Sial
Sial
Sial.
Tak henti-hentinya aku memaki setelah mendapat telepon dari Handra, sahabatku.
Bagaimana bisa gadis bodoh itu terjebak didalam perpustakaan sekolah disaat hujan lebat begini.
Sial
Lagi-lagi aku bersumpah serapah saat gerbang sekolah tertutup rapat. Aku mendengus sambil melihat jam tanganku yang menunjukkan pukul 07.15 malam. Kutolehkan kepalaku untuk mencari satpam sekolah kami yang aku yakin sudah pulang sejak tadi.
Merasa sedikit putus asa, Aku mengguncang pagar tinggi sekolahku sambil berteriak memanggil nama Handra.
Kepanikan ku semakin menjadi saat hujan semakin lebat dan gemuruh petir mulai bergema. Aku menahan napasku sampai aku terengah karena paru-paru ku sesak. Itu yang sering aku lakukan jika aku dalam kepanikan yang luar biasa. Rasanya otak pintarku semakin tak berfungsi ketika mengingat Handra yang phobia dengan petir dan guntur menangis sendirian diruang perpustakaan yang sepi.
Aku menengadah melihat pagar yang menjulang tinggi dihadapanku, mengusap wajahku sekali yang penuh dengan tetesan air hujan. Aku memutuskan untuk memanjat pagar tinggi ini.
Ntah keberanian dari mana aku mulai melompat dan merambati pagar dengan tinggi hampir dua meter setengah itu ditengah hujan lebat yang membuat tubuhku menggigil.
"Akh" Aku meringis saat lututku tergores jeruji pagar ketika melompat kebawah. Aku memejamkan mataku saat rasa ngilu dari lompatan ku yang mendarat kurang tepat dan juga rasa nyeri dan perih dari luka goresan yang aku yakin mengeluarkan darah yang cukup banyak.
Berdiam diri beberapa detik untuk menetralisir sakit dikakiku. Setelah itu aku langsung berlari melewati halaman sekolah ku yang gelap untuk menuju perpustakaan sekolah dilantai empat.
Lariku mulai memelan dan napasku mulai tak beraturan ketika kaki ku menginjak tangga terakhir yang membawaku tiba dilantai empat.
"Handra!"
Dengan Suasana yang gelap dan dengan tubuh yang menggigil aku berteriak memanggil nama Handra yang ntah berada diruangan sebelah mana.
Disituasi seperti ini aku menyesali mataku yang minus sehingga tak bisa melihat dengan jelas keadaan didepanku.
"Handra!" teriak ku lagi.
"Fifi, g-gue d-di sini"
Suara sesenggukan itu membuatku terpaku, itu suara Handra.
"Handra, lo dimana?! Lo denger gue kan?" Aku berteriak sambil meraba dinding untuk mencari saklar lampu lantai empat.
Sial,
Aku melupakan kalau listrik sedang mati karena hujan lebat ini.
"Fi huhuhu, g-gue t-takut, "
"Sstt, jangan nangis. Gue lagi ada didepan perpustakaan ini." teriakku saat aku berhasil menemukan pintu perpustakaan.
Aku meraba pintunya dan untungnya pintunya tidak terkunci. Dalam hati aku bersyukur karena ketidak telitian penjaga perpustakaan yang lupa mengunci nya.
"Han"
"Handra!" teriakku langsung berlari kearah Handra yang meringkuk disudut rak buku dengan tampilan yang tak bisa aku jelaskan karena ruangan yang gelap.
"Ssttt, ada gue Han, " bisikku ditelinganya mencoba menenangkannya yang masih sesenggukan.
Dapat aku rasakan tubuhnya gemetar hebat, dia ketakukan. Aku memeluknya lega. Tak memperdulikan bajuku yang basah.
"F-fi" racaunya bergetar.
Aku memeluknya makin erat untuk memberinya ketenangan sebisaku.
-
Tbc.
210317
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Persahabatan
Teen FictionCerita ini tentang Fita yang memiliki sahabat terbaik dihidupnya. Yang sayangnya mendapat penolakan dari seluruh dunia tentang sahabatnya. Bahkan, Termasuk kekasihnya sendiri. Lalu apa yang akan dilakukan Fita? Memilih sahabat karibnya atau kekasih...