"Kamu mau jadi pengecut? Menampar seseorang karena terpojok?" tanya Frendra di antara giginya yang terkatup rapat.
Perempuan itu menarik tangannya kasar dari genggaman cowok jangkung itu. Ia hendak pergi, namun sebelum itu, ia mengucapkan kata yang menyakiti hati Nala.
"Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, suatu saat aku akan membuktikannya."
Murid-murid yang tadinya berkumpul di sana, memilih untuk bubar. Mereka tidak ingin membuang waktu istirahat.
Setelah perempuan itu pergi, Nala mengembuskan napas pelan. Hatinya sedikit lega, karena perempuan itu sudah pergi.
"Tidak usah dipikirkan. Dia hanya menggertak saja," ujar Frendra, mencoba untuk menenangkan Nala.
Nala menatap Frendra, ia menangkap sosok yang sudah menyelamatkannya hari ini. Pandangan mereka beradu.
"Te-terima kasih ... terima kasih banyak."
Sudah tak terbendung lagi, air matanya tiba-tiba saja mengalir begitu saja. Dia mencoba menghapus air matanya, namun tidak bisa. Terlalu banyak yang keluar—bersama rasa sakit yang menyesakkan dadanya.
"E-eh, kenapa kau menangis? Hei! Jangan menangis!" ujar Frendra panik melihat Nala yang sudah dibanjiri air mata.
Frendra mengedarkan pandangannya, tidak ada orang! Dengan cepat dia menarik Nala ke dalam dekapannya, mencoba membuat perempuan itu tenang di dalam dekapannya.
Nala tersentak dalam beberapa detik, sebelum akhirnya ia membalas pelukan Frendra.
"Aku salah apa, Dra? Kenapa semua orang membenciku? Apa aku pantas mendapatkan semua ini? Apa ini karma karena tindakanku dulu? Apa harus aku menerimanya? Apa harus?"
Banyak pertanyaan yang dilontarkan oleh Nala, yang membuat hati Frendra sakit.
"T-tidak, kamu tidak harus menerima semua ini. Seharusnya ganjaran yang kamu terima tidak seberat ini," ujarnya menitikkan air mata.
Seharusnya
***
Motor Frendra berhenti tepat di depan rumah Nala. Sehabis acara tangis menangis tadi, Frendra berjanji akan menjaga Nala selama di sekolah. Entah, kerasukan jin apa, Frendra berkata seperti itu. Padahal Frendra adalah tipe orang yang cuek akan keadaan sekitarnya, tidak mau berurusan dengan keadaan yang rumit.
"Terima kasih, Dra, untuk hari ini," ujar Nala sembari melepaskan helm yang berada di kepalanya.
Frendra menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. "Tidak perlu berterima kasih. Aku hanya melakukan apa yang aku bisa."
"Tidak, sungguh aku sangat berterima kasih padamu. Aku tidak menyangka ketua kelas yang cuek, bisa berbuat sebaik ini." Nala mengembangkan senyumnya, senyuman yang paling manis. Tidak fokus pada apa yang diucapkan Nala, Frendra justru fokus pada senyuman Nala.
Frendra dengan cepat menutupi wajahnya yang memerah. Gawat jika terlihat oleh Nala!
"I-iya, tidak masalah. Aku pergi dulu, sampai jumpa besok," ujar Frendra, sebelum pergi meninggalkan kediaman keluarga Nala.
Nala hanya melambaikan tangannya kepada motor Frendra yang kian menjauh.
"Pacar, Kak?"
Suara itu membuat Nala terlonjak kaget. "Nathan! Sejak kapan kamu di situ?" tanya Nala setengah panik karena terkejut.
Bukannya menjawab, Nathan justru tertawa. "Jujur aja kali, Kak. Aku tidak akan beritahu Ibu, kok."
"Apa, sih! Frendra itu hanya teman! Tidak lebih!" jelas Nala dengan nada emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone Behind
Teen FictionSomeone behind. Seseorang di belakang. Ada dalang di balik pembullyan. Ada dalang di balik kematian.