Dwi

2 1 0
                                    

Tepat pukul tiga sore, bel tanda pulang berbunyi. Siswa siswi Varidian berhamburan keluar kelas. Moedeva merapihkan buku-bukunya sembari memakai jaket.

Ghaisan yang memang selalu rapi itu dengan santai memperbaiki ikatan rambutnya, sedari tadi ia sudah memasukan bukunya ke dalam tas hingga tidak harus ribut merapihkannya lagi ketika bel berbunyi, "Ayo San kita nyusul si Danur nanti dia marah lagi."

Dengan malas Ghaisan hanya menganggukkan kepala. Mereka berdua pun berjalan ke kelas matahari.

"Danur ga ada", ucap Ghaisan setelah melihat lewat jendela dan tidak menemukan sosok Danur. " Ck! emang dasar ya tuh anak!"

Moedeva langsung menelpon Danur.

Drrt drrt.

Suara getaran ponsel Danurdara berbunyi (mode silent) dia mengangkat dengan suara lirih.

"Apaan?", tanya Danur.

"Lo dimana?", Moedeva malah balik bertanya.

"Coba lo masuk kelas, jalan ke kiri dikit terus liat ke kanan.", jelas Danur masih dengan suara lemahnya. Mereka berdua masuk.

"Saraleo!" - Ghaisan.

"Badjingan!" - Moedeva.

Mereka kaget melihat Danur yang duduk terkulai lemas di bawah kursinya. Ghaisan cepat mengangkat badan Danur dan Moedeva membereskan tas nya. "Ayo cepat ke warung nasi."

Kata Moedeva, Ghaisan berlari sangat cepat sambil melancarkan peredaran darah Danur yang sempat terhenti karena tidak menkonsumsi apapun. Ghaisan berhasil keluar sekolah dan menemukan warung nasi, " Yosh! akhirnya sampai.

Angin pun berhembus kencang tak lama kemudian Moedeva pun sampai, angin yang tadinya kencang kembali tenang moedeva pun bergegas memesan makanan "Ibu, nasinya tiga pakai ayam ya jangan lupa di kasih kuah gulai nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angin pun berhembus kencang tak lama kemudian Moedeva pun sampai, angin yang tadinya kencang kembali tenang moedeva pun bergegas memesan makanan "Ibu, nasinya tiga pakai ayam ya jangan lupa di kasih kuah gulai nya."
. Ghaisan mendudukkan Danur dikursi tepi kiri warung.

Plak!

Ghaisan menampar pipi kiri Danur, Dia pun membuka mata perlahan dengan tatapan kosong, air matanya mulai bergelimang, tangannya memegangi pipi kiri yang tadi ditampar keras Ghaisan, ia bertanya dengan nada heran, "Kok wajah gue sakit?."

"Ahahaha tidak apa, mungkin itu perasaan lo doang, nih makan", kata Moedeva dengan wajah menahan tawa, ia menyodorkan makanan dan teh manis dingin, Mereka bertiga pun makan dengan lahapnya.

"Eh masih kurang tambah lagi satu!", kata Danur sambil mengacungkan jari telunjuknya. "Anjir makan lo kok banyak? gak biasanya."
Moedeva terheran, ibu warung nasi pun mengantar makanan ke meja Danur, "Teri- nyum nyum -makasih nyum Bu."

Danur berkata sambil mengunyah. Ibu warung tersenyum dan berkata, "Haha sama sama le, makannya pelan pelan aja ya."

"Jangan ngomong kalau mulut masih penuh, dasar JOROK!", seru Ghaisan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ABISATYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang