3. Jatuh Lagi

3.8K 239 0
                                    

Tahun 2012

Dizza berdiri di depan cermin yang ada di kamarnya. Wajahnya terlihat pucat. Ia sudah mengoleskan lipglos ke bibirnya untuk menutupi wajahnya yang pucat. Hari ini ia memutuskan untuk keluar rumah setelah satu bulan lamanya mengurung diri di kamar. Ia harus pergi ke suatu tempat untuk menuntaskan rasa penasarannya juga kekhawatirannya.

Dizza menghampiri bundanya yang tengah menyiram tanaman bunga yang berada di depan teras rumahnya.

"Bun.. Dizza pamit dulu ya Bun."

"Mau kemana sayang?"

"Mau ke minimarket depan. Ada yang mau dibeli"

"Kamu berangkat sama siapa? Bunda anter ya." Bunda terlihat khawatir.

"Enggak usah Bun. Deket kok."

"Yakin enggak apa-apa sendiri?" Bunda menatap ragu puterinya.

"Iya Bun." Dizza mencium punggung tangan Bunda. "Assalamualaikum."

"Wa alaikum salam."

Dizza pun pergi ke tempat yg ia tuju. Namun bukan minimarket yang ia datangi. Justru apotek yang sekarang berada di depannya. Dengan jantung berdebar kencang ia mulai membuka pintu apotek. Ia sangat gugup. Terlihat seorang wanita yang berjaga dibalik konter.

"Mau beli apa Dek?" Tanya wanita itu kepada Dizza sambil tersenyum ramah.

Tidak lama datang seorang laki-laki menggunakan masker berdiri di samping wanita itu. Ia bersin berkali-kali. Sepertinya lelaki itu sedang terkena flu karena sedari tadi ia terus saja bersin disusul batuk.

"Sa.. saya .. saya mau beli.. " Dizza berkata dengan terbata bata karena gugup yg dia rasakan.

Penjaga wanita itu mengangkat alisnya. "Beli apa Dek?" Ia kembali tersenyum ramah.

Dizza menarik napas perlahan kemudian menghembuskannya melalui mulut. "Sa.. saya mau beli tespect."

Penjaga wanita itu sempat terkejut. Mungkin di pikirannya seorang gadis remaja ingin membeli tespect pasti karena akibat pergaulan bebas. Tapi masa bodolah dengan pemikirannya itu. Ia tidak peduli. Yang penting sekarang Dizza harus segera memiliki testpect tersebut agar kecurigaannya tidak terbukti. Ia sudah telat datang bulan selama dua minggu ditambah mual yang sering ia alami.

Harusnya ia tidak perlu khawatir karena ia sudah biasa telat datang bulan apalagi jika kondisinya sedang stres atau kelelahan. Namun kali ini berbeda. Ia tidak bisa menganggap enteng keterlambatan datang bulannya karena musibah yang ia alami satu bulan lalu. Menurut artikel yang ia baca,  tanda-tanda kehamilan merujuk pada apa yang ia rasakan akhir-akhir ini. Ia harus membuktikan kecurigaannya agar tidak terus-terusan penasaran. Ia pun membeli tiga tespect dengan merek berbeda agar hasilnya akurat.

***

Dizza menutup kedua matanya. Ia belum siap melihat hasil dari tespect yang sudah ia celupkan ke air seni nya. Tiga testpect itu sekarang ada di genggamannya namun sampai tiga puluh menit berlalu ia belum berani melihatnya. Jantungnya terus berdebar dengan kencang. Ia takut. Takut dengan kenyataan pahit yang belum siap ia terima. Ia hanyalah gadis berumur enam belas tahun. Sangat wajar bila ia belum siap menghadapi kenyatan pahit tersebut.

Ia berhitung dalam hati.

Satu.

Dua.

Tiga.

Begitu ia membuka mata untuk melihat hasilnya. Sontak air matanya jatuh membasahi pipi.

Dua garis merah.

Itu artinya, dia hamil. Ada nyawa yang bersemayam dalam perutnya. Nyawa yang bahkan ia sendiri tidak mengenal siapa ayahnya. Dizza terduduk di lantai kamar mandi. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Kembali ia menangis pilu. Meratapi nasib malangnya. Haruskah seperti ini jalan hidupnya. Mengapa Tuhan tega memberi cobaan ini kepadanya?

Bagaimana ini? Dia belum siap menjadi seorang ibu. Ditambah ia belum menikah. Bahkan ia tidak tahu siapa ayah bayi dalam kandungannya. Bagaimana dengan nama baik orang tuanya? Ia pasti akan membuat malu ayah dan bunda. Akan banyak orang yang menghujatnya dan orang tuanya. Menghinanya walaupun mereka tidak tahu fakta yang sebenarnya. Belum lagi bagaimana tanggapan teman-temannya. Dizza belum siap jika harus menerima kenyataan tersebut.

Lagi-lagi Dizza harus terjatuh ke dalam kenyataan pahit yang mau tak mau harus ia terima. Rasanya ia ingin mati saja. Ia tidak sanggup menjalani kehidupannya. Pening di kepalanya kembali. Dan selanjutnya Dizza tidak ingat apa-apa karena kegelapan menyelimutinya. Ia pingsan

***

Ketika Dizza membuka mata, yang pertama ia sadari adalah ia berada di atas tempat tidurnya. Bukankah terakhir kali yang ia ingat adalah ia berada di kamar mandi. Apakah yang tadi itu hanya mimpi? Kalau memang itu mimpi ia akan sangat bersyukur. Itu berarti ia tidak hamil. Namun ketika tatapannya tidak sengaja tertuju ke meja di samping tempat tidurnya, lagi-lagi ia harus merasa kecewa. Ketiga tespect tersebut berada tepat di atas meja. Dengan dua garis merah terpampang jelas. Itu artinya yang tadi bukan mimpi. Air matanya kembali terjatuh.

Mungkinkah ayah bundanya yang memindahkannya ke tempat tidur. Kalo begitu mereka pasti sudah tau tentang kehamilannya. Lalu di mana mereka sekarang?

Tiba-tiba saja terdengar keributan di ruang tamu. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ayahnya terdengar sangat marah? Tamu siapa yang mampu membuat ayahnya begitu marah. Dizza langsung menyeka air matanya. Ia bangkit dari tidurnya berjalan menuju ruang tamu untuk mencari tau keadaan sebenarnya.

Betapa terkejutnya Dizza melihat siapa yang berada di ruang tamu rumahnya. Laki-laki itu, Dizza ingat. Dialah yang sudah merebut kesuciannya. Dialah yang sudah menghancurkan masa depannya. Tetapi ada yang berubah dari tampilannya. Seingatnya lelaki itu berambut agak gondrong. Tapi kini ia telah memangkas rapi rambutnya. Tidak ada lagi anting di telinga kanannya. Dan ia melihat lelaki itu berlutut di depan Ayahnya.

"Dasar bajingan! Kamu tau apa akibat perbuatan kamu? Anak saya kehilangan masa depannya! Dia kehilangan semangatnya! Dia kehilangan harapan hidupnya! Itu semua gara-gara kamu! Kurang ajar kamu!"

"Maafkan saya Om. Saya sangat menyesal. Saya mau bertanggung jawab. Saya ingin menikahi Dizza. Saya mohon Om. Izinkan saya menikahi putri Om."

Dizza sontak menutup mulutnya ketika ia melihat ayahnya dengan murka menampar lelaki tersebut. Memukul bahkan menendang lelaki itu tanpa belas kasihan. Dan lelaki tersebut hanya pasrah menerima bogem mentah ayahnya tanpa ada niatan melawan.

Ketika tatapan Dizza bertemu dengan tatapan lelaki itu, ia melihat ada penyesalan yang teramat jelas di pancaran matanya. Entahlah, ia tidak bisa membaca isi hati manusia. Tetapi, kenapa ia bisa berada di rumahnya? Bagaimana ia tahu letak rumahnya padahal mereka tidak saling mengenal. Apakah ia mencari tau alamat rumahnya? Dan kemudian memberi tahukan ayahnya perihal kejadian satu bulan lalu. Hingga ayahnya terlihat sangat murka. Bahkan berani melakukan kekerasan. Dizza belum pernah melihat ayahnya seperti itu.

Setelahnya ayah langsung mengambil smartphone-nya. Entah siapa yang ia hubungi. Namun akhirnya pertanyaan benaknya terjawab sudah ketika satu jam berlalu.

Ayahnya ternyata menghubungi polisi. Dan lelaki itu pun langsung dibawa oleh polisi atas tindakan pemerkosaan terhadap gadis di bawah umur.

ALWAYS LOVE (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang