Auntumn mulai datang, sama seperti rasaku yang akhirnya harus kukeluarkan semua. Tentang amarah, cemburu, sedih, gelisah, aku mengatakan segalanya. Sampai aku tau, ternyata kamu sedang bersusah payah menyiapkan waktu untuk kita dimasa depan.
Kamu berjanji untuk mengunjungiku setelah lulus nanti.
---
Waktu untuk bersenang-senang sudah selesai, kini kembali ke hari dimana semua mahasiswa akan mulai disibukkan dengan kegiatan didalam kampus. Terlebih untuk maba yang harus mengikuti kegiatan ospek terlebih dahulu.
Aku dan Jaemin juga mulai mengalami sedikit perubahan jam untuk berkomunikasi, tidak se-sering biasanya. Mengingat juga wilayah kami yang berbeda, aku merasa inilah waktu dimana hambatan-hambatan lainnya juga akan ikut berdatangan.
Sebenarnya baik aku ataupun Jaemin bukanlah seseorang yang ambis untuk mengikuti organisasi atau tentang pelajaran. Hanya perlu berusaha agar tidak menemukan kegagalan terlalu cepat.
Tapi nyatanya sekarang berbeda, Jaemin menjadi orang yang super duper sibuk. Harusnya aku adalah orang yang selalu tau kegiatan apa saja yang dia lakukan, kini hanya bisa diam dan terpaksa memaklumi kalau Jaemin menggunakan alasan sedang berkegiatan atau melakukan hal lain seputar kampus. Aku juga tidak paham semenarik apa hal itu sampai Jaemin bisa menomor duakan kekasihnya sendiri.
Hal yang terus aku bahas disetiap waktu telfon kami, adalah tentangnya yang sudah terlihat tidak memperdulikanku, dan topiknya tidak pernah selesai.
"Aku cuma minta kamu bisa imbangin antara waktu bareng temen dan pas sama aku, kamu bilang 'iya-iya aku usahain' tapi sampe sekarang gaada yang berubah, masih aja kamu lebih sibuk ke mereka," ucapku kesal.
"Masa iya aku cuekin mereka cuma gara-gara temen doang, lagian gasopan kalo aku mengabaikan orang yang ada didepan aku Lia.."
"Tapi dengan gampangnya kamu nyuekin aku, pacar kamu sendiri, iya gitu?"
"Kamu punya dunia kamu, aku juga punya duniaku sendiri Lia. Kita ga--"
"Fine, sekarang terserah kamu aja!" Aku mengakhiri kegiatan berbicara tanpa mematikan sambungan videonya.
Jaemin terlihat kebingungan, berkali-kali dia mengusap belakang kepalanya.
"Maaf ya, tapi aku emang gabisa kalo disuruh ngehindar pas temen-temen butuh dan akhirnya malah ngorbanin kamu.."
Aku masih diam dan menyibukkan diri bermain hp, kebetulan aku menggunakan leptop untuk menghubunginya tadi.
"Lia, aku habis ini ada rapat. Ak--"
"Matiin aja, aku juga mau jalan sama Mark," bohongku.
Dia tertunduk lesu dan menelan ludahnya beberapa kali, "nanti selesai rapat aku telfon lagi."
"Ya, bye," aku mematikan video call.
Dan mulai menangis..
🍁
Sudah beberapa minggu aku juga mulai ikutan sibuk, sibuk tentang memaklumi semua alasan yang Jaemin buat.
Fokusku dikelas juga berkurang sebab terlalu dalam memikirkan Jaemin, banyak asumsi dan negatif thinking yang bergantian datang memasuki kepala. Aku tidak tau apakah rasa sukaku sudah menjadi obsesi karna selalu mengecheck semua sosmednya.
Mark bilang pria memang akan begitu, sibuk mengurus masa depannya karna tidak ingin menyia-nyiakan waktu. Lantas apakah menghubungiku juga termasuk membuang waktunya?
"Emang kamu pernah pacaran, bisaan banget jadi cenayang.."
"Never, pacaran menurutku masih beban. Aku belum bisa adil buat diri sendiri, jadi gabakal ngorbanin anak orang cuma gara-gara perasaan yang semu.." jelasnya menyantap sandwich ditangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Auntumn 🍁 [✔]
Fanfiction- Done - Sejauh apapun jarak untuk bertemu denganmu, aku percaya kalau kita akan bertemu lagi. 🅹︎🅰︎🅴︎🄻🄸🄰!¡