Manusia kodratnya adalah saling memaafkan. Namun tidak mudah untuk memaafkan orang yang sudah mengabaikan perasaan orang yang mereka sakiti.
~
Caca pov :"Kakak mau ngasih tahu soal apa sih? Kok sampai harus ke danau?" Tanya Zara.
Aku gugup tidak bisa berbicara, seketika pikiran ku langsung kalut. Ingin memberi tahu semua kebenaran namun rasanya hati ini tidak sanggup melihat Zara, adik kandung satu - satunya yang ia punya terluka seperti dirinya dahulu.
"Biar abg yang jelasin, kak Caca ga sanggup buat cerita," kata Arka.
Ia memang paling mengenal aku, aku tersenyum lega karena ia selalu ada di sisi ku menguatkan aku dan menghibur ku.
Aku memberi dua pucuk surat dan beberapa lembar foto kecelakaan yang ayah dan ibu alami, serta semua bukti - bukti penyebab utama kecelakaan itu pada Zara.
"Abg harap kamu lihat dan perhatiin baik - baik, kamu harus kuat, tabah, dan harus ingat pesan O yang ada di surat itu. Kami selalu ada buat kamu, kita bisa melewati semuanya bersama - sama. Paham?" Jelas Arka panjang lebar
Dan perlahan namun pasti aku melihat Zara membuka sehelai demi sehelai lembar foto terlebih dahulu.
"Ini apa kak? Foto kecelakaan? Siapa mereka?" Tanya Zara kebingungan.
"Bentar, ini kok ada foto aku dan kakak? Kita ada di dalam mobil yang kecelakaan ini?" Lanjut Zara mengernyitkan keningnya.
"Iya itu kamu," jawabku.
"Berarti kita pernah kecelakaan? Terus siapa mere-," tanya Zara kembali, namun Zara seketika memegang kepalanya, ia meringis kesakitan.
Entah apa yang terjadi pada Zara, ia seolah sedang mengontrol ingatan yang muncul tiba - tiba.
"Kamu kenapa Zar? Kamu sakit? Kita bahas lain kali aja, sekarang ayo masuk mobil, kita pergi ke rumah sakit," pinta ku pada Zara dan Arka.
Namun Zara menolak, ia tetap bersikeras menahan rasa sakit di kepalanya.
"Biarkan aku mengingat dulu apa yang sudah terjadi kak, aku gapapa kok," jelas Zara sambil meringis.
"Zara, kedua orang yang kamu lihat itu adalah kedua orang tua kalian." Arka berbicara tanpa menunggu Zara bertanya. Aku khawatir membahayakan kesehatan Zara.
"Ha? Ga mungkin! Orang tua kami adalah mami dan papi." Teriak Zara seolah enggan menerima kenyataan.
"Arka benar dek, lo salah besar menganggap mereka sebagai orang tua kita. Mereka lah yang sudah menabrak ayah dan ibu, hiks hiks," isak tangis ku sudah tidak terbendung lagi.
"Kakak pasti bohong, kenapa aku cuma bisa ingat aku di dalam mobil dan mendengar lagu pada saat itu, tapi tidak ingat sedang bersama siapa dan sedang apa," jelasnya lagi.
"Kamu baca surat yang ada di box itu dan baca surat dari Oma juga biar kamu mengerti kenapa kita di rawat oleh manusia bejat yang kamu sebut mami papi itu."
Zara membuka dan membaca perlahan setiap kata yang ditulis. Air matanya mengalir deras tak berdaya menahan sakit dan amarah. Ia tampak kecewa dan menyesal.
_Dari Ayah dan Ibu Kalian_
Caca, Zara, maafkan kami. Maafkan kami tidak bisa mengurus dan membesarkan kalian bersama - sama seperti dulu. Kami bangga memiliki putri - putri yang kuat dan tangguh seperti kalian. Ibu dan Ayah harus pergi untuk selamanya, kami berjanji akan menjaga kalian dari atas sana. Kalian jangan sedihin kami, karena adik laki - laki kalian akan nemenin Ibu dan Ayah, maaf kalian cuma tinggal bersama Oma diusia yang masih kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Humans
Teen FictionDari kecil Caca dan Zara hidup bersama orang yang dianggap sebagai orang tua kandung ternyata adalah seorang pembunuh kedua orang tua kandung mereka. Rahasia itu terbongkar setelah Oma mereka meninggal dunia. Kini, sosok hangat Caca dan Zara beruba...