Boncengan.

99 32 5
                                    

Andai Sonia tau jika naik sepeda—apalagi dibonceng oleh salah satu pemuda kebanggaan Desa dengan posisi seperti ini—bisa membuat reaksi orang-orang lebih heboh dari dugaannya, lebih baik ia dibonceng motor tadi saja!

Setidaknya orang-orang tidak akan terlalu sadar, kan? Kecepatan sepeda dengan motor mahal milik Banu tentu saja jauh berbeda. Apalagi lagi Banu terlampau santai melajukan sepedanya, seolah memang sengaja memancing reaksi warga yang dijumpai–plus disapanya.

Bisa tidak, laki-laki bernama Banu itu berhenti membuat Sonia kesal? Jujur saja, kecepatannya hampir sama dengan kecepatan pejalan kaki di kota besar!

"Anu, bisa cepet, gak? Panas." Sonia memang pembohong yang buruk, padahal jelas sekali matahari sedang bersembunyi di balik awan tebal.

Banu tersenyum simpul, cewek judes itu akhirnya mau membuka obrolan–meski sekedar teguran.

"Euleuh, pantesan mukanya cerah pisan si kasèp, jalan-jalan sama calon, ya?" seorang Ibu dengan beberapa buah di tangannya tertawa pelan, "Sini dulu atuh, mampir sebentar." (ganteng)

Meng-iya-kan, Banu lalu menepikan sepedanya di pinggir jalan, membuat Sonia mau tidak mau harus ikut turun mengikuti Banu yang kini tengah menatap kearahnya.

Sonia berdehem, "Apa?"

"Yuk,"

Apa ada opsi lain untuk Sonia selain mengikuti langkah Banu atau pulang jalan kaki yang pastinya akan membuat betisnya berdenyut sakit? Tidak ada? Baik, Sonia memilih opsi pertama. Mengikuti Banu dari belakang, mengampiri sekumpulan ibu-ibu dan perempuan sebayanya—yang sepertinya tengah berusaha menarik perhatian Banu.

Benar. Tidak normal rasanya melewatkan laki-laki setampan Banu. Hey, Sonia saja sempat terpesona, kan?

"Jadi ini ya alesan nak Banu nolak lanjutin kuliah di luar negeri?" tanya salah satu Ibu yang Sonia tau bernama Siti itu sambil terkekeh geli.

"Ah, mungkin?" balas Banu kikuk.

Sonia melirik sebentar, tampak tertarik. Tapi, buah stroberi berukuran besar di depannya lebih menarik dari apapun. Sebagai maniak, sudah pasti Sonia memilih memakan buah merah itu dengan khidmat dibanding mendengarkan obrolan tidak penting.

Mudah ditebak, obrolan mereka pasti tidak jauh dari tampang dan prestasi Banu. Sonia si nyamuk kebon bisa apa?

"Aduh! Kalo aja kamu belum punya calon, anak Ibu maju paling depan."

"Iya, Bu. Saya juga mau daftarin anak saya. Bosen liat dia rebahan sambil ngehaluin orang Korea mulu."

"Sonia pasti seneng banget deh di ajak jalan-jalan sama aa." (sebutan untuk kakak laki-laki)

Seneng gundulmu. Gak liat muka asem ini apa, hah? Hah?!

"Nak Banu ini tipe yang romantis ternyata, bawa calonnya jalan-jalan pake sepeda biar lama."

"Hihi, iya, loh. Sing dilancarkeun nepi ka hari bahagia na nya, kasèp." (semoga dilancarkan sampai hari bahagia ya, ganteng.)

"Aduh, si Ibu... Aamiin..."

Wait a minute.... mereka ngomongin apa barusan? Jalan-jalan? Sama calon?

Sonia melirik sinis pada Banu yang kini terlihat malu-malu. Semburat merah tipis itu jelas sekali menghiasi pipinya! Bagus, pamer saja terus! Tunjukkan pada seisi dunia jika Sonia itu memang calonnya!

Sebenernya calon apaan, sieee? Kok aku gak ngerti?

"Calon apa, sih?" Sonia memberanikan diri bertanya saat sepeda yang ditumpangi olehnya sudah menjauh dari tempat tadi.

"Kamu maunya calon apa?"

"Hah?"

Kebiasaan, giliran ditanya malah nanya balik!









Setelah menghabiskan waktu sekitar sepuluh menit, akhirnya Sonia dan Banu sampai pada tempat yang di tuju. Lahan kosong membentang luas sejauh mata memandang.

Ehm, sebenarnya tidak terlalu kosong. lahan itu ditumbuhi beberapa pohon bunga dan buah dan memanjakan mata.

Selain maniak stroberi, Sonia juga tergila-gila pada segala jenis bunga–kecuali yang beracun, dan di hadapannya kini, berdiri kokoh pohon magnolia yang dipenuhi bunga bermekaran, menguarkan semerbak yang menenangkan bagi siapa saja yang berada di dekatnya.

Bisa tebak reaksi Sonia saat melihatnya? Gadis itu terlalu senang sampai-sampai tubuh kecilnya sudah berada diatas sana, menghirup harum bunga langsung dari sumbernya.

Bisa tebak reaksi Sonia saat melihatnya? Gadis itu terlalu senang sampai-sampai tubuh kecilnya sudah berada diatas sana, menghirup harum bunga langsung dari sumbernya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Banu sempat tercengang, tidak menyangka jika Sonia bereaksi seperti itu. Menggeleng pelan, Banu memilih duduk untuk sekedar meluruskan kakinya. Ia lalu mengeluarkan ponselnya, memotret gadis itu diam-diam.

Puas dengan hasil jepretannya, Banu tersenyum senang, "Sonia cantik, kan?" katanya, pada kucing oranye yang bahkan tidak peduli dengan eksistensi Banu.

Merasa tidak direspon, Banu kembali mengalihkan pandangannya pada Sonia. Senyuman itu belum hilang, dan mungkin tidak akan pernah hilang jika ia bisa terus berada di samping Sonia.

 Senyuman itu belum hilang, dan mungkin tidak akan pernah hilang jika ia bisa terus berada di samping Sonia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








i r i d e s c e n t

IRIDESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang