Seketika, langit sore itu berubah menjadi mendung. Gemuruh hujan keluar dari langit mendung. Orang-orang semakin mempercepat laju kendaraanya, termasuk Bara.
Beberapa detik, hujan semakin deras. Petir mengkilat-kilat menyambar jalanan. Hampir semua orang meminggirkan motornya ke pinggiran jalan.
Tanpa berbicara kepadaku, Bara langsung membelokkan setir motor ke cafe. "Kita berhenti dulu ya. Hujan deras kayak gini mending kita minum kopi."
"Lagian siapa juga yang mau meninggal kesambet geledek." Jawabku dengan muka bercanda.
Kita berteduh di cafe yang berkonsep minimalis. Warna krem cat temboknya meneduhkan mata. Tulisan-tulisan bijak tertempel di dinding dengan rapi. Barista tampan di seberang sana sedikit menyilatkan ke arahku. Matanya berkedip sekali.
"Mau pesan apa kak?" Tanya barista tampan kepada Bara yang sedang membaca daftar menu.
"Macchiato coffe sama---" Dia berhenti sejenak dan menoleh ke arahku. "Kamu mau yang apa?"
"Matcha." Jawabku dengan cepat.
"Oke, jadi satu machiato coffe, satu matcha ya kak." Tegas barista tampan sambil mengetik di layar monitor. "Silakan duduk dengan nomor meja 5 ya kak. Totalnya 25 ribu."
Bara menjulurkan uang dua puluh lima ribu ke kasir. Kemudian barista menyodorkan papan nomor meja kepada kami. "Ditunggu ya!"
"Iya kak, terima kasih." Jawab Bara sambil menerima papan nomor yang diberikan barista.
Kami memilih tempat duduk di pinggir jendela. Angin yang dingin berkelibatan menyelimuti tubuhku. Aku menggeram dan memeluk tubuhku dengan tangan dinginku. Setidaknya sweater putih yang kupakai cukup mengahangatkan tubuhku sedikit.
"Lagian siapa suruh memilih duduk di pinggir jendela." Pekik Bara.
"Gak papa, aku memang suka yang dingin-dingin. Kayak kamu pas lagi main game." Jawabku ketus.
"Hih ngaca deh, kamu kalau nonton drakor juga balas chat lama—"
"Tapi aku masih balas yaaa, gak kayak kamu. Seharian main game sehari gak ngabari."
Aku memang tak suka berdebat, namun entah mengapa jika berdebat dengan Bara bibirku selalu lancar berbicara. Pelayan membawa nampan menghentikan perdebatanku dengan Bara.
"Ini meja nomor 5 ya kak?" Dia bertanya memastikan. "Satu matcha dan satu machiato coffe ya..." Katanya dengan menyunggingkan senyum ramahnya. "Selamat menikmati kak."
"Terima kasih kak." Jawab Bara.
"Mohon maaf kak, saya mau tanya, password wifi-nya apa ya kak?" Tanyaku sambil memagang Hp.
"Kasih tau gak yah."
"Iya lah mbk, saya cuma punya paket chat aja nih." Jawabku dengan sopan namun nadaku memaksa.
"Loh itu password-nya kak, kasihtaugakyah."
"Oh kirain masnya ngajak bercanda saya, terima kasih mas."
"Iya mbk, sama-sama. Saya permisi dulu ya. Selamat menikmati."
Setelah pelayan pergi, aku langsung memasukkan password ke wifi hp-ku. Tak cukup memasukkan pasword, pastinya aku juga membuka instagram, tik tok. Sejenak, rasa nyaman menghangatkan pikiranku.
Namun tiba-tiba saja kepalaku terjungkal ke kanan.
"Heh! Jadi kamu anggap apa aku di sini sayang?" Terdengar bentak Bara sambil mendorong kepalaku dengan satu jari ke belakang. "TERSA!"
KAMU SEDANG MEMBACA
GLUK DUM
Teen FictionTersa, pacar cowok ganteng kapten basket yang bernama Bara. Bara yang super duper dingin namun tidak pada Tersa. Ia sangat menyayangi Tersa. Sampai-sampai ia masuk SMA yang sama seperti Tersa. Namun tak disangka, semuanya berubah saat Tersa suka be...