4

37 11 0
                                    

Arungi Dunia, Melewati Batas
-Peluang yang Terlupakan-

Tak apa katanya, jika aku masih makan dari uang yang Mama kumpulkan sebab sudah jadi kewajiban orang tua terutama ibu untuk menjaga anaknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak apa katanya, jika aku masih makan dari uang yang Mama kumpulkan sebab sudah jadi kewajiban orang tua terutama ibu untuk menjaga anaknya. Di sana aku merenung betapa kokohnya pendirian itu, begitu kuasa bibirnya berucap padahal aku yakin raganya sudah sangat kelelahan. Bahkan aku yang hanya berdiri melayani pesanan yang datang dan itu pun tidak bisa ditebak ramai atau tidaknya, amat mengeluh akan sakitnya tukit dan betis.

Minggu siang ini aku ada janji dengan teman kampus. Katanya dia hendak membeli make up baru untuk acara workshop di kampus tetangga. Kami ada janji pukul 11:25 dan kini tersisa lima menit sebelum waktu itu datang tapi dirinya belum juga tiba. Aku menjajakan kaki ke sebuah store peralatan dan pernak-pernik khusus wanita. Dominasi warna merah memanjakan mata. Aku bergerilya pada lipstik yang tengah tren di kalangan remaja. Dulu, teman-teman selalu mengajakku memakainya walau seulas tapi aku selalu menolak. Tapi kini, rasanya ingin memakai untuk mempercantik diri. Namun, alangkah baiknya jika ditabung untuk menambah uang saku.

Dia melambaikan tangan padaku lalu berlari dengan sangat antusias untuk memelukku setelah beberapa bulan tidak hanya sekadar bertegur sapa. Kami mulai memilah benda yang akan dibeli. Dia menawariku, apa saja yang menarik hatiku untuk diambil lalu dia bayar.

“Gimana kerjaanmu?”

“Nggak ada yang spesial. Gimana kuliahmu pasti sangat sibuk?!” kataku sambil tertawa renyah.

“Aku nggak bisa napas karena tugas.”

Bahkan aku tidak bisa bernapas karena terus memikirkan keluargaku. Tapi, aku juga tidak mau terlihat menyek, atau cengeng. Aku ingin sekuat seorang ibu yang merawat anak dan suaminya yang sakit-sakitan. Aku belajar bangkit dari masa ketika Ayah dinyatakan bangkrut dan hemoroid stadium 3 merenggut hidupnya yang selalu didedikasikan pada keluarga kecilnya.

“Aku bisa membantumu.”

“Nggak usah. Kerjaanmu pasti lebih berat, oh iya bagaimana dengan kedua orang tuamu, Ans?”

Aku hanya tersenyum, terlalu takut untuk mengatakan bahwa kami baik-baik saja. Tapi, tidak mungkin aku mengatakan bahwa semua belum kembali ke asal. “Baik.”

“Oh iya, aku mau ngenalin sahabatku untukmu. Dia baik anaknya, dia juga rajin satu hal lagi, dia pekerja keras.”

“Aku? Kenapa harus aku?”

Dia semakin merangkulku dengan erat. “Eh, ayolah, sudah 20 tahun masa iya masih mau jomblo?” kekehnya, “Satu hari dalam satu tahun luangkan waktu untuk menikmati dunia.”

Ekspedisi Kaki ✔ | [Cerpen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang