Satu hari sebelumnya…
“Dimana?” tanya Kania pada seseorang melalui sambungan telepon.
“Liquid Café.”
“Oke.”
****
Kania meneguk wine dengan kalap. Ntah lah, dia hanya ingin melampiaskan amarahnya.
“Kan, cukup,” tegur Cloe.
“Diam!” sahut Kania, “Jangan ganggu aku. Aku lagi patah hati.”
Lagi, Kania kembali meneguk minumannya.
“Aku udah usahain banyak hal untuk buat dia suka sama aku, tapi kenapa justru Yuna?” tanyanya dengan kesal pada kedua temannya, Cloe dan Vanya.
“Dia tolak aku demi perempuan sinting itu,” imbuhnya.
Kesadaran yang nyaris hilang membuat Kania terus merancu meluapkan segala kekesalan di hatinya.
“Apa kelebihan Yuna? Dia Cuma perempuan dengan trauma yang buat dia jadi depresi,” ujarnya. Gadis itu tertawa getir. “Cantik? Jelas cantik aku. Kenzo belum tau seberapa buruknya fisik Yuna?”
Cloe dan Vanya mencoba menenangkan Kania. Namun, suatu hal yang sia-sia menenangkan Kania dengan kondisinya yang seperti ini. Kania justru mendorong keduanya hingga termundur beberapa langkah.
“Kenapa kamu jahat, Una?” tanyanya, “Aku yang selalu menolongmu waktu Om Leon memukulmu. Aku yang selalu menghiburmu waktu kamu sedih. Aku yang selalu menjagamu selama dirawat di rumah sakit. Tapi kenapa, Una? Kenapa kamu harus suka sama laki-laki yang aku suka? Kenapa kamu ambil dia dari aku?!”
Gadis itu menggebrakkan gelas pada meja membuat gelas malang itu pecah dan melukai tangannya. Ia menangis sejadi-jadinnya.
Beberapa saat kemudian ia tertawa sumbang sambil menghapus jejak air matanya. “Sini,” titahnya pada Cloe dan Vanya memberi isyarat meminta mereka mendekat. “Aku butuh bantuan kalian.”
****
“Yuna.”
Kenzo berlari mendekati Yuna yang sudah tergeletak di lantai. Ia mengoyang tubuh gadis itu, menepuk pipinya berulang kali agar ia mau membuka matanya. “Yuna, bangun,” ucapnya.
Yuna yang tak kunjung membuka mata membuat Kenzo mau tidak mau menggendongnya untuk membawa gadis itu ke rumah sakit. Sebelum melangkah, Kenzo lebih dulu menatap orang-orang dengan tatapan amarah, terutama pada Cloe dan Vanya.
“Bertahan, Yuna. Aku akan bawa kamu ke rumah sakit," gumamnya.
****
Sesampainya di rumah sakit, Kenzo langsung membawa Yuna ke UGD. Tak berselang lama, Aditya datang dan menangani Yuna.
Sudah satu jam berlalu, namun Aditya tak kunjung keluar. Selama satu jam pula, Kenzo menunggu Yuna di luar ruangan dengan perasaan cemas.
“Gimana keadaan Yuna, Om?” tanya Kenzo setelah Aditya keluar dari ruangan.
Aditya terlihat frustasi yang tentu saja membuat Kenzo semakin khawatir.
“Om?” panggil Kenzo.
“Yuna perlu perawatan secara intensif, Ken,” ujar Aditya, “Perasaannya tidak boleh kembali terguncang untuk sementara waktu atau Om khawatir Yuna akan melakukan sesuatu yang nekat dan bisa mencelakai dirinya,” imbuhnya.
Kenzo mengusap kasar wajahnya. “Sial!” desisnya.
“Kamu boleh jenguk dia setelah dipindahkan ke ruang rawat inap. Om akan menghubungi Mamanya yang sedang berdinas di rumah sakit lain. Selama Om ngga ada, tolong kamu jaga dia, ya,” pesan Aditya yang diangguki oleh Kenzo.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Second Life (Completed)
Teen FictionKehidupan berjalan bak roda berputar. Ada yang bahagia, ada juga yang justru sebaliknya. Kebahagiaan dan kesedihan selalu berjalan beriringan. Tak ada yang abadi diantara keduanya. Yang bahagia pasti akan merasakan kehilangan yang menyakitkan, begi...