Part 04

238 17 4
                                    

Pukul satu tengah malam. Jaemin terbangun dari tidurnya, tangan mungilnya menyentuh pipi chubby yang sedikit basah karena lelehan air mata yang mengalir dengan sendirinya. Menangis setelah bermimpi buruk selalu terjadi pada Jaemin ketika ia merindukan sang Daddy.

Ya, walaupun ia sendiri tidak tau siapa dan dimana sang Daddy keberadaannya.

"Daddy." suara lirihnya yang terdengar lembut memenuhi sunyi nya malam. Jaemin mengalihkan pandangnya ke sebelah kanan; menatap Winwin yang masih menjelajahi alam mimpinya yang merasa tidak terganggu dengan suara Jaemin beberapa menit lalu, sebelum kembali merebahkan tubuhnya ia mendaratkan sebuah ciuman di pipi Winwin dan memeluk erat tubuh Winwin untuk kembali menjelajahi dunia mimpinya.

'Tuhan, bisakah aku menginginkannya untuk kembali?'

Entah sudah ke berapa kalinya hati itu berkata kepada Tuhan.





Suara tembakan bersahutan dengan suara rintihan memenuhi ruangan yang kini di penuhi bercak warna merah pada dinding dan lantai. Bau karat begitu menyengat menusuk hidung, membuat siapa saja yang akan mencium itu akan mengeluarkan isi perutnya saat itu juga.

Dua tembakan tepat mengenai mata dan mulut seorang lelaki tua yang tergantung dengan posisi terbalik, wajahnya kini dihiasi dengan darah yang keluar dari mulut juga matanya, perut di penuhi sayatan begitu panjang dan dalam; hampir memperlihatkan isi perut. Tidak ada pergerakan dari lelaki tua itu hanya suara rintihan yang terdengar, lelaki bersurai blonde itu berdiri dari duduk; berjalan mendekati mainan nya seraya memutar mutarkan handgun di tangannya

"Apa tawaranku masih kurang sehingga kau memilih menjadi penghianat?" menepuk pipi lelaki tua di depannya menggunakan handgun yang kini sudah di kotori dengan darah, lalu hanya gelengan lemah yang ia dapatkan sebagai jawaban.

Melihat itu ia mengendus, "Jawablah yang jelas idiot! Aku tahu kau tidak bisu!" menendang kepala lelaki tua di depannya dengan keras sehingga menimbulkan suara tulang retak.

"Kau pikir saja sendiri. Setelah lidahnya kau gunting menjadi dua dan mulutnya tertembak, lalu dengan santainya kau menyuruhnya berbicara, dasar bodoh!"

Lelaki bersurai blonde itu mengalihkan pandangnya pada lelaki yang bersandar di pintu masuk dengan melipat kedua tangannya di dada tanpa memperdulikan raut wajah sahabatnya kini berubah seakan akan ingin membunuhnya detik itu juga. Karena telah mengganggu waktunya.

"Ada apa?" ucapnya seraya membersihkan handgun dengan sapu tangan, ia tidak memperdulikan perkataan sahabatnya itu.

"Ada telfon untukmu."

Dahinya berkerut bingung menatap lawan bicaranya, karena tidak biasanya tengah malam seperti ini ada yang menelfonnya. "Siapa?" melangkahkan kaki kearah lelaki yang telah mengganggu waktunya, tidak memperdulikan mainan nya masih bernyawa atau tidak, lalu membuang sapu tangan ke sembarang arah.

"Kau akan tahu nanti."

"Singkirkan parasit itu." perintahnya. Lelaki tinggi itu berjalan dengan berdecak kesal. Selalu saja ia mendapatkan bagian kotor, ia juga ingin bermain dengan mainan nya yang masih bernyawa itu sangatlah menyenangkan.

Tangan besarnya membuka pintu di depannya, sebelum berjalan keluar ia menolehkan kepalanya pada sahabat sekaligus rekan kerjanya yang sedang berkacak pinggang di depan lelaki tua dengan kondisi cukup mengenaskan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Little Angel | YuwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang