O4. Detak Jantung

48 14 5
                                    

Oneuldo orеnjiro muldeureoganeun neoreul yeojeonhi nan."

Sakti Rifaldo Sinaga, namanya. Dia sedari tadi berjalan menunduk sembari bersenandung dengan nada yang teramat lirih, dengan kedua tangan yang dimasukan kedalam saku hoodie. Sakti tak menghiraukan tatapan aneh orang - orang yang berlalu lalang disekitarnya, dia menggunakan hoodie hitam berkupluk nyaris menutupi wajahnya yang tampan menambah kesan misterius dari dalam diri nya.

"Oyy!." Sapa seorang pemuda dengan pautan wajah yang teramat sempurna, Johan. Pemuda yang paling sakti hindari seumur hidup nya.

"Darimana? Ato kemana?." Tanya Johan setelah mendekat ke arah sakti sembari tersenyum lebar.

"Bukan urusan lo." Jawab sakti acuh tapi tak membuat Johan itu tersinggung, Johan sendiri sudah biasa diperlakukan seperti itu oleh sakti.

"Nggak bosen apa sendiri mulu? Gue temenin yah." Tawar Johan masih dengan senyuman yang tak pernah luntur sejak tadi.

"Gak." Jawab sakti dingin.

Johan mendengus, sakti ini batu sekali, bahkan ini nyaris dua tahun lamanya ia mendekati sakti untuk membuka gerbang pertemanan dengan sakti, tetapi sakti tak pernah mau menyetujui tawaran nya. Jangan kan menyetujui, tersenyum sedikit saja sakti tidak pernah.

"Sak-," Johan hendak mengeluh kepada sakti, namun panggilan seseorang dari seberang jalan sana mendahului apa yang akan ia ucapkan, membuat ia menoleh kepada oknum tersebut.

"Han!,"

Johan tersenyum, kala tahu jika orang yang memanggilnya adalah teman seper-goblok-anya, mahendra.

"Sak!," Mahendra tersenyum bahagia ketika melihat ada sakti juga.

Sakti hanya menatap sekilas Mahendra lalu mengalihkan pandangan nya lagi.

Merasa tak ada lagi urusan, sakti langsung berniat untuk melanjutkan kembali langkahnya, namun belum usai satu langkah sakti maju, Johan langsung memegang lengan kanan sakti.

"Jangan pergi dulu, tungguin mahendra kesini. Kita jalan kaki bareng - bareng, biar rame kek tawuran hehe." pinta Johan kepada sakti dengan kekehan nya.

"Emang kalian siapa, jalan bareng ama gue?." Tanya sakti sembari menatap kedua mata Johan dengan tatapanya yang tajam.

Ya, walaupun tatapan sakti agak 'menyeramkan' namun itu tak membuat Johan takut, ia malah kembali tersenyum ceria seolah - olah sakti hanya bercanda dengan tatapan nya.

"Kita kan temen." Jawab Johan masih dengan senyuman khasnya.

Sakti terdiam membeku, Johan ini sangat pantang menyerah. Entah setan apa yang merasuki diri Johan sehingga ia masih menganggap sakti sebagai seorang teman dari dua tahun lalu walaupun sakti bersikap 'jauh' dari kata 'baik' kepada johan dan mahendra.

"Tunggu dulu mahendra bentar yah, bentar lagi lampu merah." Lanjut Johan masih dengan senyuman nya.

Lalu beralih menatap ke arah Mahendra yang sedang berusaha menyebrangi jalanan menuju ke arah mereka.

Bahkan disaat sakti tak pernah tersenyum kepada Johan, Johan malah selalu memberikan senyuman tulusnya kepada sakti.

Johan Fernando Sinaga telah berubah.

Semenjak kejadian dua tahun lalu, Johan berubah drastis, ia tak pernah absen untuk tersenyum kepada sakti jika bertemu.

Entahlah sakti pun tidak mengerti andaikan sakti bisa menghitung senyuman yang diberikan Johan kepadanya dari dua tahun lalu, mungkin sudah satu trilliun kali(?) senyuman yang diberikan Johan Kepada sakti.

Ah ngomong - ngomong soal menghitung, entah mengapa jantung sakti selalu berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya ketika bertemu dengan Johan dan Mahendra, bahkan sakti bisa menghitung nya, dan sakti takut tentang itu.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, sakti melepas paksa tangan Johan yang ada di lengan kanan nya lalu berlari sekencang - kencangnya.

"Sakti!!!"

Sakti tak mempedulikan teriakan Johan dengan mahendra yang sudah berada di samping Johan sekarang, yang ia inginkan sekarang hanyalah pulang lalu tertidur, setidaknya ia tidak akan gelisah selama dirinya terlelap....



































































Walaupun kegelisahan itu akan terjadi lagi esok hari.

























































































Tidak apa - apa, setidak nya sakti masih bisa merasakan ketenangan walau hanya sejenak.






















































TBC

Note : haiii

RubatosisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang