20. ℓ✺ṧт ՊḙՊ✺Ի!ḙṧ (On Going)

85 7 1
                                    

Pertama-tama aku mau ngucapin Terima kasih, buat kalian semua yang udah mau mendukung, mau baca, komen, vote dll
Maaf jika cerita ini masih banyak kekurangannya, masih lama jadwal updatenya, tapi akan aku usahakan sampek tamat. Intinya terima kasih banyak-banyak, kalo nggak ada kalian mungkin cerita ini pasti akan stop, nggak akan sampek tamat.

T̮ḫa̮n̮k̮s̮ y̮a̮ ....

Thanks banget buat kalian yang udah mau stay, comen, vote, dan ngedukung cerita ini, kalian the best pokoknya 🙏

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Thanks banget buat kalian yang udah mau stay, comen, vote, dan ngedukung cerita ini, kalian the best pokoknya 🙏

.


.
.
.
.
.
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.

Nampak seorang gadis licik yang sedang melamun entah apa yang sedang ia pikirkan, yang pasti dalam otak gadis itu hanyalah perbuatan yang jahat, ia selalu menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya itu.

"Gimana kedepannya ya? Ngapain si Vian pakek ngajak Dev lagi, jangan sampek tau kalo Dev tuh adek gue. Intinya pada hari ini gue harus meluncurkan rencana yang pertama, gue harus bisa ngeracunin otak Dev jika gue bener-bener hamil anak dari Deo." Anggy terus berucap dalam benak hatinya, hingga ia tak sadar jika sosok yang sempat ia salahkan tadi sudah berada di belakang hendak memeluk pinggang rampingnya.

Pelukan hangat pun mendarat pada tubuh Anggy yang mungil tapi memiliki tingkat kejenjangan di atas rata-rata.

Tubuh Anggy sempat menegang sejenak, ia kaget siapakah yang berani memeluknya secara tiba-tiba, mereka berdua sempat berhenti sejenak, hingga aroma Vian yang memabukkan menyeruak ke lubang hidung Anggy.

"Vian ...."

"Iya, sayang. It's me." Vian berucap dengan pelukan yang semakin erat, vian memberikan isyarat jika ia benar-benar merindukan gadis yang ia sayang.

"Aku mau kembali ke kamar, sudah lumayan lama di sini panas," gumam Anggy, setengah berbohong. Eh, tidak melainkan bohong sepenuhnya, bukannya mulut Anggy hanya di gunakan untuk mengatakan sebuah kebohongan saja.

"Wait, I Miss You," bisik Vian tepat di telinga Anggy yang penuh dengan anting-anting dengan harga yang di luar nalar.

"Ayolah Vi, kita masih punya banyak waktu, aku tak mau kulitku terbakar hanya karena menuruti kemauanmu untuk berjemur di bawah sinar matahari yang sudah lumayan terik ini," sembur Anggy dengan emosi. Anggy melanjutkan melangkahkan kakinya, untuk mulai turun kembali ke kamarnya.

"Tunggu."

"Apalagi? Sudahlah aku tak ingin mendengarkan mu lagi." Punggung mulus Anggi sudah tak nampak, ia sudah benar-benar menghilang.

Lost Memories (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang