Aku maju selangkah, tapi bang lindu dengan cekatan berdiri di depanku. Dia menatapku tajam dan menyuruhku untuk tetap tenang. Aku mundur sesuai keinginannya, kemudian bang lindu kembali duduk. Ayolah bang lindu, marah saja! pukul! Pukul! Pukul!. Kataku dalam hati.
"dasar bajingan. Kamu tidak mau mengakui perbuatanamu, hah!" kata papanya rupa.
"bukan begitu om. Tapi itu benar-benar bukan saya dan rupa yang melakukannya." Kataku. Kemudian ada seseorang yang masuk ke dalam ruang bk. Gama.
"gama!" kataku, kemudian meninju mukannya secepat kilat. Ini dia biang kerok masalahnya. Sudah berbuat hal tidak senonoh, memfitnah orang, dan sekarang? Dia datang dengan muka biru-biru. Orang-orang disana, termasuk anggit membantu gama berdiri. Aku baru tahu kalau mukannya biru-biru setelah dia jatuh karena tonjokanku. Ah, akting apa lagi dia sekarang.
"nah, ini dia nak gama. Saksi yang sudah melaporkan tindakan tidak senonoh adik Anda dan putri Anda." Kata pak kepsek setelah gama berhasil diamankan setidaknya dari jangkauanku.
"perlu bukti apa lagi? dari tingkahnya yang kasar saja sudah jelas kalau adik Anda ini mungkin saja melakukannya. Entah apa yang dia lakukan pada putriku hingga akhirnya mau melakukan itu." Kata papapnya rupa.
"coba, ceritakan kesaksianmu, nak gama. Tidak apa-apa, tidak perlu takut." Kata pak kepsek.
Gama di sampingnya melirikku takut-takut. Dia menceritakan sebuah dongeng dan kebohongan yang benar-benar bodoh. Aku sampai-sampai bisa mutah kapanpun.
"lalu kenapa dengan mukamu?" tanya pak kepsek setelah gama selesai memberikan kesaksian.
"di-di pukul pak oleh nael. Sa-saya diancam untuk tidak mengatakan kejadian itu kepada siapapun." Jawabnya lirih.
Aku menerjang ke arahnya. Kali ini bang lindu kalah cepat, dia tidak bisa menahanku. Aku berhasil memukul hidung gama sialan. Membuatnya jatuh berdebam ke lantai dengan darah yang mengucur dari hidung.
"ngomong apa kamu tadi, ma?" tanyaku. Bang lindu sudah siap siaga menarik kerah seragamku untuk kembali mundur.
"aku mukul kamu, ma? Kapan? Semalem? Mimpi kamu ma! Sekarang baru iya!" kataku. Kemudian menendang-nendang tubuhnya yang pasrah saja itu. Bang lindu menjepit leherku dengan tangannya, kemudian menyeretku dan membantingku ke tembok.
"tetap disitu. Emosimu itu tidak akan membantu apa-apa." katanya, kemudian kembali duduk semntara guru-guru dan kepsek membantu gama berdiri.
Dia berakting menjadi pria lemah tidak berdaya. Sialan kamu gama!
"lihat! Saksi mata juga sudah ada. Mau mengelak apa lagi kalian?" kata papanya rupa. Nafsu sekali menyalahkanku.
"bukan aku dan nael pa." Kata rupa akhirnya bersuara setelah sejak tadi aku yang sibuk mengamuk.
"diam rupa." Kata papanya tegas.
"setidaknya dengarkan dulu cerita rupa sampai selesai." Kataku.
"tidak perlu. Bukti dan saksi mata sudah ada. Kenapa kamu ngotot sekali menyangkal?" kata papanya rupa.
"Anda diam dulu. kita harus memulai penyelidikan." Kata bang lindu. Ah, kakakku itu akhirnya bicara, "semalam dia membantu ibu kami di warung. Jadi tidak mungkin kalau dia sempat memukul dan mengancam anak itu. Lagi pula, kalau nael benar-benar memukulinya, dia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegap kesini tadi." Lanjutnya. Ah, dia ini membelaku atau bagaimana? Kenapa malah jadi secara tidak langsung bilang kalau aku anak yang kasar?
"sudah menjadi rahasia umum kalau nak gama dan nak nael bermusuhan." Kata pak kepsek. Guru lainnya mengangguk setuju.
"justru itu malah semakin mencurigakan kan? Jelas anak itu menjebak adik saya." Kata bang lindu.
"aduh, Anda ini bagaimana? Sudah jelas kan kalau nak gama habis dipukuli seperti ini? mana mungkin nak gama melukai dirinya sendiri?" kata pak kepsek tenang.
"bapak buta atau bagaimana?" tanya bang lindu. Dari suaranya, dia sudah mulai marah. Tidak setenang tadi.
"Anda yang buta! Barang bukti sudah ada, saksi mata juga sudah ada, kenapa harus mengelak terus?" kata papanya rupa. Bang lindu menatapnya sekilas. Kemudian diam.
"tapi kita tetap harus menyelidikinya, pak. Kita lihat dulu cctv sekolah kemarin sore." Kata bu mega. Aku mengangguk-angguk.
"bu mega diam saja. semua bukti sudah menunjuk ke nael dan rupa sebagai pelakunya." Kata pak kepsek. Bang lindu atau aku yang akan menonjoknya?
"kenapa tidak kita lihat saja? sebagai tambahan bukti?" kata bang lindu. Menantang kepsek. Pak kepsek terlihat berpikir sejenak.
"sudah saya cek pagi tadi, sayangnya cctv di sekitar perpustakaan atas sudah lama rusak. Tidak ada rekaman apapun." Jawab pak kepsek.
"sudah! sudah jelas kalau adik Anda ini yang bersalah. Pokoknya saya mau mereka dinikahkan dengan segera! Membuat malu keluarga saja!" kata papanya rupa.
"kalau itu dibicarakan lebih lanjut oleh kedua pihak saja. sekolah tidak ikut campur, keputusan dari sekolah adalah dengan berat hati kami mengeluarkan putri bapak dan adik Anda dari sekolah." Kata pak kepsek. Tidak dinyana dan tidak diduga. Bang lindu bangkit dari duduknya kemudian meninju hidung pak kepsek keras-keras.
Kalau saja situasinya lebih baik, aku pasti tertawa keras melihat muka takut dan kesakitan yang tampak dari pak kepsek.
"cukup! Hentikan omong kosong Anda! Kita pergi. Ayo, nael." Katanya, kemudian menarikku keluar dari ruang bk. Pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sore
Teen FictionTentang Rupa dan Nael yang tiba-tiba menjadi dua orang yang terikat hubungan pernikahan. Tentang Nael dan Rupa yang masih bocah harus membangun rumah tangga. EYD belum benar.