#5

5 0 0
                                    

Jelaskan apa yang seharusnya dijelaskan, dan beri tahu apa yang seharusnya ia ketahui. Kelak rahasia yang disimpan seperti apapun akan tetap terkuak juga.

~Arka~

"Kamu bertengkar lagi dengan Zara?" tanya pria yang menjemput Caca.

"Iya Ka, aku bingung harus gimana. Aku ga tahan lihat Zara yang manja dan menganggap kalau mereka adalah orang tua kami."

Arka Zaki. Lelaki yang sudah menjadi sahabat Caca sejak SMP itu benar-benar tahu semua yang sudah terjadi pada Caca dan Zara.

"Kamu harus jelasin semuanya Ca, supaya kamu dan Zara ga terus menerus bertengkar seperti ini."

"Tapi aku takut, Arka. Aku takut gimana kalau nanti mental adik aku si Zara belum siap buat menerima kenyataan itu?"

"Gimana pun juga dia harus tetap tahu Ca, biar nanti urusan dia mampu atau tidak menerimanya, kita yang akan selalu support dia dan dia ga akan kecewa karena dia tahu dari mulut orang yang paling dia sayangi."

"Nanti kamu ajak Zara main ke rumah aku, biar aku bantu jelasin semuanya. Ini demi kebaikan dia juga Ca, keburu nanti dia makin sayang dengan mereka," lanjut Arka dengan tetap memperhatikan laju mobilnya.

Mereka sampai di sebuah danau, tempat biasa Arka dan Caca bersantai dan membunuh pilu kehidupan yang sangat menyakitkan. Mereka lantas duduk di atas rumput hijau pinggir danau.

"Ca, kamu coba lihat kedua pohon yang kita tanam dulu," kata Arka sembari mengarahkan telunjuknya ke pohon yang dimaksud.

"Hanya mereka yang terus tumbuh berdampingan sejak kita pertama kali datang kemari dan menanamnya bersamaan," ucapnya lagi dengan menatap nanar kedua pohon itu dan kemudian menatap Caca.

"Dan kamu tahu itu artinya apa?" tanya Arka antusias.

"Itu tandanya mereka sehat dan tumbuh dengan baik," jawab Caca ceria.

"Kamu kurang tepat, Ca. Mereka tumbuh mekar karena kita merawatnya sejak ditanam, memberi benih pupuk, makan dan minum yang rutin. Itu artinya kasih sayang yang kita beri dengan tulus perlahan akan membuahkan hasil yang baik pula."

"Pohon - pohon itu sebentar lagi akan memberi kita tempat untuk berteduh yang nyaman dan sejuk. Itu sebagai tanda terimakasih mereka untuk kita yang sudah setia menjaga dan merawat mereka," lanjut Arka dengan nada lembut.

"Sama halnya dengan kamu dan Zara. Kamu sayang dan cinta dengan Zara, tapi cara kamu salah. Bagaimana kelak ia akan merasakan kasih sayang yang tulus jika kamu saja sebagai kakak kandungnya tidak memperdulikan rasa kekhawatiran dan juga rasa penasaran Zara atas apa yang sudah terjadi, termasuk perubahan sikap kamu ke dia ketika ia bermanja seperti itu ke orang yang ia anggap orang tuanya?"

"Kamu beranggapan bahwa Zara itu salah besar menganggap mereka orang tua kalian, tetapi bagi Zara yang tidak tahu apa-apa pasti menganggap bahwa kamu lah yang salah besar. Zara hanya ingin mendapat kasih sayang dari orang yang ada di sekitarnya, yang sebenarnya itu semua adalah palsu."

Caca menangis tersedu-sedu mendengar Arka berbicara seperti itu. Ia sangat sadar akan kebodohan yang sudah ia lakukan pada adiknya itu. Tidak seharusnya ia berubah sikap kepada Zara, karena memang benar Zara belum tahu kebenarannya.

"Jelaskan apa yang seharusnya dijelaskan, dan beri tahu apa yang seharusnya ia ketahui. Kelak rahasia yang disimpan seperti apapun akan tetap terkuak juga. Kasihan jika dia terus tumbuh menyayangi mereka yang sudah bersalah itu," tutur Arka sembari menenangkan dengan memeluk pundak Caca yang tengah menangis hebat.

Dalam keheningan itu, Arka mencoba menghibur Caca dengan mengajaknya bermain ayunan yang dulu mereka pasang khusus untuk berdua saja.

"Aku mau main ayunan nih, udah sebulan kita ga kemari. Kamu mau ikutan ga?"

Caca menghapus kasar air matanya, ia menatap ayunan berwarna putih dan merah muda itu.

"Ikut kaaaa, tungguin."

~~

"Zaraaaa, lo kok ninggalin gua sih?"

"Hehe, maaf Gina. Lo udah selesai makannya?"

"Udah kok, tadi gua malas ngejar lo karena perut gua masih laper banget, lo mah tega ninggalin mulu."

"Tadi lo kenapa pergi ga bilang - bilang? Lo kemana emang?" lanjutnya sembari cemberut.

"Gua buang air kecil tadi, terus gua lihat ada perpus di sebelahnya makanya gua lebih milih ke perpus."

"Emangnya lo ga laper? Belajar mulu heran gua," ketus Gina dengan kedua tangan mencubit lembut pipi Zara.

Aku hanya menggeleng sebagai tanda jawaban dari pertanyaan Gina itu.

"Ntar sore kita ngafe yuk, sekalian gua mau nanya soal matematika semalam," bujuk Gina padaku yang sulit diajak bermain.

"Nanti gua coba ijin ke kak Caca dan bokap nyokap dulu ya."

"Okei beb." Gina berharap Zara akan ikut dengannya sore ini.

Fake HumansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang