Aku menanam bunga di sepatuku. Dulu, dulu sekali, ada benda bernama tanah. Yellow yang memberitahuku. Itu semacam tempat dimana kau menanam biji tanaman di dalamnya kemudian membiarkan biji itu tumbuh menjadi tunas setelah beberapa lama, oh! tidak lupa air dan matahari.
Kau tahu air kan? Yah tidak banyak air yang tersisa sekarang. Cairan kental berbau busuk dimana-mana, berwarna hitam, sangat kental dan jorok yang sangat ingin ku singkirkan tapi aku tidak tahu bagaimana caranya. Apalagi matahari, ia tak sudi menyinari bumi lagi semenjak polusi asap memekat. Jika kau bertanya pada anak-anak, mereka akan menjawab bahwa langit itu berwarna kelabu, bukan biru, awan berwarna coklat tua, bukan putih. Tidak banyak yang tersisa setelah umat manusia menebang pohon terakhir, menebas pucuk teh satu-satunya, dan meracuni ikan yang tersisa di sungai.
Klontang!
Oh maaf, itu Yellow yang baru saja melompat keluar dari loteng, dia membawa tikus berwarna hijau-ungu kekuningan. Yeah kurasa tikus itu sudah terkena radiasi. Tapi, Yellow sudah kebal sejak lama, mungkin. Hanya menunggu waktu sampai pemerintah mengetahuinya, lalu merampasnya dariku. Jika hal itu terjadi, dapat dipastikan mereka akan menjadikannya objek eksperimen untuk mengetahui bagaimana cara menyelamatkan kami semua dari paparan radiasi dalam sekala global.
Radioaktif sialan!
Itulah yang akan kau dapatkan jika terlalu sok dan ceroboh ketika melakukan eksperimen yang terlalu riskan.Memang siapa yang tidak terkena radiasi saat ini? Aku pun terkena radiasi, dan ku rasa organ-organ tubuhku, paru-paruku terutama, sudah mulai mengeluh. Aku bisa mendengar suara mereka meraung-raung di kepalaku. Astaga! Bising sekali. kapan jeritan-jeritan sialan itu menghilang dari tempurung otakku?
"Selenia! Berhentilah mengoceh! Aku tahu kau gila! tapi bukan berarti kau bisa menularkan kegilaanmu pada kami semua!," raung Ayah melemparkan sekarung penuh emas hingga mengenai wajahku, seperti biasa, sebelum mengunci pintu kamarku lagi.
Bunyi "gedebuknya" bahkan lebih nyaring dan menyebalkan dari pada suara-suara menyedihkan yang ditimbulkan oleh ginjal, jantung, dan otakku yang sekarat.
Oh jangan hiraukan dia, tolong. Begitulah kebiasaannya. Dia dan semua berpikir menimbun harta sebanyak-banyaknya akan bisa menyelamatkannya dari bencana kehancuran yang sedang melanda dunia ini. Padahal tidak ada yang tersisa lagi untuk dikais. Dunia sudah hancur sejak lama. Gedung-gedung sudah roboh, mayat-mayat bergelimpanagn dimana-mana, semuanya kelaparan dan nestapa. Tidak ada lagi alam. Tidak ada lagi air yang menetes dari celah gua. Tidak ada lagi laut. Tidak ada lagi pelangi yang indah. Tidak ada lagi udara segar. Tidak ada lagi pepohonan hijau atau burung yang berkicau. Semuanya telah lenyap.
KAMU SEDANG MEMBACA
SELENIA BERGAMOT
Cerita PendekSELENIA BERGAMOT Book 2 Of The All Cause Series When The World Collapse (Bukan lanjutan dari buku sebelumnya, bisa dibaca secara acak) ••• Pemanasan global sudah sedemikian parah. Kematian merajalela. Ditambah radiasi yang mengancam nyawa. Umat manu...