“Jalan Pulang”
-Melangkah untuk Kembali-Aku kembali, menikmati rasa lelah setelah bekerja dari kedai. Sebelum minggu yang akan datang berubah status menjadi seorang pengajar. Kata orang-orang yang lebih berpengalaman dalam bidangnya; aku harus banyak bersabar akan hal itu. Bagaimana mengajar anak orang lain layaknya anak sendiri. Menahan emosi, bersikap lemah lembut dan yang utama adalah memberi panutan yang patut ditiru.
Aku menyaksikan sebuah pertandingan sepak bola bersama Ayah. Aku memang tak suka, setidaknya kehadiranku bisa menemani Mama yang sama tak sukanya sepertiku. Kami hersenda gurau.
Dahulu, rumah dengan segala jenis sofa kami duduki. Segala jenis makanan tersaji, dan layanan TV kabel selalu menemani. Kini, hanya TV tabung tua yang jadi tempat melepaskan penat. Aku bersandar ke bahu Mama dengan menatapnya lekat-lekat. Ma, aku berusaha untuk tidak memikirkan bagaimana kita bangkrut, aku juga berusaha keras untuk tidak jauh pada anxiety yang melelahkan, berusaha membuang semua toxic yang hanya akan membuatku mati perlahan. Aku hanya ingin baik-baik saja di mata kalian.
“Oh iya, Ans. Bagaimana kedai sekarang setelah kamu mengatakan akan berhenti?”
“Nggak ada yang berubah, mungkin Bayu akan bekerja lebih keras ketika aku keluar.”
“Di antara Bayu dan Reza mana yang menurutmu lebih cocok untuk kepribadian dirimu?” Ayah menoleh padaku dengan seulas senyum hangat.
“Entahlah.”
“Apa Bayu sosok yang manis?”
“Dia banyak memberikan ilmu dan pengalamannya selama bekerja di kedai.”
Mama dan Ayah silih berganti tatap. Bagaimana aku bisa membaca pikiran mereka tentang orientasi masa depan perihal pernikahan. Tapi, dengan segera pula pikiran itu hilang saat iklan dimulai. “Oh begitu,” balas Ayah dengan singkat.
“Ans, kamu sudah memikirkan untuk hubungan yang serius?” Mama mengusap puncak kepalaku.
“Belum.”
“Kapan?”
“Anak-anak di usiamu sudah banyak yang menikah.”
Aku lelah. Aku sebenarnya ingin mengatakan bahwa aku ingin semuanya kembali seperti sedia kala. Aku ingin kembali ke kampus tapi saat ini aku berjuang untuk kalian kenapa pernyataan itu harus keluar?
“Aku sibuk berkarir.”
“Wanita tak harus selalu berkarir di usia muda, kan?”
“Mama, Ayah, aku tengah berusaha membangun kembali rumah ini. Lantas kenapa kalian malah menghancurkan harapanku. Tidakkah kalian berpikir bahwa duniaku sudah hancur sejak sekolah?!”
Aku berlari ke kamar, menelengkubkan wajah ke bantal. Mengunci pintu dan menutup diri dari segala suara dan cahaya yang ada. Aku meremas bantal dengan kuat-kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ekspedisi Kaki ✔ | [Cerpen]
Chick-LitPemenang 8 Days Challenge with Chicklit Indonesia. Aku bukan apa-apa, jika aku tidak bergerak maju. Aku juga bukan siapa-siapa jika aku tidak mencari jati diriku sendiri. Dan, hanya seorang remaja yang akan menginjakkan kaki pada alas bumi. Start o...