Prolog

20 3 0
                                    

"Pertunjukan senja diakhir hari selalu membuat insan terpana seketika, sama sepertimu yang membuatku terpesona sebelum akhirnya berakhir sirna"

//

Langit jingga menyinari wajahnya, menampakkan paras yang begitu indah murni pemberian Tuhan kini sedang bersantai ditengah suasana yang sangat menenangkan bagi siapa saja yang menikmatinya, termasuk Flora.

Gadis itu duduk dipinggir kolam renang sembari menyeruput secangkir kopi hangat ditangannya. Matanya terus teralih pada langit jingga, seakan takut jika langit akan meninggalkannya.

Mungkin jingga akan meninggalkan langit dan tergantikan oleh bintang malam, tapi langit akan selalu ada ditempatnya memberikan kembali warna jingga hari ini, esok dan seterusnya.

Setelah beberapa saat terfokus memandang langit, kini warna jingga itu sudah tergantikan dengan langit ungu kegelapan dihiasi bintang-bintang cantik yang sedikit demi sedikit makin terlihat jelas.

Malam akan tiba namun Flora enggan beranjak dari tempatnya.

Ia beralih memandang cangkir ditangannya dengan tatapan kosong seolah terhipnotis oleh benda berbentuk silinder tersebut. Sedih, sesak itulah yang dirasakannya.

Sebelum suara panggilan seseorang menghamburkan lamunannya. "Iya!" Flora sontak mengalihkan pandangan ke arah suara.

Terlihat seorang wanita berparas mirip dengannya tengah berdiri diambang pintu sambil berkacak pinggang memperhatikan gadis yang duduk ditepi kolam itu.

"Mama panggilin kok nggak nyaut? Jangan sering melamun nanti kesambet kamu, Flo".

Flora bangkit dari posisi nyamannya membawa cangkir kopi yang sudah kosong kemudian melangkah keambang pintu yang tak jauh dari sisi kolam.

"Iya Ma, nggak kedengeran." Flora menyengir.

Sudah beberapa bulan ini Flora sering sekali melamun karena memikirkan kekasihnya yang tidak ada kabar. Tentu mamanya sangat khawatir melihat anak gadis kesayangannya itu.

Flora ditinggal alias di ghosting oleh Stevan, pacarnya yang saat ini berada di california. Mereka harus LDR karena orang tua Stevan menyuruhnya pindah kuliah disana.

Tiba-tiba saja mereka lost contact. Stevan ataupun keluarganya tidak bisa dihubungi, hilang tanpa kabar begitu saja. Sampai saat ini pun Flora masih belum mendapat kabar dari kekasihnya itu.

Cukup berat bagi seorang gadis remaja untuk menerima masalah semacam ini, belum lagi kenangan-kenangan yang masih terekam jelas di memori otak.

Tapi setelah ini semua pasti akan baik-baik saja. Mamanya percaya kalau gadis itu akan segera mengikhlaskan apa yang sudah terjadi. Flora adalah gadis yang baik, dan juga cerdas.

Mungkin akan cukup lama menetralisir semua masalalunya kecuali.. ada seseorang yang bisa membuat lembaran baru di kisah cinta anak gadisnya.

"Sedih boleh, tapi jangan terlalu larut dalam kesedihan itu, Flo." Ucap mamanya lembut.

Flora menunduk memainkan kuku-kuku jarinya. "Iya Ma.. Flo janji nggak terus-terusan sedih. Paling cuma nangis."

Santi tersenyum mengelus pundak gadisnya. "Nggak papa.. kadang menangis bisa jadi cara yang tepat untuk melegakan perasaan kamu."

Flora memeluk mamanya, dirinya kembali bersemangat. Mamanya memang yang terbaik. "Makasih Mama."

"Yaudah yuk masuk, Mama udah siapin makan malam."

Makan malam terlihat seperti biasanya dengan satu keluarga yang mengisi empat kursi diruang makan. Masing-masing melahap makanan dengan hening.

"Ma, Pa,, Davin duluan ya, mau lanjutin kerjaan." Setelah menyelesaikan makannya, Davin beranjak menuju ruang kerjanya.

BAE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang