"Apa benar seperti itu Rega?" Tanya tegas Bu Dewi kepada Rega.
"Hah enggak lah Bu. Saya diem aja malah dia nyamperin saya langsung mukul!" Elak Rega yang jelas-jelas ia juga bersalah.
"Hahahaha gak masuk akal banget ngeles Lo. Makanya kalo waktunya sekolah itu sekolah yang bener jangan bolos,biar pinter dikit!" Bima tertawa remeh mendengar ucapan Rega.
"Bima tutup mulut kamu. Kamu itu lebih parah daripada Rega camkan itu!" Bela pak Sam.
"Saya keluar masuk ruangan bapak karena apa berantem kan gak pernah saya bolos sekolah atau bolos pelajaran. Bapak bisa cek absensi saya di kelas. Kalau perlu cek nilai saya juga. Ada yang dapat nilai delapan atau tidak. Nilai saya semua sempurna pak kalau dibandingkan dengan Rega? Masih kalah jauh pak. Saya berani bertaruh nilai Rega paling tinggi enam!" Ucap remeh Bima. Sebenarnya ia tidak mau menyombongkan diri nya tapi ia sudah lelah dipandang sebelah mata.
"Oh iya bapak bisa lihat sendiri,ini kabar dari SMA Taruna mengucapkan selamat atas keberhasilan Bima Pranadipta Satria juara satu olimpiade matematika mewakili nasional!" Ucap Bima menyodorkan ponselnya di atas meja. Kepsek dan pak Sam dibuat tak percaya dengan berita itu.
"Sebaiknya saya luruskan masalah ini agar tidak ada kesalahpahaman. Bima sebenarnya yang telah mewakili sekolah kita dari dulu olimpiade matematika. Ia ingin membuat bangga semua nya namun karena suatu hal membuat Bima meminta saya untuk merahasiakan ini semua. Termasuk kepada bapak selaku kepala sekolah!" Jelas Bu Dewi.
"Apa semua itu benar Bima?" Tanya Tama papinya.
"Kalau saya bilang semua itu benar apa kalian akan percaya? Tidak kan. Jadi terserah kalian mau percaya atau tidak saya permisi!" Bima langsung nyelonong keluar dan disusul Bianda. Semua yang ada di dalam hanya terdiam membisu entah apa yang harus mereka bahas.
"Saya atas nama kepala sekolah dan seluruh staf yang bertugas saya mohon maaf atas kesalahpahaman ini. Saya juga baru tahu bahwa Bima lah yang mewakili sekolah kami dalam olimpiade matematika. Saya merasa bodoh sekali tidak mencari tau semua kebenaran nya. Saya meminta maaf untuk sebesar-besarnya kepada bapak Pratama sekeluarga!" Ucap kepala sekolah malu. Semua yang ada disana pun saling meluruskan kekeliruan masing-masing.
*
Duduk sendiri di taman samping Busan ditemani sekaleng minuman bersoda,Bima merenungi apa yang terjadi tadi. Sebenci itu kah semua orang padanya,sampai semua orang menyudutkan dirinya. Ia tersenyum kecut mengingat kejadian itu. Bukan kah itu sering terjadi dalam hidupnya?.
"Kak boleh gabung duduk disini?" Tanya seorang gadis yang sedari tadi mengikutinya. Bima mendongakkan kepalanya dan mengangguk lemah.
"Ngapain disini kak,emang enggak ikut pelajaran?" Tanya Bianda memberanikan diri.
"Lo sendiri ngapain ngikutin gue juga, bolos pelajaran?" Skakmate Bima, Bianda hanya tersenyum kikuk.
"Lo yang manggil Bu Dewi tadi?" Tanya Bima di sela-sela minumnya.
"Iya kak,maaf ya sebelumnya bukan nya aku mau ikut campur. Tapi kasian kak Bima kalo semua nyudutin kak Bima!" Ucap Bianda tak terima.
"Hahaha santai aja kali,udah biasa gue digituin. Lagian gue enggak diem aja ditindas sama mereka. Biarin aja ngira gue bedebah,berandalan tapi sekecil apapun kebaikan pasti bakalan keliatan juga!" Ucap Bima dengan senyuman manisnya. Tak disangka Bima yang terlihat berangsakan memiliki sisi yang bijaksana juga. Bahkan mungkin lebih dewasa dari keempat sahabat nya, walaupun ia mudah sekali terbawa emosi.
"Semuanya pasti bakalan berubah kok kak. Kita cuman perlu waktu aja!" Tambah Bianda. Mereka berdua pun akhirnya bersenda gurau menghilangkan emosi sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Call Us Pandhawa
Teen FictionYogyakarta. Siapa yang tidak tahu Yogyakarta, ibukota Daerah Istimewa Yogyakarta. Banyak yang bilang bahwa Jogjya istimewa, istimewa negerinya istimewa orangnya kota yang kental dengan budaya Jawanya. Selain menjadi destinasi wisata, Jogja juga menc...