Matahari sore mengiringi langkah Sisie saat kakinya pertama kali menginjak teras kos kecilnya. Langkahnya gontai dan lambat, hari ini rasa lelah seperti menginap ditubuhnya, bagaimana tidak, setiap kamis adalah jadwalnya membersihkan semua toilet di tempat dia bekerja. Sembilan toilet dalam satu hari dan masing-masing berukuran sekitar 6x6 meter, banyangkan saja bagaimana rasanya pergelangan tangan Sisie saat ini, pegal dan mati rasa, semua terbukti dengan jari-jarinya yang terlihat kapalan disana-sini, baiklah itu sudah biasa.
Sisie memutuskan untuk duduk diteras dari pada langsung memasuki kosnya. Dia perlu sedikit memijat telapak kakinya yang sudah terasa panas. Dengan pelan Sisie mencopot sepatu kets bututnya dan menemukan kulit kemerahan ditelapak kaki putihnya. Entah kenapa kulit Sisie sangat sensitif, kulitnya akan berwarna kemerahan saat terlalu lama memakai sepatu atau kepanasan saat berjemur, daripada menggelap kulit Sisie lebih sering memerah saat terkena sinar matahari. Sisie kadang bingung, bukankah itu penyakit orang kaya? Bagaimana mungkin dirinya yang sudah terbiasa mandi dengan air keran bisa memiliki kulit yang sedemikian sensitif.
Baiklah, Sisie bohong, dia tidak sepenuhnya miskin, setidaknya dulu dia mungkin pernah sedikit kaya, ya cuma sedikit, kalau dibandingkan dengan kekayaan pemilik perusahaan tempat dia bekerja kekayaan Sisie dulu juga tidak ada apa-apanya.
Dulu sekali, seingat Sisie saat umurnya masih dua puluhan hidupnya jauh dari kata miskin, ayahnya punya beberapa toko emas dan toko elektronik besar di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, hingga suatu hari semuanya berubah dalam satu malam, Sisie harus berakhir dengan putus kuliah dan bekerja keras untuk membayar hutang yang menumpuk.
Sisie menyugar poninya, mengingat kisah menyedihkan itu semakin membuat moodnya hancur, padahal setelah ini dia harus kembali bekerja.
"Sisie, kau sudah pulang?"
Suara lembut itu membuat aktifitas Sisie pada telapak kakinya terhenti, dia seketika menongak dan melihat sebuah senyum sudah menyambutnya. Sisie balas tersenyum, bunga-bunga bermekaran didadanya, setidaknya dia sadar dibalik kehidupannya yang menyedihkan dia masih punya orang yang menyayanginya dengan tulus walau mereka tidak punya ikatan darah apapun. Orang itu adalah Ambar, pemilik kos tempat Sisie tinggal.
"Iya, baru saja Bu," ucap Sisie sembari berdiri. "Maaf saya belum bisa bayar kontrakan dulu Bu, mungkin nunggu gajih di minimarket." Sambungnya dengan wajah tidak enak.
"Tidak apa-apa Sie, bayarlah saat kau punya uang, Ibu tidak apa-apa." Tangan Bu Ambar terulur mengusap bahu Sisie naik turun, itu sangat berarti baginya yang sejak kecil tidak merasakan kasih sayang seorang ibu. "Oh ya, ada surat untukmu." Tangan Bu Ambar teralih merogoh saku dasternya dan menyerahkan amplop putih polos kehadapan Sisie.
Sisie menarik napas panjang menatap amplop itu. Lalu tanpa buang waktu menyambutnya dari tangan Bu Ambar.
Seperti yang sudah dia duga, itu bukan surat cinta atau surat dari seseorang yang peduli padanya, melainkan surat pemberitahuan tunggakan hutang.
"Terimakasih Bu," lirihnya sambil kembali memasukkan kertas mengerikan itu kedalam amplop.
"Yang sabar ya Sie, suatu hari nanti kau pasti bisa melewati ini semua, hidupmu akan lebih baik di masa mendatang, aku yakin itu." Ambar sudah sering mengatakan itu, setiap kali Sisie terpuruk maka Ambar akan menguatkannya dan mengatakan kalau suatu hari hidupnya akan jauh lebih baik, dia tau itu cuma kalimat basa-basi, kehidupannya sudah seperti kapal karam, tidak akan ada kata lebih baik untuk kapal yang sudah tenggelam melainkan hancur secara perlahan.
"Iya Bu, kalau begitu Sisie mau bersih-bersih dulu, mau berangkat kerja lagi."
"Ya sudah, nanti kalau mau makan mampir dulu ya kerumah ibu, tadi ibu masak banyak."
KAMU SEDANG MEMBACA
MY SECRETARY-My Obsession
RomansTracy Arsmonica membenci atasannya, Kevin Putra Prasetya, yang selalu menjebaknya dalam seribu kesalahan. Memaksanya untuk tinggal disisinya dan tidak bisa lari. Karena tanpa sadar, Tracy mulai menggantungkan hidupnya pada Kevin, sehingga tanpa sada...