Tahun 2012
Pukul tujuh malam Dizza baru tiba di rumahnya. Dengan linangan air mata ia berjalan melewati bundanya yang sedang menonton televisi. Seragam sekolahnya terlihat berantakan. Ia tutupi bagian depan seragamnya dengan ransel agar tidak terlihat karena tiga kancing teratas sudah terlepas. Ia terus menangis. Meratapi nasibnya. Ia masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Ia nyalakan shower. Air shower jatuh membasahi tubuh Dizza yang terduduk di lantai dengan kepala menunduk di antara dua lututnya. Bajunya belum ia lepas.
Ia membiarkan air terus membasahi tubuhnya. Seolah-olah air tersebut mampu membersihkan tubuhnya yang sudah terlanjur kotor. Merasa jijik dengan tubuhnya sendiri. Ia sudah hancur. Ia tidak tahu bagaimana nasibnya ke depannya. Sesuatu yang seharusnya ia jaga untuk suami masa depannya justru sudah hilang.
Pintu kamar diketuk brutal. Bunda sangat khawatir dengan puteri satu-satunya. Berkali-kali ia menelpon putrinya karena tak kunjung pulang, tetapo nomornya tidak aktif. Sementara suaminya sedang dinas di luar kota sehingga tidak bisa menjemput Dizza. Dan ia dikagetkan dengan kepulangan putrinya yang justru terlihat kacau. Apa yang sudah terjadi?
"Dizza.. Kamu kenapa Nak? Buka pintunya sayang. Ada apa Nak? Bunda khawatir banget." Bunda panik karena putrinya tidak juga membuka pintu kamar mandi.
Bunda keluar kamar Dizza untuk mengambil kunci cadangan. Begitu kembali ia segera membuka kunci kamar Dizza. Tidak ada Dizza di kamarnya, tetapi ia melihat pintu kamar mandi tertutup dan terdengar suara air mengalir. Ia juga mendengar Dizza menangis.
Ceklek.
Bunda terkejut melihat kondisi putrinya yang tengah terduduk dengan kepala menunduk di antara kedua lututnya. Seragam sekolahnya sudah basah kuyup. Dizza terlihat sangat kacau. Bunda melangkah mendekati putrinya. Ia bantu putrinya untuk berdiri. Tanpa mengucapkan apapun ia membimbing putrinya keluar kamar. Kedua matanya sudah bengkak akibat menangis terlalu lama. Hidungnya memerah.
Bunda membantu Dizza mengganti seragamnya dengan baju rumahan. Setelah semua selesai, ia mengajak Dizza duduk di tepi kasurnya. Menghapus air mata putrinya yang terus saja mengalir tanpa henti.
"Dizza.. Ada apa Nak? Cerita sama Bunda."
Dizza memandang Bunda sambil menangis sesegukan. Ia merasa bersalah pada Bundanya karena tidak bisa menjaga diri. Tanpa mengatakan apapun ia memeluk Bundanya.
Dengan sabar bunda mengelus punggung putrinya itu. Walaupun ia sangat penasaran apa yang membuat putrinya terlihat terpuruk, tetapi ia mencoba menahan pertanyaannya. Ia ingin Dizza menceritakannya dengan tanpa paksaan.
"Yaudah kalo enggak mau cerita enggak apa-apa." Bunda terus mengelus punggung putrinya. Sampai akhirnya Dizza melepas pelukannya. Menatap bunda dengan matanya yang sembab.
"Bunda."
Bunda memegang sisi wajah Dizza dengan kedua tangannya
"Ada apa Nak?"
"Bunda... Dizza... Dizza..." Dizza berusaha menjelaskan tapi entah kenapa rasanya sangat sulit. Ia tidak mau melihat wajah kecewa bundanya.
"Cerita ke Bunda ada apa?"
"Dizza.. Dizza kotor Bunda." Air mata kembali menetes di kedua pipinya
KAMU SEDANG MEMBACA
ALWAYS LOVE (Completed)
De TodoDizza akhirnya diterima magang di sebuah perusahaan di bidang elektronik. Ketika hari pertama ia mulai bekerja di perusahaan tersebut siapa sangka justru ia dipertemukan dengan masa lalunya. Masa lalu yang memberikan luka padanya. Deryl, mantan suam...