Total lima angka berhasil dicoret oleh Chan di kalender di meja belajarnya. Ia bangun pagi-pagi dan melaksanakan rutinitas paginya sebelum menumpangi kereta listrik umum menuju rumah sakit yang merawat kakaknya.
Sama seperti hari-hari sebelumnya, ia akan bertemu dengan seorang pemuda di depan ruang rawat inap kakaknya. Bertukar kabar sebentar sebelum mengambil alih tas kecil yang berisi kotak makanan yang sengaja dititipkan untuk kakaknya. Dengan alasan kakaknya belum siap menemui pemuda itu, Chan pun rela menjadi pengantar makanan dadakan. Meski Chan penasaran kenapa kakaknya dan pemuda itu tampak menjauh, ia tetap tau diri untuk tak memasuki ranah pribadi suatu insan tanpa diajak atau dipersilakan secara langsung.
"Sarapan dulu, Kak," ucap Chan setelah membukakan kotak makanan yang dititipkan Soonyoung tadi.
Pensil yang diajak menari di atas lembar partitur masih bergerak, menorehkan tulisan-tulisan hitam yang membentuk sebuah gubahan lagu. "Sedikit lagi, Chan," balas kakaknya itu.
Tak berselang lama kemudian, Jihoon menampakkan raut puasnya. Pensilnya akhirnya berhenti menari, lalu lembar-lembar partitur itu dirapikannya sebelum diletakkan di nakas, sementara Chan menggeser kotak makanan berisi bubur ikan itu ke tengah overbed table. Sambil berusaha memenuhi sendoknya dengan bubur, ia bersuara, "Chan sudah sarapan?"
"Sudah," jawabnya riang, menerbitkan senyum di wajah Jihoon.
Beberapa menit setelahnya hanya diisi suara yang dihasilkan dari TV yang ditonton Chan dan suara sendok yang bersentuhan dengan kotak makanan, sebelum akhirnya Chan sedikit memelankan volume film action yang ditontonnya dan mengalihkan pandang pada kakaknya. "Kak."
"Hm?"
"Kak Soonyoung lagi tunggu di luar. Katanya, mau antar Kakak pulang."
;;;
Suara deru mesin mobil yang menggema di gang kawasan apartemen tiga lantai itu mengundang pergerakan spontan dari seorang wanita paruh baya. Ia yang baru saja sampai di rumah setelah bekerja melayani pelanggan di pasar pagi, kembali mengenakan sepatunya, menuruni anak-anak tangga, dan menunggu dua putranya untuk menuruni mobil itu.
Senyumnya merekah saat si pengendara tersenyum padanya sebelum beralih pada pintu penumpang. Putra sulungnya yang tertidur tampak terduduk di sana, sedang dibangunkan oleh si pengendara.
Dalam diam, dua penumpang lainnya akhirnya ikut menapaki aspal gang. Ketiganya menyeberang, menuju satu-satunya wanita di sana. Yang paling mungil pun disambut dengan pelukan dari wanita itu, sebelum wanita itu beralih pada pemuda tinggi di depannya. "Makasih, ya, Soonyoung. Kamu mau mampir dulu?"
"Um, Soonyoung masih ada urusan, Bu," tolaknya, merasa tak enak.
"Sibuk, ya," gumamnya, mengangguk mengerti. Kemudian pandangannya beralih pada tas milik putra sulungnya yang digenggam pemuda itu, lalu ia menawarkan untuk bantu membawakan. Setelah tas itu berpindah tangan, dengan senyuman terukir, wanita itu kembali berkata, "Kami duluan ya, Soonyoung. Hati-hati nyetirnya."
"Kotak makan Kakak, kucuci dulu, ya," izin Chan. Sementara, Jihoon hanya memandangnya dalam diam.
Soonyoung membungkukkan badannya sedikit. Membiarkan netranya menangkap figur keluarga itu membalikkan badan mereka, menaiki anak-anak tangga, sampai akhirnya ketiga insan itu membungkuk sopan padanya sebelum memasuki apartemen mereka.
Soonyoung menghela napas. Senyum kecil yang sedari tadi terukir pun luntur. Pikirannya dipenuhi mahasiswa jurusan musik yang baru saja diantarnya pulang. Lelaki itu terus mengatupkan bibir dan hanya bersuara ketika diperlukan sedari ia keluar dari rumah sakit hingga diantar pulang. Sorot mata Jihoon tampak ... kecewa? Entahlah, Soonyoung bingung menafsirkannya bagaimana.
Di tengah sibuknya mengisi pikirannya dengan Jihoon, pendengarannya menangkap suara pintu yang terbuka. Spontan, pemuda yang berada di lantai dasar mendongak, bertemu pandang dengan lelaki—yang sedetik lalu berkeliaran di pikirannya—dengan raut ingin mengatakan sesuatu.
"Ji?"
Lelaki itu menuruni anak tangga. Khawatir dengan wajahnya yang masih pucat, Soonyoung berinisiatif ikut menaiki tangga dengan cepat, mengikis jarak yang ada. Beruntung bertepatan dengan pusing yang menyerang dan membuat tubuh Jihoon hampir terjatuh, Soonyoung dengan sigap merengkuhnya.
"Hei," panggilnya lembut. "Pusing?"
Dirasakan anggukan kecil di bahunya, seiring dengan telinganya yang menangkap erangan kecil dari pemuda mungil itu.
"Kita masuk, ya? Kalau kau ingin bicara, di dalam saja."
"D-di sini saja," tolak Jihoon.
"Di bangku sana, ya?" tawar Soonyoung lagi dan tanpa menunggu balasan apapun, ia menuntun Jihoon untuk menaiki beberapa anak tangga lagi untuk mencapai bangku yang diletakkan di seberang pintu apartemen si mungil.
Dengan sabar, Soonyoung menunggu, selagi Jihoon mencoba menetralkan napasnya. Soonyoung yang bertumpu di depan lelaki itu mengelus pelan punggung lebar itu, memberi ketenangan sementara tangan satunya memijit pelan pelipis pemuda itu.
"Kau," mulainya dengan lemas setelah pusingnya sedikit membaik. "Jangan ingkar janjimu. I will hunt you down if you ever break your promise, jadi pastikan kau kembali. Aku akan menunggumu."
Soonyoung tersenyum tipis. Mengangguk kecil, ia merespon, "I'll be back."
Mungkin beberapa orang akan berpendapat bahwa ia tak bertanggungjawab dan sedang melarikan diri dari masalah yang ia buat sendiri. Tetapi, mereka tak sadar bahwa setiap individu menjalankan tanggungjawab dengan menggunakan cara yang berbeda-beda. Ada yang dilakukan secara terang-terangan, berbuat baik kepada korban, contohnya. Ada yang dilakukan secara tak kasat mata, perlahan namun pasti, tetapi seringkali tak disadari dan diabaikan oleh orang-orang. Dan cara kedua inilah yang dipakai Soonyoung, dan ia bersyukur bahwa Jihoon mengerti dan menerima keputusannya.
Layaknya bumi yang menempuh jalan berbentuk eliptikal untuk mengitari matahari sebagai sebuah kewajiban agar kehidupan dapat senantiasa terlestarikan, Soonyoung akan melakukan apapun yang ia bisa untuk kembali dalam keadaan emosional yang lebih dewasa agar dapat terus mengukir senyum menggemaskan favoritnya itu.
"I'll certainly be back."
belum officially end, masih ada spinoff.
sebenarnya tadinya aku mau bikin sequel, tapi rasa2nya konfliknya bakal sama aja dengan book ini. jadi karna aku takut jatuhnya ngedrag atau maksa, aku ganti dengan beberapa spinoff:)
btw, aku tiba2 penasaran kalian pada line (tahun lahir) berapa?
—
©munwaves, 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
elliptical orbit [✓]
Fiksi Penggemar𝙨𝙤𝙤𝙣𝙝𝙤𝙤𝙣 𝙖𝙪 -; just like the earth, by keep doing what he must, he protects his life from a gradual disarray. ©munwaves, 2020