Apel Katanya

1 3 0
                                    

Hari minggu ini tidak seperti hari libur biasanya buatku. Karena aku yang biasanya akan bangun siang, entah kenapa sejak pukul lima subuh sudah bangun dan tidak bisa tidur lagi. Alhasil, aku membersihkan wajah, mencepol tinggi rambutku dan pindah rebahan di sofa sambil bermain ponsel.

Ting!

Belum ada lima menit aku bermain dengan ponselku, sudah ada pesan masuk. Tak biasanya ada pesan masuk sepagi ini, kecuali pengumuman penting dari grup kelas. Aku membukanya, ternyata bukan dari grup kelas. Ini nomor di luar kontak. Dengan penasaran, aku membukanya.

+62*********

Hai, cantik! Gue di depan rumah lo, nih. Mau lo yang keluar atau gue yang masuk?

Gue tau lo udah bangun,

Siapa sih ini? Masih pagi udah bikin parno aja. Padahal baru jam 6 kurang loh ini. Aku berlari menuju balkon kamarku untuk memastikan isi pesan orang itu, barangkali hanya orang iseng.

Ternyata benar, sekitar tujuh meter dari samping gerbang utama terdapat seseorang duduk diatas jok motornya dengan helm off road.

Aku mencoba menebak kira-kira siapa yang datang ke rumahku sepagi ini.

siapa?

5 menit g turun gue ngucap salam di depan rumah lo!

Itu sebuah ancaman. Menyebalkan! Aku diancam oleh orang yang bahkan tidak kuketahui. Tapi nyatanya, aku dengan cepat berganti pakaian olahraga. Tak lupa aku menyambar topi, ponsel, dan earpods.

"Bu, Caramel pamit olahraga dulu, ya! " dengan cepat aku izin dengan bu Ju yang sedang berkutat di dapur. Aku bahkan sudah kabur sebelum mendengar jawabannya. Semoga saja bu Ju tidak melaporkan kelakuanku pada mama.

"Pagi, Pak! " sapaku pada pak Ju dan pak Rayan. Dengan sigap, pak Rayan membukakan pintu gerbang untuk aku lewati.

"Makasih, Pak, " ucapku tulus. Pak Rayan menggumamkan kata sama-sama membalas ucapanku.

"Mau olahraga, Mbak? " itu suara pak Ju. Dan aku hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Mari, Pak! " aku berseru sebelum benar-benar melewati gerbang.

Aku berlari perlahan menjauhi rumah, saat melewati manusia berhelm off road, aku tidak menghentikan langkahku. Hanya memperlambat laju lariku dan bergumam, "buruan ikut aku! "

Saat sudah dirasa agak jauh dari rumahku, dia mensejajarkan motornya dengan langkahku, "mau naik atau lanjut lari? "

Spontan aku berhenti begitu ingat siapa pemilik suara. Asem banget. Manusia berhelm fullface ini ternyata Adlar. Kalau ketahuan, alasan apalagi yang harus aku berikan pada kak Lio?

"Ayo! " mungkin Adlar kira aku berhenti untuk naik motornya.

"Ngapain kamu pagi-pagi ke rumah aku?" cecarku.

"Apel, " jawabnya singkat. Aku tidak mau menganggap serius, tapi apa daya kalau jantungku malah berpacu lebih cepat. Semua cewek juga pasti bakalan melting kalau sering dimanisin sama cowok sejenis Adlar.

"Mending naik dulu, deh! Pegal leher gue kalau noleh gini terus, " sewotnya.

Aku gak mau dibonceng Adlar. Aku gak mau cari masalah, jadi aku tetap bergeming dan menatapnya datar.

MELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang