Bocah SMA dengan seragam berantakan itu mendengkus kesal begitu menyadari rokok di saku tinggal sebatang. Yudha namanya, dengan jemari menyugar rambut yang sudah memanjang, andai saja dia tertib masuk ke sekolah, mungkin kepalanya sudah berubah pitak karena digunting paksa oleh guru BP. Yudha duduk di depan minimarket, menyesap nikotin dari benda kecil itu perlahan, pelan menikmati menjemput kematian melalui racun dan asap yang sengaja dia siapkan.
Habis. Hitungan menit rokok di tangan sudah tinggal menyisakan pangkalnya. Sementara mulut bocah SMA itu masih terasa asam. Yudha memutuskan memasuki minimarket itu, disambut ramah oleh kasir cantik yang wajahnya terlihat lelah.
"Mbak, mentol satu." Yudha menunjuk sebuah rokok yang terpajang di belakang kasir.
Gadis dua puluh lima tahun itu mengernyitkan dahi, memindai Yudha dari kepala hingga kaki.
"Kenapa, Mbak? Naksir, ya? Emang aku ganteng, kok. Tapi bisa buruan nggak, Mbak? Asem nih." Yudha menggerakkan tangannya menirukan pose saat dia merokok tadi, kode agar si kasir bergegas mengambilkan benda yang dia inginkan.
Menghela napas lelah. Gadis itu mau tidak mau mengambilkan rokok yang diminta oleh Yudha. Meski sebenarnya ingin sekali mempraktekkan adegan dalam drama Korea yang sering dia tonton, yakni saat mengatakan tidak pada bocah sekolah yang membeli rokok maupun alkohol. Sayangnya, dia tinggal di tempat yang ... entahlah, mungkin usia bukan batasan diperbolehkannya merokok, meski jelas diatur dalam undang-undang, akan tetapi masyarakat masih tidak peduli, bahkan cenderung abai.
"Totalnya sembilan belas ribu." Sofia nama gadis itu. Lembut mengucapkan nominal yang harus Yudha bayarkan.
Yudha menyodorkan uang lima puluh ribuan selembar.
"Ada uang pas?" Sofia bertanya.
Yudha menggeleng.
Sofia mencari kembalian, sepagi itu uang receh sudah habis karena banyaknya pembeli yang membayar menggunakan uang besar.
Yudha tampak sedang menerima telepon. Wajahnya yang santai berubah serius, membuat tampan di wajahnya itu semakin bersinar.
Sofia terpana sejenak, menikmati indah wajah Yudha yang tadinya tak disadari. Wow, lihatlah, wajah itu mengingatkan Sofia pada aktor Korea favoritnya.
"Dih, Mbaknya malah liatin sini. Awas naksir." Yudha memasukan ponsel ke dalam saku.
Sofia bergegas mencari lagi kembalian. "Kembaliannya permen aja gimana?"
Yudha tersenyum. Manis sekali. Menyugar rambutnya sekali lagi, kemudian mencondongkan tubuhnya ke arah Sofia sembari berbisik nakal, "Kembaliannya simpan aja buat Mbak. Itung-itung nabung buat mas kawin."
Sofia tersedak saliva sendiri. Matanya tak henti menatap Yudha yang melenggang pergi. Tak lama seorang bocah lelaki berseragam SMA datang menghampiri menggunakan motor bebek yang dimodifikasi. Yudha membonceng motor kawannya, kemudian melambaikan tangan tanpa menatap ke belakang. Mungkin tahu jika Sofia masih menatapnya dengan senyum mengembang.
***
"Kenapa, Mbak? Kenapa harus kayak gini? Mbak anggep hubungan kita apa?" Yudha mengguncang tubuh Sofia.Sementara gadis itu hanya menunduk, tak berani menatap mata sang kekasih. Di tengah lebat hujan senja itu, Yudha memekik kesal, murka, dan perasaan tak menentu yang menggantung di dalam dada.
"Aku berubah demi kamu, Mbak. Aku berhenti ngerokok demi Mbak, aku kerja juga agar bisa nyenengin Mbak. Tapi apa? Apa ini?" Yudha membanting selembar undangan di tangan. Membiarkannya hanyut terseret air hujan.
"Maafkan aku, Dha. Maaf. Aku nggak bisa ngelawan orang tua." Sofia membela diri. Meski tahu betul jika itu sia-sia saja. Sekuat apapun dia membela, Sofia tahu, Yudha sudah berusaha keras untuk memperjuangkan hubungan mereka.
"Lalu aku gimana, Mbak? Aku kamu anggap apa?" Yudha berteriak.
***
Ruangan gelap itu terasa semakin nyalang memamerkan kengerian, salah satu sudutnya terisi puluhan botol kosong bekas minuman keras. Sudut yang lain dipenuhi sampah tissue, koran, dan tumpukan gambar Sofia.
Sementara gadis itu hanya mampu menatap ketakutan, terikat di kursi kayu lapuk di tengah ruangan, bersama Yudha yang sedang memandangnya dengan netra menyalak lapar.
"Harusnya mbak nggak perlu nangis, aku nggak akan jahatin kamu, Sayang." Yudha mendekatkan wajahnya. Memaksa Sofia menerima sebuah ciuman, lagi, dan lagi. Membuat gadis itu menangis dan berteriak. Meski suara penuh kesakitan itu tak terdengar karena diredam oleh ciuman Yudha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Yudha
Ficción GeneralTentang Yudha dan cinta tanpa jeda yang dia punya. Tentang perjalanan hati dari sunyi menuju penuh ambisi mencintai Tentang jiwa kosong yang akhirnya terisi