1. KETEMUAN, YUK (REVISI)

4.9K 155 4
                                    

Selamat datang dicerita tema Toxic Relationship versiku.
Cerita ini hadir karena keresahan aku terhadap cerita-cerita toxic relationship yang diromantisasi.

***


My Thomas: Ketemuan, yuk. Aku udah di minimarket sekarang

Aku melebarkan kelopak mata membaca deretan huruf yang dikirim oleh pacarku. Thomas emang gila, bisa-bisanya jam 10 malam dia mengirim pesan ingin bertemu denganku di minimarket depan kompleks perumahan yang memang dibuka 24 jam. Dasar sinting. Udah tahu aku nggak mungkin keluar rumah setelah pulang kantor kalau nggak mau digorok Papa, malah diajak ketemu.

Aku membalas pesan pacarku, memintanya gimana kalau besok saja kita ketemu, tapi balasannya malah ngeselin kayak gini.

My Thomas: Aku rela datang jauh-jauh dari kantor di saat aku lagi sibuk banget. Kamu tega?

Ya, bukan nggak tega, tapi cinta banget sama dia, kok.

Nggak mau buat pacarku kecewa, terpaksa aku harus mengatur strategi agar bisa menemuinya. Setelah lima menit berpikir, akhirnya aku mendapat pencerahan. Aku bergegas membuka laci meja rias, mengambil kunci cadangan pagar belakang rumah, lalu mengendap keluar kamar.

Aku menajamkan pendengaran ketika mendekati kamar orang tua. Aku mengembuskan napas berat ketika mendengar suara Papa meninggi diiringi dengan suara benda jatuh. Apa lagi, sih? Nggak bisa apa sehari saja dilalui tanpa pertengkaran? Kalau nggak di pagi hari pasti malam sebelum tidur. Rasanya ingin menghilang dari rumah ini, tapi aku nggak mau. Bukan nggak bisa. Aku nggak mau meninggalkan Mama sendiri menghadapi Papa yang bisa meledak-ledak di waktu yang nggak bisa diprediksi. Suka-suka si Pak Tua itu meledakan emosinya bahkan pada hal yang sepele sekalipun.

Aku pelan-pelan melangkah menuju pintu depan. Nggak jadi lewat pintu belakang karena sebenarnya di belakang rumahku itu jalan setapak yang penuh dengan pohon pisang milik tetangga dan nggak ada lampu. Ada cerita yang beredar kalau ada yang pernah ketemu pocong di tempat itu. Hiii, ngeri. Mumpung Mama dan Papa masih bertengkar, pasti nggak ada yang sadar kalau aku keluar rumah lewat pintu depan.

Begitu aku menarik gagang pintu, tubuhku mendadak membeku.

"Mau ke mana kamu?!" teriak papaku dengan suaranya yang menggelegar.

"Buang sampah, Pa," balasku dengan degup jantung yang berdetak kencang.

"Mana sampahnya?!"

Aku pun membalik badan lalu berjalan melewati Papa ke arah dapur dengan kepala menunduk.

"Ngapain ke sana?!"

Aku menarik napas panjang, tanpa berbalik ke arah Papa, aku menjawab, "Ngambil sampah, sekalian cuci piring."

"Setelah itu tidur!"

"Ya."

Untung ada beberapa piring dan gelas kotor yang masih ada di bak cuci piring makanya Papa percaya waktu ke dapur buat periksa aku beneran cuci piring apa nggak. Aku sengaja mencuci piring dengan gerakan sangat pelan sambil menajamkan telinga, mengira-ngira Papa sedang di mana.

Aku menarik kedua sudut bibir ke atas ketika mendengar deru motor Papa menjauh dari rumah. Cepat-cepat aku membilas piring, sendok, dan gelas yang sudah diselimuti busa sabun.

Dengan langkah ringan aku keluar rumah tanpa pamit pada Mama. Setelah menempuh waktu berjalan kaki selama lima menit, aku mengetuk kaca pintu mobil Thomas.

"Lama banget!" sungut Thomas dengan nada menyentak dan matanya memelototiku ketika aku baru saja duduk di jok depan.

Aku menarik napas panjang lalu berusaha menjawab dengan nada lembut. "Aku nggak bisa cepat-cepat menemui kamu karena harus mencari cara bisa keluar rumah tanpa ketahuan orang tuaku. Lagian kamu, sih, minta ketemu di tengah malam kayak gini."

Terjebak Pacar PosesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang