Karena 'berakhir' tidak selalu benar-benar menjadi 'akhir'...
Pagi yang cukup berembun namun bangkok masih dengan rutinitas yang tidak pernah surut. Minggu pagi, mobil mulai ramai memenuhi setiap sudut jalan, para pejalan kaki yang lalu lalang di trotoar entah berjalan sendiri atau beberapa mengobrol dengan yang lain.
Asap kopi yang menguar di udara, secangkir caramel latte yang tersaji di atas meja kayu klasik tepat di sebelah dua telapak tangan yang saling bertaut dengan gelisah. Gun memandang aktivitas Bangkok dari balik jendela kaca besar sebuah cafe, air yang menetes pada kaca yang berembun tidak menghalangi matanya dari segala hal yang terjadi di luar jangkauannya.
Pria manis itu, gun Napat Na Ranong duduk dengan gelisah di kursi kayu berwarna coklat yang berada di paling sudut, pikirannya melayang pada obrolannya bersama sahabatnya pada malam sebelumnya.
•••••••
"Gun kau sudah memutuskan?" Pria tampan bernama Third bertanya pada sahabatnya yang saat ini sedang mencuci peralatan makan yang baru saja mereka gunakan untuk makan malam.
"A-aku..." Mendapat pertanyaan demikian membuat pria manis berambut blonde itu seketika menghentikan tangannya yang sedari tadi bergerak, tubuhnya terdiam dan otaknya memproses kata yang tepat untuk di ucapkan.
"Jadi apa keputusanmu?" Third beranjak dari meja makan yang baru saja selesai dia bersihkan, berjalan menuju sang sahabat yang terdiam membeku di depan wastafel.
"Gun.." Third memanggil dan menepuk ringan pundak sahabat manisnya, menarik kembali kesadaran si pria blonde.
"Third, huhh.. aku" si pria manis menarik nafas dalam, menetralkan segala rasa yang berperang dalam batinnya.
"Gun, apapun yang kamu putuskan coba pertimbangkan dengan apa yang hatimu inginkan. Karena apapun yang hatimu inginkan itulah yang akan membawa pada kebahagiaan." Mengatakannya dengan mengabaikan perasaan dirinya, Third memandang punggung mungil pria di depannya yang masih enggan berpaling.
"Aku mengerti." sang manis menjawab singkat, menganggukkan kepalanya dan melonggarkan bahunya yang sedari tadi menegang. Gun bukan tidak tahu akan perasaan yang dimiliki sang sahabat padanya namun gun hanya tidak mengerti harus memberi respon seperti apa, ketika dirinya bahkan masih belum mampu mengerti akan isi hatinya sendiri. Sering kali gun berperang antara hati dan logikanya. Hatinya yang memilih untuk tetap bersama kekasihnya namun logika berkata sebaliknya, sang kekasih yang seringkali melukai dirinya juga hubungan yang tidak sehat yang keduanya miliki menjadi pertimbangan penting bagi pria manis itu untuk memutuskan segala hal.
"Kemarilah."
Third menarik tubuh sahabatnya, tubuh ramping yang selalu terasa pas di dalam pelukannya.
"Third, biarkan aku menyelesaikan ini dulu." Tubuh gun menggeliat di dalam dekapan Third saat merasa sahabatnya tersebut mulai mengendus bagian belakang telinga yang merupakan titik sensitif dari tubuhnya.
••••••
Kembali pada Minggu pagi,..
'cling'
Suara dari lonceng yang sengaja diletakkan sang pemilik cafe di atas pintu cafe sebagai penanda saat ada tamu masuk itu berbunyi, diiringi dengan pintu yang terbuka semakin lebar dan langkah kaki berat dari seorang yang baru saja masuk.
Pria tampan dengan tubuh tinggi berbalut setelan kaos hitam dan blazer dengan warna yang hampir senada, pria dengan rambut sehitam lubang langit itu melangkahkan kakinya memasuki cafe. Pandangan matanya menyusuri setiap sudut hingga manik hitamnya menangkap objek yang mampu membuat lengkung senyum di sepanjang garis bibirnya. Dengan langkah pasti dan senyum yang tak pernah luntur, Title berjalan kesudut cafe dimana sang kekasih duduk termenung, menunggu dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gun Napat ship 💛 (Oneshoot) ✓
FanficGun napat Na Ranong, Pria manis dengan pesona luar biasa yang mampu meluluhkan hati pria tampan. Berbagai kisah dengan berbagai Pria dominan. Setiap chapter memiliki cerita berbeda dan Pria dominan yang berbeda pula. Happy reading and hope you like...