Are You Happy?

79 11 9
                                    

       Di sebuah meja salah satu restoran, Yongi mengajak kamu untuk makan siang bareng. Dia adalah atasan kamu. Sulit untuk menolak ajakannya.

Selama kalian makan Yongi sama sekali tidak bisa melepas pandangannya dari kamu. Dia hanya memandangi wajah kamu tanpa mengajak berbicara sama sekali, risih? Jelas. Kamu udah gak enak duduk selama disana. Rasanya ingin cepat-cepat habis makanannya dan kabur saat itu juga.

Masalahnya, tatapan mata Yongi itu sangat tajam. Dia seakan bisa ngebaca apa yang sedang kamu pikirkan. Udah berapa kali dia bisa menebak dengan tepat apa yang sedang kamu pikirkan melalui ekspresi wajah.

"Are you happy?" tanya Yongi tanpa mengalihkan pandangannya dari kamu.

Mendengar pertanyaannya tiba-tiba kamu merasa tersedak. Ini kali pertama dia menanyakan hal tersebut ke kamu. Cukup syok dengan pertanyaannya, tapi anehnya kamu tidak bisa menjawabnya sama sekali.

Kamu balik menatap Yongi dan tersenyum hambar. Kamu dan Yongi itu serupa untuk karakter. Kalian sama-sama pekerja keras dan cenderung dingin sama orang lain. Bedanya, kamu sama sekali gak bisa mengontrol ekspresi wajah, sementara Yongi begitu pandai mengontrolnya. Wajar, dia jabatannya pun berada di atas kamu.

"Ada apa pak? Tumben." Kamu mencoba mengontrol emosi kamu seminimal mungkin untuk tidak terlalu ketara.

"Tidak ada apa-apa, hanya penasaran. Divisi kamu sedang tidak bagus, sepertinya para karyawan sedang dalam posisi penuh tekanan." Hampir saja kamu geer, ternyata Yongi hanya mengkhawatirkan para karyawannya.

Divisi kamu memang sedang dalam tahap evaluasi kinerja. Dan semester ini kalian masuk dalam kategori tidak memenuhi syarat kualitas kinerja. Yongi udah bilang dari awal, kalau dia yang akan bertanggung jawab.

"Kalau bapak mengkhawatirkan benar-benar harus bertanggung jawab karena sanksi yang akan diterima, tidak usah khawatir pak. Kami sedang menyiapkan beberapa bukti kalau divisi kami memang sempat kena retas akses dan membuat kinerja ternilai melambat." Entah kenapa kamu malah merasa cukup kesal. Mood kamu benar-benar turun.

"Gak usah kesal gitu. Saya hanya ingin mengulurkan bantuan. Kalau kalian memang benar-benar ingin menyelesaikannya sendiri, ya semangat. Kamu jangan mudah menunjukkan ekspresi kayak gitu, karyawan jadi gak enak nantinya kalau mereka mau minta bantuan ke kamu." Yongi menaruh sendok dan garpunya, ia ternyata sudah beres makan. Sementara piring kamu masih cukup penuh.

"Oh iya, mamah tadi nelpon katanya besok mau ke rumah. Kamu mau titip dibawakan apa dari sana?" Hampir aja lupa. Kamu dan Yongi selain rekan satu kantor kalian suami istri. Udah satu tahun kalian menikah.

       Yongi Aditya Pradipta, manusia penuh teka-teki

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

       Yongi Aditya Pradipta, manusia penuh teka-teki. Harus dengan cara apa kamu mendeskripsikan hubungan kalian yang cukup rumit ini.

Pelarian. Bisa dikatakan seperti itu. Yongi adalah tempat pelarian kamu. Lari dari masalah keluarga yang terus membelenggu diri kamu. Dengan konyolnya, kamu meminta Yongi yang merupakan atasan kamu itu menikahi kamu.

Back story
(on)

Saat ghatering perusahaan dua tahun lalu, Yongi menghampiri kamu yang tengah melamun seorang diri di pinggir danau. Tatapan kamu benar-benar kosong. Hadirnya Yongi yang sudah duduk di samping kamu aja gak tau.

"Kenapa galau? Lagi mikir ya 'apa harus gue nenggelamin diri aja ke danau?' atau lagi mikir gimana caranya kabur dari masalah ini?" pertanyaan Yongi benar-benar membuyarkan lamunan kamu.

Kamu memang cukup pendiam. Kamu jarang sekali menyampaikan pendapat. Tapi kamu benar-benar bukan tipekal orang yang mudah membohongi diri, terlihat jelas melalui semua ekspresi wajah yang kamu berikan.

"Kenapa kaget gitu? Saya salah ya?" tanya Yongi dengan santainya.

"Bapak dukun?"

Kini giliran Yongi yang tidak bisa menahan tawanya. Kamu gak heran sih sebenarnya, Yongi yang kamu temui saat ini dengan di kantor sangat berbeda. Dia itu tipekal orang yang gak akan ngasih ampun soal pekerjaan, tapi di luar pekerjaan dia memang sosok yang cukup lembut.

"Bapak jangan ketawa gitu, saya khawatir."

"Khawatir?"

"Khawatir minta bapak nikahin saya nantinya, fans bapak di kantor bisa ngebunuh saya nanti."

"Kamu pengen saya nikahin?"

"Iya. Kali aja kalau dinikahin sama bapak semua masalahnya akan selesai begitu saja."

"Jadi kamu mau kabur dengan cara menikah? Wah, cara pengecut yang cukup elegan."

Kamu sama sekali gak marah dibilang pengecut, justru kamu terkejut karena Yongi menanggapi ucapan kamu dengan tidak marah.

"Kamu kalau saya nikahin harus pindah agama lho, keyakinan kita kan beda." Kali ini nada Yongi terdengar cukup serius.

Keheningan menyelimuti diri kalian, selama beberapa menit. Kemudian kamu menyebutkan bahwa tidak masalah harus menggadaikan ke imanannya, jika pada akhirnya dia bisa lepas dari semua beban yang terus membayangi dirinya.

(Off)

       Usai makan siang kamu dan Yongi kembali lagi ke kantor, kalian cukup berjalan kaki untuk setibanya kembali ke kantor.

"Tunggu. Pertanyaan saya serius soal apa kamu bahagia?"

"Soal masalah di kantor? Tentu saja tidak. Ini melibatkan banyak orang, bagaimana bisa saya merasa bahagia disituasi saat ini."

"Bukan. Apa kamu bahagia dengan pernikahan kita?"

Bersambung.....

HAI aku kembali lagi dengan cerita yang baru. Gimana dengan cerita kali ini? Hahaha. Untuk pertama kalinya aku akan bikin cerita series. Hm, untuk nama tokoh aku usahakan gak akan pakai nama asli ya. Semoga kalian tetap dapat feel-nya.

Untuk jadwal update aku masih belum bisa janjikan kapan. Jadi mending follow aku deh, biar dapat notif setiap aku update. Hahaha..

HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang