ALEXITHYMIA

3 0 0
                                    


(n) - a / le / xi / ti / mi / a

ketidak-mampuan mengekspresikan perasaan

---

"All you have to do just being stronger Cha!" aku menepuk dadaku. Berusaha menenangkan segala emosi yang berkecamuk di dalam benakku. Sekali lagi, aku lelah. Belakangan urusan kantor membuat isi kepala dan hatiku tidak stabil, berungkali menahan tangis karena merasa lelah sendirian. Hanya mantra dan tepukan pudak oleh diriku sendiri yang menenangkan. Acha adalah manusia dengan love language berupa sentuhan ini pada akhirnya mencoba menemukan tenang dari diri sendirinya. Keadaan Ibu yang semakin menurun membuatku tak memiliki pilihan selain menjadi kuat dalam banyak hal. Mau minta semangat pada siapa? Dunia sedang berantakan. Jangan egois.

"Jangan egois Cha, please! Semua orang sedang berkutat dengan dunianya, semua orang juga sedang mengupayakan dirinya untuk baik-baik saja di depan Ibu. Lo jangan egois Cha, lo bisa Cha!" malam ini berulang kali Acha merapal mantra itu di benaknya. Berulangkali aku memilih untuk tidak menyuarakan isi hatiku kepada siapapun. Menelannya lagi dan berpura-pura baik-baik saja.

---

"Ibu, besok Acha cuti, Acha yang temenin Ibu kemo ya?" aku mengelus tangan Ibuku yang semakin hari semakin kurus. Tangan yang dulu tidak pernah beristirahat untuk mengasuhku dan teteh, yang tidak pernah berhenti membereskan banyak hal di rumah ini. Aku menahan sesak di dada.

"Ibu boleh ngga kalau menolak kemo, dek?" tanya ibu lirih. "Ibu sudah capek, Ibu ngga kuat harus kemo lagi" lanjut beliau. Aku terdiam. Mencoba merangkai kata sebaik mungkin.

"Ibu, Acha tadi pulang kerja di jalan liat perempuan belanja di pasar sore sama ibunya. Acha pengen, Bu. Acha kangen belanja sama Ibu" suaraku mulai bergetar, tapi aku menguatkan diriku. Jangan menangis Acha. "Acha pengen Ibu sehat lagi, nanti kita jalan-jalan lagi sama Ayah, sama Teteh. Mau ya Bu?" aku melanjutkkan kalimatku. Ibu hanya mengelus puncak kepalaku. Satu tetes air mataku luruh.

Ibuku bukan ibu yang romantis, beliau tidak pernah memberikan bahasa kasih berupa sentuhan kepada anak-anaknya. Ibu adalah orang yang menunjukkan cintanya dengan banyak pengorbanan dan tindakan. Itu sebabnya, air mata yang sudah kubendung mati-matian sejak tadi tumpah juga pada akhirnya. Mungkin ini adalah kali pertama Ibu mengelus puncak kepalaku setelah aku dewasa.

"Sekali ini aja ya Bu? Kalau setelah kemo besok Ibu ngga kuat, Acha janji ngga akan paksa Ibu lagi. Mau ya Bu?" aku memohon dengan air mata yang sama sekali tidak mau berkompromi lagi dengan otakku. Ibu mengangguk.

Aku mengirimkan pesan kepada kakakku yang sedang business trip ke Surabaya, mengabarkan bahwa besok Ibu akan menjalani kemo ke 6 kali untuk seri keduanya.

Natasha Gunawan : Teh, besok Ibu mau kok buat kemo. Nanti aku sama ayah yang anter.

Carissa Gunawan : Besok naik taksi aja, kalau bawa mobil sendiri kan repot. Biar kamu bisa bantu Ayah gendong Ibu dari dan ke kursi roda.

Natasha Gunawan : Iya teh. Teteh telepon ibu ya nanti kalo sudah kosong.

Carissa Gunawan : Oke

Aku menghela nafas sekali lagi. Mencoba mengatur emosiku. Mencoba untuk tidak mengeluh. Satu pesan masuk ke ponselku.

Ricky Hartanto : Cha lagi repot ngga?

Natasha Gunawan : Ada apa, Ky?

Ricky Hartanto : Gapapa Cha, kok kamu udah lama ngga ngajakin aku kondangan sih Cha?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CARAPHERNELIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang