Prolog

1K 55 7
                                    



Seorang gadis membuka pintu rumahnya dengan malas, ia baru saja pulang magang di salahsatu toko bunga di pusat kota. Gadis kelas satu SMA itu masih mengenakan seragam sekolahnya, keadaan gadis itu tentu terlihat lelah karena harus sedikit menahan kantuknya sejak sore tadi.

Namanya Ara Wanodya, biasa dipanggil Adya oleh teman-temannya. Adya punya riwayat hidup cukup sulit, Ayahnya meninggal satu tahun lalu, meninggalkan hutang perusahaan yang cukup banyak. Sejak meninggalnya sang Ayah, Adya tak pernah merasakan lagi kehidupan yang enak, dia harus ikut bekerja keras untuk kehidupan yang lebih baik.

Tinggal bersama Ibunya, bukanlah hal yang baik pula, Ibunya mengomel setiap hari, merutuki nasibnya yang terus terusan dikejar rentenir. Adya bahkan kadang pusing mendengar Ibunya terus mengumpati Ayahnya yang telah tiada itu.

Dan kini Adya melihatnya lagi, Ibunya mengumpat terus terusan dengan gerakan cepat memasukkan semua pakaiannya ke dalam tas besar diatas ranjang. Bukan pertama kalinya Adya melihat pemandangan itu, ini sudah yang ketiga kalinya. Ibunya hendak kabur lagi untuk menghindari kehidupan yang susah, meninggalkan nya sendirian, menjadi yatim piatu.

"Ibu! Ibu mau kemana? Ibu jangan mulai lagi deh!" Adya mencoba menarik ransel itu, namun Ibunya sudah lebih dulu menangkis tangan anaknya.

"Diam Ara, Ibu cape! Tadi siang rentenir itu datang lagi! Ibu gak bisa hidup seperti ini terus."

"Bu, kita bisa lewatin ini sama-sama, aku akan lebih kerja keras lagi cari uang. Kita bisa lunasin utangnya Ayah," Adya tergopoh mengejar sang Ibu yang sudah bergegas pergi keluar rumah.

Adya yang sudah tak mampu lagi menarik Ibunya, akhirnya dengan cepat memeluk Ibunya itu, cara ini paling ampuh untuk membujuk Ibunya, karena dulu Adya pakai cara ini juga untuk membujuk Ibunya.

"Bu, Adya mohon, Adya gak bisa hidup tanpa Ibu," Adya menangis, tentu saja, siapa yang mau ditinggal Ibunya pergi seperti itu, Adya takut hidup sendirian, dia masih butuh perlindungan dari Ibunya, Adya masih butuh Ibu dan akan selalu membutuhkannya.

"Gak bisa! sekarang kamu masuk rumah lagi, biarin Ibu pergi. Ibu janji, saat Ibu udah punya banyak uang, Ibu akan pulang dan bahagiakan kamu," Ibu melepaskan tangan Adya yang melingkari perutnya.

"Sekarang kita berjuang sendiri dulu, Ibu pasti pulang suatu saat nanti," Adya menggeleng saat Ibunya berlari menerjang hujan, karena entah sejak kapan hujan turun.

"Ibu!"

Ditambah dengan gelapnya malam Adya hanya bisa menyusul Ibunya sebisanya. Adya terus berlari mengejar Ibunya, berharap ia diberikan kesempatan sekali lagi untuk tak membiarkan Ibunya pergi.

Namun sia-sia, Adya bahkan merasa kakinya lemas, kakinya seperti berubah jadi jelly. Namun Adya mana mungkin menyerah secepat itu. Gadis muda itu berusaha sekuatnya lagi, mencoba berlari ke arah jalan raya yang terlihat senggang, sampai tanpa ia sadari, ditengah hujan itu lampu mobil menyoroti dirinya, Adya bahkan tak sempat untuk sekadar menyelamatkan dirinya sendiri saat mobil itu melaju cepat kearahnya, gadis muda itu malah pasrah dan memilih berjongkok di tengah jalan itu.

Namun tak ada hal buruk terjadi, saat menyadari jika dirinya masih hidup tanpa ada luka sedikitpun Adya cepat bangkit dan hendak pergi menyusul Ibunya lagi. Namun seseorang yang baru saja keluar dari mobil mencekal tangannya.

"Nak, kamu mau kemana hujan hujan begini? Kamu bahkan hampir saya tambak barusan," seorang wanita yang terlihat seumuran dengan Ibu Adya bertanya dan terdengar khawatir.

Namun Adya tak mengindahkan pertanyaan wanita itu, Adya malah fokus ke depan untuk tetap mencari Ibunya, ah sial, Ibunya sudah tidak kelihatan.

"Maaf nyonya, saya minta maaf, tolong lepaskan tangan saya, saya harus mengejar Ibu," Adya mencoba melepaskan cekalan wanita itu, namun wanita itu malah senang memperhatikan Adya.

No Longer MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang