1

620 17 1
                                    

Rintik gerimis di luar rumah mewah keluarga Atmaja seakan mengejek suasana hati Amalia yang sedang berduka.
Amalia Atmaja adalah putri ke dua dari dua bersaudara keluarga Atmaja. Kakak perempuannya sedang kuliah di luar negri. Dia berencana menyusul kakak tercinta setelah lulus SMU. Namun rencana hanya tinggal rencana. Ayahnya punya rencana lain.

"Kenapa harus selalu aku yang di korban kan? apa karena fisik ku lebih kuat dari kakak, jadi ayah menyangka aku akan kuat menerima rencana mereka itu?"
Air mata Amalia menetes tanpa di sadarinya. Teringat kembali pembicaraannya dengan ayah dan ibu nya di ruang kerja ayahnya.

"Kenapa harus aku?"
"Karena kamu yang paling memenuhi syarat. kakakmu tidak mungkin. Semua sepupumu juga tidak mungkin. Jadi hanya kamu yang bisa."
"Aku tidak mau ayah. Aku punya banyak cita-cita yang mau aku kejar. Aku tidak mau berhenti sekarang dan menjadi simpanan seorang laki-laki."
"Kamu akan jadi istri sah nya. Bukan simpanan. Apa maksudmu dengan itu?"
"Mana mungkin jadi istri sah ayah? sedangkan sekarang dia memiliki tiga istri dan banyak selir. Kenapa kau harus menambahkan ku dalam antrian itu?"
Nada suara Amalia semakin meninggi.

