'Cause I've never felt this before

172 24 1
                                    

Tidak mungkin. Sembilan tahun aku mengenalnya. Hapal segala hal tentang tabiat buruk hingga baiknya. Tapi, kenapa sekarang? Bukankah sudah sejak lama julukan yang tersemat itu tak asing di telingaku? Kenapa sekarang begitu aneh. Hanya mendengarnya saja mengundang rematan kuat pada dadaku. Bukankah sudah tak asing lagi bagi kedua mataku melihat tingkah bodohnya? Lalu kenapa kali ini sangat berbeda. Hal itu terus mengusikku, terus terulang dalam ingatan ketika dia tersenyum senang bersama teman wanitanya yang lain, bergandengan sembari saling tukar pandang. Kenapa ini tidak nyaman? Kenapa terus berulang? Kenapa aku merasakan ini? Kenapa? Kenapa? Kenapa? Kenapa harus kau, Non?

"Huh?" ia terkejut ketika setetes air matanya jatuh, tangannya seketika terangkat meraba pipi untuk memastikan jika ia tidak menangis. Tidak, ia benar-benar menangis.

Kenapa aku menangis hanya karena mu?

🥀

"Pilihlah," ujar Nanon tepat setelah menapakkan kakinya di toko perhiasan. Tentu saja tidak sendirian.

"Hah?"

"Pilihkan untukku, selama ini selera mu tidak pernah salah, kan?"

"Oh, hmm... Menurutku ini bagus," menunjuk sebuah kalung bermanik 4 dengan emas putih.

"Pilihan yang tepat untuk kado pasangan, kebetulan ini edisi terbatas spesial valentine. Jadi, dibungkus atau dipakai langsung?" ucap pelayan toko perhiasan tersebut yang mengundang kekehan Nanon. Kalung pilihan Chimon pun dikeluarkan, mengambilnya, lalu membentangkannya di depan Chimon. Tanpa disangka, Nanon memasangkan kalung itu di leher Chimon. Chimon terpaku dengan tingkah Nanon sesaat.

"Bagus, Prim pasti sangat menyukainya," benar, ingatkan Chimon jika Nanon pemilik gelar 'pecinta dan pemain wanita'. Nanon melepas kembali kalung itu dan mengembalikannya pada pelayan toko untuk segera dibungkus. Perasaan Chimon pasti sudah sangat banyak yang tahu. Dengan susah payah mengabaikan rasa sesak itu.

Pandangnya terhenti pada satu benda dalam etalase kaca itu. Sebuah liontin dengan bandul bundar yang cukup unik itu segera memenangkan hati Chimon. Tak banyak kata, hanya keterkaguman dalam batinnya. Dan itu yang menyita perhatian Nanon. Kedua maniknya mengikuti arah pandang Chimon.

"Kau menyukainya?" pertanyaan Nanon langsung menarik perhatian Chimon.

"Huh? Bagus saja. Aku belum pernah melihat kalung seperti itu,"

"Silakan kalungnya," pelayan tadi kembali bersama bungkusan indah kotak kalung dan langsung dihadiahi senyum Nanon. Sembari memberi kartu untuk alat bayarnya.

🥀

Sudah sangat wajar ketika Nanon menghabiskan waktu seharian di rumah Chimon. Dengan berbaring pada paha Chimon, tempat ternyamannya untuk melepas penat.

"Dia seniorku, menurutmu bagaimana?" Nanon masih sibuk memainkan ponselnya, lalu memperlihatkan foto seorang wanita dan menunjukkannya pada Chimon.

"Seorang dokter," bisik Nanon dengan senyum lebarnya. Chimon melihat foto itu, cantik, baik dan pintar. Terlihat 90% kebenaran dari deskripsian Nanon tentang foto itu.

"Hal yang selalu mengusikku. Kenapa kau begitu santai dan malah ingin menambah daftar wanitamu setelah membuang kalung seharga sebuah ponsel keluaran terbaru?" Chimon kembali ke benda persegi yang menampilkan sederetan tulisan.

"Jawab saja, Chi. Lagi pula itu sudah seminggu yang lalu,"

Ya, sebegitu borosnya Nanon dalam per-uang-an hanya untuk gonta-ganti wanita. Hanya untuk bermain dan membuangnya jika sudah bosan.

"Dari semua wanitamu dan dari penjelasanmu, dia terlihat 90% mendekati kebenaran. Cantik, baik, dan pintar tentunya."

"Benarkan, besok kencan pertama kami. Kau ikut?"

Midyear Library [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang