Berkenalan

72 13 2
                                    

Dahi mara berkerut dalam mendapati pertanyaan Lili. “Memang siapa?” 

“Astaga Mara.” Lili penepuk dahinya, terheran-heran dengan temannya itu. “Dia itu Agas.”

Mara mengingat nama yang disebut oleh Lili. Dia merasa sering mendengar nama itu, tetapi dia lupa. Memutar memorinya, dia mencoba mengingat. Akhirnya dia menemukan kepingan ingatannya. “Agas yang sering kamu ceritakan?” tanyanya memastikan.

“Iya. Dia pria yang sering aku ceritakan, tetapi kamu tidak pernah memedulikan ceritaku.”

“Karena memang tidak penting.” Mara menjawab dengan menyelipkan senyuman. Dia sering mendengar Lili menceritakan banyak pria tampan, jadi dia membuatnya malas mendengarnya. 

“Ich … kamu benar-benar!” Lili menatap malas pada Mara. 

Tangan Mara langsung merangkul bahu Lili. “Baiklah, aku dengar.” Tidak ingin Lili marah, Mara membujuk.

“Dia itu idola kampus kita. Semua wanita menyukainya—“

“Kecuali aku,” potong Mara seraya melepaskan tangannya yang bertengger di bahu Lili. 

Lili mendengus kesal dan membuat Mara tertawa. “Baiklah, lanjutkan,” pintanya. Mara beralih melihat-lihat buku sambil mendengarkan Lili bercerita. 

“Namanya Raydan Agastya, panggilannya Agas. Dia idola kampus kita. Semua wanita berlomba mengejarnya.”

Memangnya tidak lelah mengejar?

“Banyak wanita yang sudah menjadi kekasihnya. Aku dengar mantan kekasihnya adalah anak-anak pejabat yang kuliah di kampus kita. Ada juga anak Dosen dan masih banyak lagi yang menjadi mantan kekasihnya.”

Apa predikat kekasih seorang Agas itu membanggakan? 

Mara tidak habis pikir kenapa orang mau menjadi kekasih pria playboy seperti itu. Namun, ingatannya kembali pada wajah tampan yang dilihatnya. Dia membenarkan ucapan Lili jika pria itu adalah incaran semua wanita.

“Bagaimana mereka tidak ingin menjadi kekasihnya, jika dia memang setampan itu.” Lili mengingat jelas bagaimana wajah tampan Agas tepat berada di hadapannya. Biasanya dia hanya melihat dari kejauhan wajah tampan dan membuatnya terpesona.

“Sudahlah, dia tidak akan tertarik denganmu.” Mara mengakhiri khayalan Lili dan seketika membuat Lili terkulai lemas. 

Mara hanya bisa tertawa dalam hati. Kemudian dia mengajak Lili untuk membayar buku yang ingin dia beli. Mereka berdua mengantre di depan kasih untuk membayar buku yang mereka beli. Sampai saat giliran mereka melakukan transaksi, Mara memberikan kartu ATM berwarna biru pada kasir untuk melakukan pembayaran.

“Li … “ panggil seseorang dan membuat Lili menoleh. 

“Tara.” Lili tersenyum melihat teman SMA di toko buku yang sama dengannya. Pembayaran yang sudah selesai membuatnya bergeser dan bergantian dengan pengunjung lain. 

“Kamu mencari buku di sini?”

“Tidak aku mencari sepatu ke sini.” Lili menjawab nyeleneh pertanyaan Tara. Mara yang mendengar jawaban temannya, menggeleng dan tersenyum. 

Tara tersenyum mendengar jawaban Lili. Teman SMA-nya itu memang masih tetap sama, humoris. Di saat bersamaan, mata Tara beralih pada gadis yang berdiri di samping Lili. 

“Siapa?” tanyanya pada Tara. 

“Oh … kenalkan ini Mara, teman satu kelas aku,” jawab Lili. Kemudian dia beralih pada Mara. “Ra, kenalkan ini Huntara.” 

Tara mengulurkan tangannya pada Mara. “Huntara,” panggil saja Tara.

“Aymara,  panggil saja Mara.” Dia menerima uluran tangan Tara.

“Tan, sudah selesai bayar?” Suara pria dari balik tubuh Tara terdengar.

Tara menoleh dan membuat dua wanita itu memiringkan tubuhnya karena pria itu tertutup oleh tubuh Tara.

“Agas,” ucap Lili lirih menyenggol tubuh Mara. Dia senang sekali pria itu menghampirinya. 

Mara yang melihat pria di balik badan Tara, mengenali jika itu adalah pria yang tadi menjelaskan tentang aroma buku. Pria yang diceritakan Lili sebagai seorang  idola di kampusnya. 

“Ini aku baru akan bayar.” Tara menjawab seraya menunjukkan buku yang berada di tangannya. 

Senyum Agas tertarik di sudut bibirnya saat melihat wanita yang ditemuinya tadi. “Siapa?” tanyanya pada Tara. 

Tara melirik malas pada Tara. Melihat bagaimana Agas menatap Mara, dia menyadari ada ketertarikan dari Agas. “Kenalkan ini Lili-teman SMA aku dan ini temannya Mara.” Tara menjelaskan seraya menunjuk Lili dan Mara bergantian. 

“Raydan Agastya.” Mengulurkan tangan pada Mara lebih dahulu.

“Mara,” jawab Mara menerima uluran tangan Agas. 

“Hanya Mara?” Agas tersenyum dan menatap lekat wajah Mara.

“Calista Aymara.” Dengan malas Mara menjelaskan nama panjangnya. 

“Aymara.” Agas melafalkan nama Mara. Senyumnyan Agas tertarik di sudut bibirnya saat berkenalan dengan wanita cantik yang ditemuinya tadi. 

“Aku Lili.” Lili begitu antusias berkenalan dan mengulurkan tangan dan membuat Agas melepaskan tangan Mara dan beralih pada Lili. Namun, pandangan Agas tak lepas dari wajah cantik Mara. 

Mara yang melihat Agas menatapnya, merasa tidak suka. “Kami permisi dulu, ya.” Mara buru-buru mengajak Lili dan berpamitan sebelum mendapat jawaban dari Agas dan Tara. Dia menarik tubuh Lili untuk pergi dari toko buku. 

Magnetic Love (Berlanjut Di KBM )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang