CHAPTER TIGA

445 81 10
                                    

Ini castnya yaw. Kl punya bayangan masing-masing jg gpp, bebas😉


***

Pernah suatu hari saat umurku 7 tahun, Haru melarangku untuk bermain bersama teman-teman yang untungnya mereka tidak sedang menunggu di luar rumah.

Bocah kecil itu tidak mau aku kemana-mana. Katanya, aku hanya boleh bersamanya. Saat itu, rasanya aku ingin mengamuk, namun aku juga tidak ingin dimarahi oleh ibu karena marah-marah tidak jelas. Apalagi jika tau alasannya berhubungan dengan Haru.

Perasaan itu datang lagi saat ini. Rasanya frustasi sekali menghadapinya. Terbelenggu dalam keinginannya sungguh sangat menyiksa.

Saat ini, aku sedang bengong memikirkan bagaimana caranya agar bisa terlepas dari kamar dan bila perlu kehidupan Haru.

Asal mula aku bisa bersamanya saat ini, berawal ketika jam menunjukkan pukul 5. Aku baru saja turun dari ojek online, dan entah dari mana datangnya, Haru tiba-tiba menarikku masuk ke dalam rumah dan menyuruhku diam di sofa kamarnya. Entah apa yang dipikirkannya saat itu, tidak ada yang tahu.

"Haru, aku harus mandi." Helaan napas terdengar begitu aku selesai berucap. Tatapan lelahku tertuju pada laki-laki jangkung yang sedang fokus dengan ponselnya.

"Gak boleh." sahut dia ketus.

"Kenapa?"

Dia melirikku sebentar, "Nanti Kakak gak balik lagi."

"Jangan berpikiran sempit Haru. Alasan buat kabur dari kamu aja aku gak punya," ucapku pelan.

Pandangan Haru sepenuhnya tertuju padaku. Dia menyimpan ponselnya di nakas. Kemudian bangun dari ranjangnya mendekat padaku. Tangannya terulur. Ekspresinya berubah. Lebih baik dari sebelumnya.

"Kalo gitu, ayo. Aku antar Kak Lian sampai depan rumah." Senyumnya terbit begitu aku menyambut uluran tangannya. "Maaf, aku selalu egois. Gak mikirin perasaan Kakak, cuma mikirin perasaan aku aja."

Aku menoleh. Tanganku yang lain mengusap kepalanya. "Gak apa-apa. Tapi jangan diulangi lagi."

Haru 18 tahun, dan Haru 3 tahun tidak ada bedanya. Sama-sama tidak ingin ditinggalkan, sama-sama memiliki ego setinggi langit. Entah menurun siapa dia mempunyai sifat seperti itu. Salahku juga sepertinya yang selalu mengalah dan terus berada di sisinya.

Langkah kami terhenti begitu sudah sampai di depan pintu rumah yang aku dan ibu tinggali. Tangan Haru masih membungkus tanganku yang tidak seberapa besar dalam genggamannya.

"Sekali lagi maaf ya." Haru melepaskan tautan tangan kami. "Kak Lian boleh pergi kalo mau. Tapi cuma sebentar aja."

Aku tidak menjawab. Hanya tersenyum, kemudian masuk ke dalam rumah setelah menatap matanya sekitar 30 detik. Bingung dengan perasanku saat ini. Hah sudahlah. Lebih baik mandi, agar pikiran aneh hilang terbawa air.

Baby, Haru [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang