Senyuman adalah cara terbaik untuk menyembunyikan hal yang tak ingin kamu ungkapkan pada siapapun.
🐰
Alex memutar setirnya menuju ke kedai minuman. Dia sengaja melakukannya untuk mengulur perjalanan agar terasa lama bagi Emi. Sesampainya di parkiran luar yang cukup sepi, Alex lantas membuka pintu mobil. Sekilas dia melirik ke bagasi dengan senyum licik.
Tangannya lalu mengambil diary milik Emi di dashboard. Alex cuma penasaran dan ingin membaca semua isinya sampai di lembar terakhir.
Mendorong pintu kaca, Alex masuk ke dalam. Udara AC yang dingin menerpa kulitnya. Dia lantas menuju mesin kasir. Mengantri dan memesan minuman. Tanpa peduli bagaimana kondisi Emi di bagasi. Paling gadis itu hanya akan memukul-mukul bagasi untuk meluapkan kekesalannya. Memangnya apalagi yang bisa diperbuat gadis itu selain itu? Tidak ada barang apapun di bagasinya. Jadi gadis itu tidak bisa menghancurkannya apapun di dalam sana.
"Ini pesanannya, Kak."
"Terima kasih." Alex menerima gelas plastik bersama sedotan. Kemudian berjalan ke pojok ruangan. Duduk dan menikmati minumannya. Dia memilih bersantai sedikit sambil membuka buku diary Emi. Menopang dagu dan membalik halaman demi halaman.
Namun mendadak tangan Alex terhenti saat dia mendapati sesuatu yang ditulis Emi di diary itu. Bola matanya tampak tak percaya. Tidak mungkin. Gadis itu punya dua phobia?
Terlalu banyak yang terjadi di antara kita, Natt. Dan kamu... kamu satu-satunya tahu seluruh kelemahanku. Selain phobia darah, aku juga benci ruangan sempit yang gelap. Aku pikir kamu sudah melupakannya, Natt. Tapi hari ini kamu menemukanku di gudang sekolah. Kamu memelukku. Rasanya begitu menenangkan Natt. Ketakutanku memudar. Aku bahkan merasa bahwa kamu adalah pelindung yang dikirim Tuhan untukku.
Sialan! Alex segera menutup buku diary berwarna merah muda itu. Membawanya dan bergegas keluar dari kedai, lalu menghampiri mobilnya. Sesampainya di dekat bagasi, Alex menahan napas.
Hening. Tidak terdengar suara apapun.
Dengan cepat Alex membukanya. Untuk pertama kali, Alex merasa tertampar mendapati kondisi Emi. Dia seolah merasa menjadi orang paling jahat sedunia. Pasalnya Emi kini tak sadarkan diri dengan kedua tangan memeluk tubuh. Lemas dan tak bertenaga. Wajah gadis itu juga memucat dengan butiran keringat yang memenuhi di sekitar dahinya. Bahkan noda air mata terlihat jelas mengotori wajahnya.
Demi Tuhan, apa yang sudah dia lakukan?! Gadis itu pasti menangis karena sangat ketakutan.
Alex spontan membungkuk dan menepuk pipi gadis itu beberapa kali dengan satu tangan. "Emi! Emi!" teriaknya memanggil. Dia sedikit diserang rasa panik. Namun setidaknya, gadis itu cuma pingsan karena Alex telah memeriksanya. Napas gadis itu masih berhembus.
Segera Alex menggendong Emi, mengeluarkannya dari bagasi dan membawa gadis itu ke kursi bagian depan. Memasukkan tubuhnya ke dalam dengan hati-hati. Setelah itu Alex melangkah lebar mengitari mobil. Membuka pintu kemudi dan melempari diary Emi di kursi sebelum masuk ke dalam lalu mendudukinya. Saat Alex menoleh ke samping, mata Emi perlahan terbuka lemah.
Alex spontan menarik napas lega. Jika sampai sesuatu yang buruk terjadi pada Emi, dia benar-benar dalam bahaya. Masalahnya Om Andrew telah memercayakan putrinya itu padanya. Dan tidak ada yang bisa dilakukan Alex saat ini, sekalipun dia membenci gadis itu.
"Sudah sadar?" Kedua tangan Alex berada di kemudi.
Emi lantas menoleh pada Alex. "Brengsek!" makinya kecil.
Tapi Alex hanya fokus menatap ke depan dan menyalakan mesin untuk pergi meninggalkan kedai minuman itu. "Apapun yang kamu katakan, terserah. Aku tidak peduli," balasnya. Kali ini, dia tidak lagi mengulur waktu untuk mengantar Emi ke rumah Tante Carol karena itu memang sudah menjadi tugasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Accidental Marriage
Romance[Follow dulu ya sebelum baca :)] Alex Pratama sejak dulu membenci Emi Hadinata. Gadis itu adalah penyebab kematian Ibunya. Setelah beberapa tahun, mereka akhirnya kembali bertemu. Dan Alex harus dihadapkan pada kenyataan untuk menjaga gadis itu. ...