Sayonara Naruto-kun

101 5 2
                                    

Disclaimer : Naruto sepenuhnya milik om Masashi Kisimoto

¤¤¤¤¤¤¤¤¤
.
.
.

Kali pertama Hinata melanjutkan hidupnya, ia berusaha tetap tegar, mungkin dengan demikianlah ia bisa melanjutkan segala cita-cita Naruto, membawanya dalam genggamannya, menjadi seorang Hokage yang akan melindungi desa. Mulanya cita-cita itu amatlah sederhana~penuh keyakinan ia akan bisa menggapainya. Ia menjalani misi-misi dengan sukses dan mendapat setumpuk prestasi gemilang. Tetapi kemudian segalanya bertambah berat. Hari demi hari berlalu, kesedihan hatinya kian membebani. Hari-hari seakan-akan menjadi tak ada artinya. Semakin kosong akan harapan tentang hari-hari di masa yang akan datang. Perlahan-lahan perasaannya menjadi mati... Dan sepi mulai menggerogoti hidupnya... Pada akhirnya ia pun mulai berhenti melangkah, berhenti dari apa yang menjadi tekadnya selama itu.

Barangkali selama bertahun-tahun Hinata bisa menahan diri untuk tak menangis, memperlihatkan dirinya yang selama ini tampak begitu tegar, tapi jauh dibaliknya ia nyaris serapuh jaring laba-laba. Sampai pada titik ini, ketika seseorang berusaha menegurnya untuk tidak terpaku pada masa lalu, barulah kepedihan itu meleleh menjadi bulir-bulir bening air mata yang membasahi wajahnya.

Hinata tak perlu diingatkan akan petuah bodoh itu, karna Hinata sudah melakukannya selama bertahun-tahun sejak tragedi itu! Tetapi makin ia berusaha melangkah maju, makin hidupnya terasa amat kosong. Dan Hinata menyadari bahwa orang itu adalah segala-galanya bagi hidupnya.

Selama ini Hinata bisa sampai sejauh ini adalah berkat semangat orang itu, sebuah semangat yang menyelamatkan Hinata dari keputusasaan dan keterpurukan. Semangat yang menggugurkan dingin yang menyelimuti hatinya bagai sinar hangat sang mentari ketika musim semi telah tiba. Jika bukan karna orang itu, Hinata akan selalu menjadi si gadis terpuruk, Hinata yang selalu bersembunyi ke dalam tempurungnya, yang ayahnya sendiri pun mengira Hinata adalah sebuah aib.

Di kamar itu Hinata terisak dalam bisu, seorang diri meringkuk dalam gelap. Air matanya bergulir deras. Tragedi itu telah merenggut hidup Hinata, merenggut kebahagiaannya yang telah diimpi-impikannya. Dan kini ia tak lebih dari sekadar seonggok mayat berjalan, yang hampa akan tujuan. Kepedihan itu pun kini kembali menyakitinya.

Ia teringat pada kali terakhir Naruto bersamanya~ketika perang telah mencapai puncaknya. Ia berdiri tepat di sebelah Naruto, mengamati wajah Naruto yang sedang mempertontonkan wajah kaku itu. Jantungnya berdebar hangat~hangat sekali. Naruto lalu mengeratkan genggaman tangannya, genggaman yang mengurung tangan Hinata, genggaman kuat yang memberikan rasa aman ke dalam dada Hinata.

"Tunggu di sini, Hinata-chan," pesan Naruto. "setelah aku mengalahkan Madara, aku akan kembali padamu." Suaranya begitu mantap, penuh harapan cerita di hari belakangan. Tapi Hinata yang sejak awal telah merasakan sebuah firasat buruk pun berusaha menghentikannya.

"J-jangan pergi..." gumam Hinata dengan cemas. Ia menatap profil wajah Naruto dengan pandangan memelas. "kumohon..."

Orang itu malah tersenyum, pandangannya berubah hangat dan Hinata tahu apa artinya. "Tenang saja, Hinata-chan. Aku tidak akan apa-apa. Aku pasti akan kembali," katanya menyangkal.

Mendengar kata-kata Naruto, Hinata pun takkan bisa memaksa. Naruto melepaskan genggaman tangannya seraya berpaling pada Sasuke. Hinata masih merasa berat hati melepaskan kepergian orang itu.

"Ayo, Teme!" Naruto berseru.
Genggaman itu terlepas. Orang itu melangkah. Hinata melihat punggung itu menjauh, tapi kemudian berhenti dan berbalik lagi seolah ada yang tertinggal.
"O ya, aku lupa sesuatu," katanya. Naruto menghampiri Hinata, lalu mengecup kening Hinata agak lama. Kecupan yang amat membekas di hati Hinata. Hangat dan menyentuh jauh ke relung hatinya. Lantas orang itu pun pergi meninggalkan Hinata bersama Sasuke menyisakan sekelebat bayangan kecil di kejauhan.

Another Pandora Box : The Rain StopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang