Refleksi : Papa

2.9K 309 15
                                    

Moon Taeil

Kim Doyoung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kim Doyoung

Kim Doyoung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

" Papa! " seorang anak laki - laki tengah menangis di dalam tidurnya. Air mata yang mengalir dengan deras, disertai dengan teriakannya yang penuh pilu. Bukan tanpa alasan, ia tengah memimpikan Papa meninggal untuk selamanya.

Pria paruh baya yang tengah tertidur dengannya langsung terbangun. Ia adalah Papa, satu - satunya keluarga yang anak tersebut miliki. Pria itu sudah hafal betul bagaimana takutnya sang putra bila ia lenyap dari dunia.

" Doyoung, Papa masih di sini. Tenang lah. " kata Papa seraya mengambil mainan favorit putranya yang tengah menangis itu lalu dimainkan guna menghiburnya agar melupakan sejenak mimpi penuh ketakutan.

Tatkala itu juga Doyoung terdiam. Jejak air mata memang masih terlihat jelas pada pipi putihnya.

Kepergian Papa itu adalah ketakutan terbesar dalam hidup Doyoung. Tidak ada hal yang lebih ia inginkan dari pada hidup bersama Papa untuk selamanya.

Anak kecil itu tumbuh besar menjadi pria dewasa dengan wajah manis nan tampan. Matanya yang secerah pantulan air laut dilengkapi dengan senyum sehangat matahari pagi. Menjadikan Doyoung pria yang bisa dikatakan memiliki fisik yang sempurna. Namun kesempurnaan tidak menjamin kebahagiaan dalam hidupnya.

Ia menikah dengan seorang pria bernama Moon Taeil. Pria yang berani menentang keluarganya sendiri demi Doyoung dan menjadikannya istri sekaligus menantu keluarga Moon.

" Kakek, Nenek, Ibu, dan Ayah terima kasih telah menerimaku di keluarga kalian. Tolong bantuannya! " ucap Doyoung sembari membungkuk seraya duduk. Memberi penghormatan untuk keluarga suaminya. Walau Doyoung sudah melakukan dengan sopan, mereka sama sekali tidak menggubrisnya. Menatap Doyoung saja enggan, hanya satu yang tidak.

Adik Taeil, Winter. Gadis kecil berusia sekitar 10 tahun itu tersenyum hangat kepada Doyoung.

" Mulai sekarang aku memanggilmu kakak, ya? " tanya Winter disertai ulasan senyum yang menggemaskan.

Dari lubuk hatinya, Doyoung sangat bersyukur bahwa Winter ada di sini sekarang.

•••

Doyoung's pov

Setelah sapaan hormat yang sangat canggung terjadi. Suamiku; Moon Taeil mengajakku untuk berkeliling rumah sebentar. Menunjukan betapa luasnya rumah yang akan aku huni sekarang. Dengan perasaan gugup aku selalu mengikuti langkahnya yang terkesan tenang dan santai.

" Cerialah, Doyoung. " kata Taeil tiba - tiba.

" Lama kelamaan mereka akan menerimamu. " lanjutnya guna mengiburku.

Aku menunduk, menatap kaki yang saling bersusulan saat berjalan. " Ya. " jawabku singkat tanpa berpikir panjang.

Hingga kami tiba di salah satu kamar dengan pintu terbuka. Menampakan sepasang manusia tengah duduk memunggungi kami berdua.

" Doyoung, perkenalkan itu adalah Nenek dan Kakek buyutku. Karena sudab sepuh, mereka tidak hadir di upacara pernikahan. " ujar Taeil hangat.

" Kakek buyut, Nenek buyut, perkenalkan ini istriku. Doyoung. "

Lantas aku kagum, segera ku bungkukan diri untuk memberi sapaan sopan seperti tadi.

" Selamat siang Nenek buyut dan Kakek buyut. " sapaku. Mereka berdua menoleh, sang Kakek nampak tersenyum tipis, sedangkan Nenek buyut hanya memandangiku hangat. Mereka tak mengucapkan sepatah kata pun hingga akhirnya suamiku mengajakku untuk pergi.

•••

Aku melihat Ayahku tengah terbaring di rumah sakit, dengan keadaan lemah tak berdaya. Wajahnya lebih tirus dari biasanya, tiba - tiba orang paling berjasa dalam hidupku itu memanggil namaku.

" Doyoung.. "

" Papa! Aku di sini! " jawabku sembari menggenggam tangannya dengan erat. Tak lupa air mata yang sudah berlinang tanpa diperintah.

" Hidup lah bahagia dengan Taeil, ya? " ujar Ayah dengan suara seraknya. Tak lama kemudian, ku lihat matanya sudah terpejam dengan nafas yang menghembus untum terakhir kalinya.

" Papa! "

Aku menangis keras, ku teriakan nama Papa berharap bisa memanggilnya lagi untuk kembali.

Doyoung's pov end

Taeil yang tengah terlelap langsung terbangun kala Istrinya kembali mengigaukan mimpi terburuk yang ia alami.

Ia melihat Doyoung menangis dalam tidurnya. Dengan tatapan sendu, Taeil berkata. " Kamu memimpikan itu lagi, ya? "

Doyoung perlahan mulai tersadar. Ia membuka matanya, menatap Taeil dengan pandangan buram dan langsung bangun membuat posisi duduk.

" Maaf, " ujar Doyoung tak enak.

Pria manis itu menunduk, " Aku selalu memimpikannya.. " Doyoung lantas mendekap tubuh hangat suaminya dengan erat. Dengan senang hati Taeil membalas itu, ia mengusap pelan kepala belakang Doyoung. Mengatakan bahwa itu bukan masalah sekaligus memberi kata - kata penenang.

Dan malam itu pun menjadi malam sekaligus hari buruk seperti biasanya.

•••

short story lagi hayuk 🙋‍♀💗

refleksi ⚝ ilyoung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang