"Ya, bersama Saya Anggraini ingin menyampaikan sebuah berita. Di sini di belakang saya-"
Banyaknya reporter dan masyarakat berkerumun di pinggir taman jauh dari danau lantaran terhalang garis polisi. Tim Forensik dengan sibuknya me-autopsi mayat yang mengambang di tepi danau. "Angkat aja kesini pak, langsung dibawa ke rumah sakit."
Tetapi kegiatan mereka terhenti oleh seseorang yang datang mendekat memberhentikan mereka, "Permisi, izinkan saya untuk melihat. Saya merasa familier dengan korban tersebut." Ucap Seorang Pria mendekat ke arah tim Forensik.
"Tapi pak-"
"Sebentar saja, tolong." Tim Forensik menimbang permintaan pria asing tersebut, saling menatap dan akhirnya menganggukkan kepala- mengizinkan sang pria untuk melihat mayat yang mereka autopsi.
Dibukanya kantung mayat tersebut, tertampak wajah pucat wanita yang sudah tidak bernyawa. "Livian?" Tanpa sadar sang pria syok mengucap nama sang korban. Ya, mayat tersebut adalah Liviana Sari Hamasaki.
"Bapak mengenal sang korban? Boleh ikut dengan saya?" Pihak kepolisian yang sedari tadi mengamati langsung mendekat ke arah pria tersebut.
Sang pria yang memang kenal dengan baik Livian tanpa ragu menganggukkan kepalanya, "Ya, saya teman dekat perkuliahannya." Jawabnya tegas.
"Boleh tau nama bapak siapa?"
"Kevin, Kevin Giotama." Jawab Sang pria tersebut-Kevin diiringi menunduknya kepala, amat sangat syok melihat teman dekatnya mati secara mengenaskan. Padahal baru saja kemarin dia dan Livian selesai masa orientasi di universitas, menyandang gelar Mahasiswa Baru.
Vi, tega lo ninggalin gue sendiri nyelesain skripsi nanti di tahun kedepannya. Batin Kevin sambil menghela nafas, melihat matahari yang sebentar lagi tenggelam.
"Misalnya kamu nyari aku tapi gak ketemu, inget aku pasti ada di taman mana pun yang memperlihatkan senja sebagus ini. Dimana ada senja, disitupun Liviana Sari Hamasaki ada HAHAHAHA." Terngiang suara sang wanita bersurai biru malam itu, tak lupa tawanya yang sangat ciri khas.
Bahkan lo masih aja inget buat mati ditempat yang lo suka? Sebodoh itu lo, Vian. Ucapnya dalam hati sembari melihat Livian yang menutup mata tenang, dengan sinar senja yang amat dia sukai. Mengusap surai sang wanita pelan yang basah lalu menutup kembali wajah Livian agar segera dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut.
'Selamat tinggal, Livian. Istirahat dengan tenang.'Disisi lain-
".....-an!"".....-viiii!!!"
".....-VIAN!"
"LIVIAN!" Livian langsung terbangun dari tidurnya. Matanya masih menatap tak percaya, melebarkan pandangan nya [read: melotot] melihat sekitar.
"Kok-" Tangannya yang terakhir kali ia gunakan untuk menutupi luka tusukan diperut kanannya masih menetap rapih disana, mencengkeram erat agar sang darah tidak keluar banyak. Akan tetapi untuk saat ini dia melihat tidak ada luka satu pun, bahkan kepalanya utuh tanpa adanya lubang dari sang peluru panas.
"Kan udah aku bilang, kalo latihan jangan memaksakan! Kamu baru keluar dari rumah sakit loh." Livian langsung mengalihkan pandangan ke arah suara yang menasihati nya. Perempuan dengan rambut hitamnya yang di kuncir kuda, tampak sangat cocok dengan wajahnya yang terlihat khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Livathaian : Sang Imajinasi
FanfictionIni awal mula petualangan Liviana Sari Hamasaki. Setelah ditinggalkan, dikhianati, dan ditembak mati oleh para mafia abal abal, ia terlempar ke dunia yang tidak ia harapkan meskipun menginginkannya. Lantas bagaimana ceritanya setelah dikehidupan seb...