4 tahun lalu berlalu…
“Mbok Iyem,” panggil Yuna.
Mbok Iyem datang menghampiri Nona Mudanya. “Ada apa, Non?”
“Ini boneka dari siapa, ya, Mbok?” tanya Yuna saat menemukan boneka besar di depan pintu kamarnya.
“Oh, itu dari Den Kenzi, Non,” ucap Mbok Iyem.
“Kenzi kesini, Mbok?”
Mbok Iyem menggeleng. “Tadi ada kurir yang kasih itu ke Mbok. Katanya dari Den Kenzi.”
Yuna mengangguk paham. “Oh, gitu. Ya udah, Mbok. Terima kasih, ya,” ucap Yuna lalu kembali menuju kamarnya.
Ia memeriksa boneka beruang besar itu dan menemukan sebuah surat.
‘Open me!’
Yuna membuka suratnya, sesuai dengan perintah yang tertulis pada amplop.
Ia tersenyum saat menemukan gelang berbandul emoji tertawa di dalamnya.
“Ternyata Kenzi masih menyimpannya,” gumam Yuna.
Setelah mengeluarkan gelang dari dalam amplop, Yuna pun membaca surat yang terlipat dengan rapi di sana.
Una, kekasihku yang cantik. Aku tebak kamu pasti sedang tersenyum sekarang. Iya, kan? Hihi.
Una, ingat ngga bagaimana pertemuan pertama kita? Pasti kamu ingat. Kamu tau ngga, semenjak hari itu, aku selalu berharap dan berusaha untuk bisa bertemu kembali dengan anak perempuan yang tampak ketus namun berhati malaikat itu. Dan ternyata, anak perempuan itu adalah kamu, Una. Sungguh, dunia ini begitu sempit, ya.
Sekarang aku tanya lagi. Bagaimana pertemuan pertama kita setelah sama-sama menjadi remaja? Kamu ingat ngga?
Yuna menjentikkan jari. “Inget lah, UKM Kesenian kan,” gumamnya dengan senang. Ia pun melanjutkan kegiatan membacanya.
Kamu ingat pria yang mengusirmu saat sedang asik mendinginkan diri di depan freezer supermarket?
Dahi Yuna berkerut. “Apa hubungannya sama laki-laki itu?” tanyanya pada diri sendiri.
Pria itu adalah aku. Lucu kan, hahaha. Begitupun dengan pertemuan kedua kita di Bali.
“Bali?” beo Yuna, “Jangan-jangan…”
Pria yang kembali mengusirmu saat itu adalah aku, haha. Dan kamu tau apa bagian yang paling lucu dari malam itu? Kamu menjatuhkan pembalutmu dan pergi begitu saja.
Yuna tersenyum malu. “Astaga, jadi dia yang menemukan pembalut itu,” ucapnya.
Lalu, pertemuan ketiga kita di Bandara. Kamu terlihat terburu-buru hari itu sampai menabrakku dan jatuh. Hahaha. Ah, sayang banget kita ngga sempat berkenalan.
Yuna memutar otaknya, menyatukan segala ingatan-ingatannya selama beberapa tahun lalu. “Jadi, orang yang kutabrak waktu itu, Kenzi,” gumamnya. Ia pun tersenyum. “Dunia sempit banget, ya, Ken.”
Dan waktu aku tau kamu gabung di UKM Kesenian, aku seneng banget dong. Dalam hati aku bilang gini, “Dia kan perempuan freezer itu. Eh, perempuan pembalut dan bandara itu juga.” Hahaha.
Yuna tertawa. “Hahaha. Dasar, Kenzi.”
Aku senang bisa mengenalmu, Una. Aku senang karena bisa bertemu denganmu lagi di UKM kita. Perlu kamu ketahui bahwa, kamu sudah mencuri perhatianku sejak pertama kali kita bertemu di depan freezer supermarket. Gadis dengan kebiasaan unik sepertimu, sungguh menggemaskan dimataku.
Tapi, Una. Terlepas dari semua itu, aku jauh lebih senang karena anak perempuan yang menguatkanku dulu adalah kamu, yang kini sudah menjadi kekasihku.
Apa kamu masih ingat tempat dimana pertama kali kita bertemu?
Tanpa sadar Yuna mengangguk.
Datanglah, Una. Aku menunggumu di sini.
****
“Aku tau kamu pasti ingat tempat ini,” ucap Kenzi setibanya Yuna dihadapannya, “Maaf, ya. Kali ini kita ngga dating di taman atau nonton dan makan di restoran, tapi malah di rumah sakit,” ujar Kenzi dengan tawa ringannya.
Yuna ikut tersenyum. “Ini kan tempat favoritku, hahaha.”
Tawa Kenzi semakin pecah. “Sini,” titah pria itu meminta Yuna untuk duduk di bangku yang tersedia di taman rumah sakit.
Yuna mengangguk dan menuruti ucapan kekasihnya.
Tiba-tiba, suara ramai yang berasal dari Kenzo, Wendy, Theo, Jessie, dan Maria, menarik perhatian Yuna.
Gadis itu berbalik. “Loh, kalian di sini juga,” ucapnya.
“Iya dong,” jawab Wendy mewakili.
Dengan bahasa isyarat, Maria meminta Yuna untuk kembali berbalik menghadap Kenzi. Gadis itu menurut.
Yuna terkejut bukan maain saat ia menemukan Kenzi tengah berlutut dengan sebuket bunga dan kotak cincin bermata berlian di tangannya. Matanya berkaca-kaca berkaca-kaca, tak dapat dipungkiri betapa senang dan terharunya dia saat ini.
“Una, I’m in love with you since we were kids,” ungkapnya, “And now, I wanna spend my life with you, ‘till we grey and old.”
Mata Yuna memanas.
“Una, will you marry me?”
Dengan air mata bahagia yang membasahi pipinya gadis itupun mengangguk.
“Yes, I will.”
******
Kali ini beneran -end- huhuhu.
Maaf, ya, Ken. Cerita kita sampai sini aja, hikss.
See you in my other story! 🌻
March 14, 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Second Life (Completed)
Teen FictionKehidupan berjalan bak roda berputar. Ada yang bahagia, ada juga yang justru sebaliknya. Kebahagiaan dan kesedihan selalu berjalan beriringan. Tak ada yang abadi diantara keduanya. Yang bahagia pasti akan merasakan kehilangan yang menyakitkan, begi...