Keluar dari kelas, Mara dan Lili menuju ke kantin. Sepanjang perjalanan, Lili terus saja mencecar bagaimana pertemuan Mara dengan Agas. Mara benar-benar malas menceritakan pertemuan menyebalkan tadi pagi, tetapi Lili terus saja mencecarnya.
“Kita makan dulu. Butuh energi saat harus menceritakan pria menyebalkan itu.” Mara mencari tempat duduk. Dia memesan satu mangkuk bakso dan satu gelas es teh manis, sedangkan Lili memesan satu mie ayam dan satu es jeruk.
“Ayo cepat ceritakan bagaimana pertemuan tadi.” Lili begitu penasaran.
“Dia menabrak aku tadi. Hingga membuat buku-bukuku jatuh.” Mara menceritakan dengan kekesalannya. “Sepertinya tadi dia terlambat masuk ke kelas, jadinya dia buru-buru.”
“Ya … Tuhan, kamu beruntung sekali. Andai saja aku yang ditabrak.” Lili memejamkan matanya membayangkan jika Agas menabrak dirinya. “Setelah itu aku dan dia saling dekat.” Imajinasinya berputar membayangkan pertemuan selanjutnya seperti di film-film.
“Mbak Lili kesurupan?” tanya anak penjaga kantin yang mengantarkan makanan milik Mara dan Lili.
Mara seketika tertawa mendengar ucapan anak penjaga kantin. “Iya, dia kesurupan,” imbuhnya.
Lili yang sedang asyik membayangkan seketika buyar. Membuka matanya, dia menatap tajam. “Enak saja ….”
Anak berusia lima belas tahun itu langsung kabur. Dia takut karena Lili menatap tajam padanya. Dia buru-buru meninggalkan meja Lili dan Mara.
Mara yang berada di hadapan Lili terus tertawa. Hingga membuat suaranya terdengar oleh di sekitarnya. Beberapa pria memperhatikan Mara yang tampak cantik saat tertawa.
Deretan giginya yang tersusun rapi, terlihat menambah indah tawanya.
Walaupun Mara bukan wanita tercantik di kampus, tetapi banyak pria yang memerhatikan.
“Kamu sama saja!” Lili meraih sumpit dan mulai memakan makannya.
Tak mau membuat temannya kesal,Mara memulai makannya. Dengan lahap mereka berdua menikmati makannya sambil menceritakan beberapa tugas kuliah.
Dua pria datang ke kantin. Mereka melihat ke sekeliling untuk mencari kursi kosong. Jam makan siang memang membuat kantin penuh, hingga sulit mencari kursi kosong.
Saat mata memandang ke segala arah. Satu tempat menjadikan magnet tersendiri hingga membuat langkah kaki tertarik ke sana.
“Hai, Ay,” sapa Agas pada Mara. Tara yang mengikuti langkah Agas mendapati temannya itu menghampiri Mara dan Lili. Dia hanya bisa menggeleng.
Mara menengadah. Sebenarnya dari panggilannya, Mara sudah tahu siapa yang memanggilnya seperti itu, tetapi dia ingin memastikan lagi, dan dugaannya benar, dia adalah Agas-pria menyebalkan yang ditemuinya tadi pagi.
“Mara saja yang disapa?” tanya Lili cemberut kesal.
Agas beralih melihat Lili. Karena tidak mau terlihat menyapa Mara saja, Akhirnya Agas menyapa Lili.“Hai, Lili.” Suara Agas begitu terdengar merdu, hingga membuat Lili terpesona. “Boleh kita gabung?”
“Boleh-boleh,” ucap Lili cepat.
Mara menatap malas dan mengabaikan Agas begitu saja. Tanpa menunggu persetujuan, Agas menarik kursi di samping Mara dan langsung duduk.Lili masih terus terpesona dengan melihat sang idola duduk di hadapannya. Tara yang duduk di samping Lili menepuk bahu Lili.
“Makan yang benar!”
“Tidak Mara dan tidak juga Tara, mereka berdua sama saja merusak kesenangan,” gumam Lili. Dia kembali memakan makanannya.
“Mau pesan apa, Gas?” tanya Tara. Menatap Agas yang duduk di hadapannya.
“Bakso saja,” jawab Agas. Tangan Agas meraih gelas milik Mara dan meminumnya. Rasa manis lipstik Mara yang menempel di sedotan membuat Agas merasakan sedikit bibir manis Mara.
Mata Mara membulat sempurna. Dia kesal sekali melihat minumnya diambil. Dengan kesal, tangannya meraih gelas milik Lili. “Li, minta minumnya.”
Belum sampai tangan Mara ingin meraih gelas milik Lili, Agas memberikan minuman milik Mara.
“Ini punya kamu.”
“Aku tidak mau!”
“Kenapa?”
“Bekas kamu.”
Agas terkesiap mendengar ucapan Mara. Baru kali ini Agas ditolak. Di saat semua wanita berlomba untuk menciumnya dan mungkin berbagi minuman dengannya, gadis di sebelahnya justru tidak tertarik sama sekali.Tara yang melihat adegan di hadapannya menahan tawa. Reputasi seorang Agas sedang pertaruhkan. Seorang playboy di kampusnya, terang-terangan ditolak.
“Kalau begitu aku akan pesankan lagi.” Bersamaan dengan pelayan yang memberikan makanan pada Agas dan Tara, Agas memesan kembali es teh manis untuk Mara.
Mara tidak memedulikan Agas. Dia melanjutkan makannya dan saat selesai dia mengajak Lili pergi. Dia sudah malas duduk dengan Agas karena beberapa wanita menatapnya.
“Ay, kenapa pergi?” Suara Agas terdengar memanggil Mara.
Langkah Mara terhenti. Dia melihat ke sekeliling dan benar dugaannya, ternyata semua mata tertuju padanya. Nama 'Ay' yang Agas sempatkan menggambarkan kata 'ayang' yang artinya sayang. Jadi semua orang pasti akan mengira Mara adalah kekasih Agas.
“Nama aku Mara.” Mara berbalik dengan menjelaskan dengan tegas. Dia tidak mau orang di sekitar salah paham.
“Iya, Ay-Aymara.”Agas melafalkan nama Mara dengan memberi jeda, seolah memberikan penegasan nama tidak bermakna ganda seperti yang dipikirkan Mara.
Pipi Mara menghangat, menyemburkan rona merah. Wajahnya yang putih membuat warna itu terlihat. Malu sekali mengira Agas memanggilnya 'ayang' padanya.Karena tidak mau berlama-lama akhirnya dia berlalu meninggalkan Agas dan Tara begitu saja. Tangannya menarik Lili yang masih bingung akan dibawa ke mana oleh Mara.
Langkah Mara sampai di perpustakaan. Tempat di mana Mara suka kunjungi. Lili yang mengikuti Mara masih begitu penasaran, kenapa Mara pergi begitu saja.
“Kenapa kamu pergi saat Agas datang?”
“Malas.” Mara menjawab seraya memilih-milih buku.
“Awas, malas-malas nanti kamu suka!” goda Lili tersenyum penuh arti.
Mara menoleh. “Suka pria playboy itu maksud kamu?” tanyanya seraya mengedikkan dagunya.
“Iya siapa lagi.”
“Dia playboy dan aku tidak mau terjebak dengannya.” Tidak dipungkiri ada rasa kagum akan ketampanan Agas di hati Mara , tetapi dia tidak mau terpikat dengan Agas yang terkenal playboy. Dia takut jika harus berpacaran dengan seorang playboy.
“Tenanglah, kita ini bukan seleranya, karena yang biasa dicari Agas adalah wanita kaya dan cantik.” Lili sudah banyak tahu tentang Agas. Dari semua mantan Agas adalah jajaran wanita kaya dan cantik di kampus.
Aku tidak boleh percaya diri saat melihatnya mendekati aku karena suka. Bisa saja tadi hanya kebetulan. Lagi pula tadi kantin juga sedang sangat penuh.Mara berpikir terlalu dini untuk berpikir Agas menyukainya. Malu sekali terlalu percaya diri Agas menyukainya, tetapi dia akan berusaha menjaga hatinya agar tidak terjebak pesona seorang Agastya.
***Agas yang melihat Mara pergi, tersenyum. Wajah cantik Mara dengan rona merah begitu membuatnya terpesona. semakin membuatnya penasaran dengan gadis ditemuinya di toko buku kemarin itu.
“Dia tidak punya mobil, dia tidak tinggal di kos elit, dan dia bukan dari anak pejabat.” Suara Tara mengisi keheningan saat makan.“Sepertinya kamu sudah mencari informasi lengkap.”
“Yang jelas dia buka seleramu.” Tara menyindir Agas yang sudah terkenal dengan memilih pacar dari kalangan atas.
Agas tersenyum menjawab ucapan Tara. Walaupun Mara bukan tipenya, tetapi ada daya tarik tersendiri yang dia rasakan.
“Kita lihat saja nanti.” Agas melanjutkan kembali makannya dan memikirkan cara untuk mendekati Mara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magnetic Love (Berlanjut Di KBM )
RomansaRaydan Agastya-mahasiwa kedokteran di salah satu Universitas di kota Malang. Pria tampan yang banyak memacari wanita kaya di kampusnya, kini terpesona dengan Calista Aymara-wanita sederhana yang menyimpan kecantikannya dalam kepolosan wajahnya. "Bia...