"Ini adalah tugas dari keluargamu. Kau hanya harus patuh. Keluargamu sudah membesarkan dirimu dengan baik. Jadi patuhilah tugasmu."
Nada dingin bisa terdengar dari suara ayahnya. Amalia tidak pernah tau ayahnya memiliki nada suara seperti itu. Ini pertama kalinya dia mendengar nada perintah dari ayahnya.
"Tapi ayah, kenapa harus aku? Kenapa tidak kakak. Dia lebih tua dariku. Dia lebih berpengalaman dari diriku."
" Kakak mu sedang dalam masa akhir studinya. Jangan ganggu dia. dia di persiapkan untuk menjadi calon pemimpin perusahaan. Aku tak bisa menyerahkannya pada keluarga lain."
Amalia semakin terluka.
"Apa aku tidak berharga, ayah?"
"Kau berharga bagi keluarga ini jika mau menerima pernikahan yang di usulkan keluarga Alexander. Dengan tercapainya kesepakatan ini, itu akan membuatmu berharga."
Air mata Amalia menetes dengan seiring meluapnya perasaan pedih di hatinya. Kini ia tau harga dirinya di hadapan keluarga Atmaja.
"Aku akan memikirkan nya. "
"Kamu tidak bisa menolaknya. Pernikahan sudah di persiapkan. Itu akan di lakukan dalam tiga hari. Sekarang pergilah ke kamarmu."
Ayah mulai membuka fail kerja di depannya. Amalia masih tertegun tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Dia kan menikah dalam tiga hari. Ini pasti mimpi buruk
ibunya yang sedari tadi hanya diam dengan wajah tertunduk kini menghampiri Amalia. Dia menarik lengan Amalia dengan sayang.
"Mari ibu antar ke kamar mu."
Suara merdu ibunya menenangkan Amalia. Dia menatap ibunya dan bangkit dari kursi di depan ayahnya.
Amalia berjalan menyusuri lorong panjang di rumahnya bergandengan tangan dengan ibunya.
"Ibu, haruskah aku menerima pernikahan ini? Ini sangat tidak adil bagiku."
"Sayang, di dunia ini apa yang kita mau tak selamanya kita dapatkan. Dan apa yang kita anggap adil tidak selamanya adil bagi kita. Jangan berkecil hati. mungkin saja ini memang yang terbaik untukmu."
Ibu mengenggem erat tangan Amalia. Dia juga merasa sangat berat melepas anak bungsunya kepada keluarga sebesar keluarga Alexander. Tapi apa yang bisa dia lakukan. Di keluarga Atmaja, wanita tidak memiliki suara. Mereka hanya hiasan rumah yang harus selalu tampak indah di pandang jika ada tamu yang datang.
"Sudah, jangan di pikirkan lagi.Kamu punya tiga hari untuk menenangkan dirimu dan mengatur pikiranmu. Ibu yakin kamu mampu menjalani jalan ini."
Ibu menepuk kepala Amalia penuh sayang. Dia meninggalkan Amalia di depan pintu kamarnya.
Amalia membuka kamarnya dan masuk. Dia menghampiri meja belajarnya dan membuka laptop untuk mencari tahu bagaimana rupa calon suaminya. Walupun dia tidak menerima pernikahan ini, tapi dia masih harus tau seperti apa calon suaminya. Agar dia bisa bersiap untuk yang terburuk. Siapa tahu wajah calon suaminya jelek. Jadi dia harus mempersiapkan mentalnya dulu.
Dia mengetikkan sebuah nama di kolom pencarian "Kenzie Alexander "
dan terpampang lah wajah paling tampan yang pernah di lihatnya. Kulit putih mulus seperti porselen, mata tajam dengan iris hitam legam menyedot siapa pun ke dalamnya. Kontur wajah yang sempurna. Tuhan pasti meluangkan banyak waktu untuk sekedar memahat wajah ini.
Amalia terbengong menatap wajah calon suaminya. Bagaimana mungkin ada lelaki setampan ini dan dia tidak tahu.
Tapi kemudian dia sadar, meskipun lelaki ini sangat tampan, tapi dia juga punya banyak wanita cantik di sampingnya. Apa yang harus dia lakukan sekarang?
Amalia duduk melamun sambil melihat layar laptop yang menampilkan wajah Kenzie.
Lama ter pekur dia akhirnya menarik nafas panjang.
"Baiklah, apa yang harus terjadi akan terjadi. Tidak ada guna nya memikirkannya sekarang."
Amalia mulai menggeser layar laptopnya ke kotak obrolan khusus yang hanya beranggotakan sepuluh orang. Begitu dia membuka aplikasi obrolan, banyak orang langsung histeris.
"Apa ini? Apakah aku melihat sesuatu?"
"Kamu tidak"
"Apakah Lily tersedia?"
"Kurasa begitu"
"Lily, lama tak melihatmu di sini."
Amalia tersenyum dengan respon temannya. Lily adalah nama panggung yang dia gunakan dalam industri hacker. Tidak ada seorangpun yang tahu kalau dirinya adalah hacker bertaraf internasional yang sangat di cari seluruh dunia. Lily terbiasa berkomunikasi dengan email rahasia berkode khusus yang sulit di tembus perusahaan biasa. Kliennya adalah perusahaan raksasa di suatu bangsa.
"Hallo semua, sangat lama"
"Benarkah ini kamu Lily? Aku tak akan percaya dengan mudah. Apa akun mu di retas atau sesuatu?"
Seorang pria berinisial L membalas dengan cepat.
"Apa kau bodoh?"
Amalia dongkol dengan L ini. Bagaimana mungkin akun nya di retas. Apa mereka cari mati?
"Baiklah, ini memang Lily. Hallo sayang, lama sekali kamu tidak muncul. Apa terjadi sesuatu?"
"Hallo winter, aku sangat merindukan mu."
Winter adalah seorang wanita berdarah Jerman yang sangat cantik. Dia seperti ibu dalam perkumpulan ini.
"Aku juga merindukanmu. Kapan kamu akan bergabung dengan kami. Kita mendirikan sebuah mansion untuk keluarga besar kita. Kamu menyumbang paling banyak. Jadi jangan sia-sia kan uangmu."
Winter menambahkan emoji tersenyum pada akhir kalimatnya.
"Tentu aku akan segera datang menemui kalian semua. Aku sangat merindukan kalian."
"Kami paling merindukan mu. Cepat lah datang. Semua orang sudah berkumpul di sini."
"Pasti. Tapi ngomong-ngomong di mana kalian membangun rumah persembunyian kita? Jangan membuatku marah dengan membangunnya di tengah hutan. Aku tahu ini rumah persembunyian, tapi kita bukan Tarzan."
Seseorang menambahkan emoji tertawa sambil guling-guling di layar laptop Amalia. L membalas pesan Amalia setelah jeda yang cukup lama.
"Kau kira aku gila? Uang patungan kita cukup untuk membeli sebuah kota untuk diri kita sendiri. Kenapa aku membangun rumah di hutan?!"
"Jadi di mana itu?"
Amalia semakin tak sabar.
"Akan ku kirim koordinat nya padamu. Kamu bisa datang kapan saja."
"Baiklah. Segera kirimkan aku koordinat itu. Aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa pada saat itu."
Amalia tidak menunggu pesan balasan. Dia langsung menutup obrolan dengan sandi rumit itu. Pandangannya tertuju pada sebuah foto di meja belajarnya. Fotonya bersama Kakanya dan juga seorang lelaki yang jadi cinta pertamanya. Dia menghela nafas panjang dan bangkit menuju kamar mandi untuk me rileks kan badannya. Yang harus terjadi pasti akan terjadi.

Shine In My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang