▪︎la la kos | satu▪︎revised

620 114 15
                                    

la la kos | satu






SUASANA la la kos pagi ini seperti biasanya. Julian yang memasak sarapan dan juga meja makan yang ricuh oleh ocehan para penghuni kosan yang tak lain keluar dari mulut Rosa, Emil dan Kendra. Gisella dan Mina jadi penonton yang sesekali mengompori adu mulut mereka.

"Gue pengen banget punya cowok kayak Kim Do Ki."

Celetukan Rosa yang tiba-tiba menyebut salah satu karakter di drama Taxi Driver yang jadi tontonan gadis itu beberapa hari kebelakang membuat penghuni lainnya yang sedang mengobrol jadi menaruh fokus pada gadis itu.

"Siapa, tuh?" tanya Kendra.

"Tukang taxi di drama Taxi Driver yang akhir-akhir ini gue tonton, Bang." Rosa kemudian menunjukkan ponselnya yang menampilkan Kim Do Ki yang diperankan oleh aktor Lee Je Hoon ke depan Kendra. "Cakep, kan? Gagah gitu."

"Cakepan juga gue," sahut Emil yang sempat melirik ke arah ponsel Rosa.

"Jangan mimpi ya, Mil. Cakepan Bang Je Hoon kemana-mana."

"Bukannya dia udah umur 30-an ya? Harusnya dipanggil Om," ujar Gisella.

Rosa menoleh tak terima ke arah Gisella. "Kak Gigi, gak ada hukumnya orang ganteng dipanggil Om. Pokoknya yang ganteng-ganteng tuh dipanggilnya Oppa."

"Berarti gue ganteng dong?"

Rosa mendelik pada Kendra. "Kalo Bang Kendra emang dipanggil Abang karena lebih tua."

Kendra seketika menunjukkan ekspresi kecewanya yang dramatis. "Maksud lo gue gak ganteng?"

Rosa hanya mengedikkan bahu tak acuh.

"Kayak si aktornya mau aja sama lo. Dia juga pilih-piih kali. Kalau bisa dapet yang luar biasa kenapa harus milih serpihan debu kayak lo?"

Setelah melontarkan kalimat itu, Emil bertos ria dengan Kendra. Bangga akan penuturan kalimatnya. Sedangkan Rosa sudah mencibir kesal ketika melihat Gisella dan Mina yang ikut tertawa bersama Kendra dan Emil.

Namun, wajah tertekuknya hilang kala Julian menyodorkan sepiring spaghetti ke hadapan Rosa. Seketika senyum secerah matahari di pagi hari terbit di wajah Rosa.

"Makasih, Jeje. Cinta banget sama Jeje. Emang yang paling sayang sama gue di La la kos itu cuman Jeje."

Julian yang mendengar penuturan Rosa tersenyum dan ikut duduk di meja makan setelah sebelumnya ia menyajikan semangkuk nasi goreng dan sepiring bola daging di meja.

"Emang Julian sayang sama lo, Ca?" Mina yang sedari tadi diam kini ikut membuka suara.

Rosa mengangguk yakin. "Heem. Iya kan, Je?" Pandangan Rosa beralih pada Julian yang baru saja akan menyuapkan nasi gorengnya.

Dengan itu, Julian menyimpan kembali sendoknya dan berkata, "Iya dong. Karena cuman Oca juga yang sayang sama gue."

"Geli banget lo!" Emil bersorak dengan meringis geli pada Julian.

"Emang! Cocok dah tuh sama si Oca yang alay." Kendra ikut menimpali Emil.

"Udah-udah. Sekarang waktunya makan! Jangan pada bacot mulu!"

Seketika ruang makan hening kala Gisella berseru kesal. Kendra dan Emil seketika kicep dan langsung memakan nasi gorengnya. Rosa yang melihat itu menahan tawa dan diam-diam menjulurkan lidah pada keduanya.

"Jangan lupa baca doa juga!"

🏡🏡

GISELLA dengan cekatan menyalip beberapa mahasiswa di lorong kampusnya. Wilayah yang dipenuhi oleh mahasiswa organisasi dari beberapa Himpunan jurusan kampusnya. Gisella seringkali malas ketika harus melewati lorong dimana beberapa ruang sekre ada disana untuk menuju kelasnya di ujung lorong ini.

Baru saja Gisella hendak lolos dari kumpulan mahasiswa Himpunan ini, sebuah juluran kaki di hadapannya yang tak sempat ia sadari membuatnya hampir tersungkur memalukan dihadapan beberapa mahasiswa di belakangnya jika sebuah tangan tak menahannya.

"Lo gak papa?"

Gisella mendongak untuk menemukan mata coklat yang menatapnya cemas. Selama sepersekian detik, Gisella membatu. Mulutnya tidak dapat mengeluarkan sebuah kata 'iya' sebagai jawaban kala cowok itu kembali menanyakan hal yang sama. Membuat Gisella mengerjap, dan menjauhkan diri dari cowok itu.

"Iya, gak papa. Makasih udah nahan gue buat gak jatuh."

Cowok itu tersenyum kecil. Membuat jantung Gisella kelimpungan. "Syukur kalau gitu. Gue Sena."

Gisella menatap uluran tangan cowok itu lalu menjabatnya dengan--berpura-pura--tenang. "Gisella."

"Gisella? Gisella yang anak komunikasi itu kan? Yang sering bikin jurnal di mading kampus?"

Gisella mengerjap kecil. Ternyata cowok tinggi di depannya tahu dirinya. Bukankah ini sebuah pertanda baik. Gisella mengangguk. "Iya. Itu gue."

Senyum Sena mengembang ke arah Gisella. "Gue suka banget baca jurnal lo. Seru gitu. Kebetulan ketemu orangnya disini."

Gisella tersenyum malu. Ya ampun, cowok ganteng di depannya suka baca jurnal dia. Gisella seneng banget.

"Makasih, udah mau baca jurnal gue."

Sena dengan cepat menggeleng. "Harusnya gue yang berterima kasih. Makasih udah bikin jurnal sekeren itu."

Gisella jadi semakin malu dipuji berlebihan begitu sama Sena. Senyumnya makin mengembang mendengar pujian tersebut. Hingga ia tersadar kalau barusan dia hampir tersungkur karena buru-buru ingin masuk kelas.

"Ya ampun. Gue harus kelas. Gue duluan ya, Sen."

Baru lima langkah Gisella berjalan, suara Sena membuatnya berhenti dan berbalik.

"Kalau lo ada waktu, mau ngobrol bareng gue?"

🏡🏡

Selamat datang di chapter awal La la kos. Semoga kalian suka dengan ceritanya ya!✌🏻

la la kosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang