PROLOG

86 4 1
                                    

Uhh... Dingin sekali malam ini. Hawa dingin ini membuat mataku tidak dapat menurut pada kantuk, bersikeras membuka mata hingga pukul 01.01 dini hari. Didukung oleh segelas kopi yang ku teguk sore tadi, nampaknya aku tetap akan terjaga hingga ujung fajar nanti.

Banyak hal yang terlintas dipikiranku ketika seorang diri, sunyi senyap menggodaku untuk mengudara di nostalgia. Lima belas menit yang lalu aku sempat menengok langit yang bertaburan bintang, dari sini menyerupai titik-titik cahaya putih. Dengan sebuah imajinasi, aku suka sekali mengaitkan satu titik pada titik yang lain membentuk suatu gambar. Tepatnya, aku suka melukis di angkasa.

Aku percaya bahwa beberapa hal di dunia ini memang saling berkaitan. Layaknya payung dengan hujan, gitar dengan musik, pena dengan kertas, maupun manusia dengan manusia lainnya. Meskipun sekarang kau berbeda tempat dengan seseorang yang jauh disana, aku meyakini bahwa suatu hari, dengan sebuah tali takdir, kalian akan dipertemukan secara tepat.

Ah, rupanya aku banyak ber-analogi, hingga melupakan tujuanku. Sebenarnya aku ingin menulis tentang seseorang yang berkaitan denganku. Yang sekarang sedang jauh dari tempatku berada, mungkin saat ini sedang tertidur pulas diatas kasur bersama mimpinya, atau justru sama denganku yang masih terjaga. Namun intuisiku mengatakan Ia sedang mengarungi dunia bawah sadar yang indah. Aku sok tahu? Oh bukan, bukan. Tentu saja aku tahu, karna sampai sekarang dia belum juga membalas pesan dariku. Tentu, aku sangat percaya diri perihal ini, karena dia bukan tipe orang yang akan mengabaikan pesanku. Dia siapa? Izinkan aku bercerita tentangnya, tentang seseorang yang sadis manis pribadinya, yang akan dengan mudah mengukir senyumku ketika dia berbicara dengan intonasi yang manja.

***

RELATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang