama suamiku tertera di layar lalu kugeser ikon berwarna hijau. Tak mengganggu konsentrasi Reza, akhirnya aku pergi ke kamar.
"Halo.." Ucap seorang pria di sebrang telpon. Rupanya ini bukan suara Mas Edi, suamiku
"I. Iya.. halo.. Anda siapa? Kok ponsel suami saya ada pada anda?" Ucapku penuh penasaran
"Jadi gini Bu, saya Arya dari pihak kepolisian. Hanya sekedar memastikan, apakah ini benar dengan istri Bapak Edi?"
"I.. Iya.. Saya istri Mas Edi. Ada apa dengan suami saya? Apa dia terkena kasus pak?"
"Oh.. Tidak.." Ucapnya menggantung
"Ibu yang sabar ya. Kuatkan diri Ibu juga anak ibu.." Imbuhnya dengan nada sendu"Sebentar.. Saya masih belum paham atas apa yang Bapak sampaikan. Maksud dari ucapan Bapak barusan apa?"
"Suami Ibu mengalami kasus tabrak lari, beliau meninggal di tempat kejadian dalam kondisi memeluk sebuah kotak."
Ya Allah.. Apa yang baru saja kudengar. Apakah aku sedang bermimpi? Kenapa Engkau tega berikan semua ujian ini padaku? Apakah Engkau yakin aku akan kuat menerima semua ini?
"Terus sekarang suami saya dimana pak?"
"Nanti saya antar jenazah suami Ibu ke rumah, sesuai alamat yang tertera di kartu identitas. Ibu yang sabar ya, tenangkan diri ibu juga anak ibu."
***
'Ya Allah apa Kau sedang bermain denganku? Kau tidak serius kan memanggil Mas Edi sebelum kau memanggilku? Aku belum sanggup jika harus mengurus putraku seorang diri.
Apa yang harus aku katakan saat putraku menanyakan keberadaan Ayahnya?
Bagaimana nasib kami sepeninggal imam kami?
Sanggupkah aku membimbing putraku agar tetap pada jalan yang diridhai-Mu?'
Bertubi tubi pikiran itu berkecamuk dalam otakku."Aaaahhhh.. Ya Allah.." Tanpa kusadari aku berteriak sekencangnya dan menangis histeris. Tak kupedulikan reaksi tetangga seperti apa
Reza yang mendengar teriakanku akhirnya masuk ke kamarku dan langsung memelukku. Melihatku menangis histeris, Reza ikut menangis. Hingga akhirnya kami menangis bersama meratapi nasib kami kedepannya akan seperti apa.
"Ibuuu,,, Ibu kenapa nangis? Ibu kenapa teriak? Apa Ibu sakit?" Ucapnya disela tangisnya
Sekali lagi kutatap wajah polosnya, kupeluk dengan erat, masih dengan tangisan.
"Ibu gak kenapa-kenapa. Reza hapalin terus ya, sebentar lagi Ayah pulang".
***
Shalat magrib berjamaahku hanya bersama Reza, Reza yang bersikeras menjadi imam akhirnya kukabulkan keninginannya.
Setelah selesai shalat magrib, aku yang masih mengenakan mukena dan Reza yang masih dengan pakaian koko miliknya.
Kuhampiri Reza yang tengah khusyuk berdoa. Kurengkuh badannya dan kupeluk erat dengan deraian air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayat Pertama Reza
Historia CortaReza adalah sosok anak yang lugu dan polos namun cerdas, ia diberi sebuah misi oleh sang Ayah. Dimana tujuan dari misi tersebut adalah agar menghargai setiap perjuangan, dan berharap bahwa disetiap perjuangan pasti berakhir dengan keindahan. Misi t...