3. Menyusup - II

6 2 0
                                    

Malam begitu pekat. Pukul satu pagi. Aku menyusup keluar rumah demi menuntaskan penasaranku. Semuanya harus jelas malam ini juga.

Angin berembus kuat. Derunya yang keras merundukkan pepohonan, melambaikan dedaunan. Aku mengeratkan jaket abu-abuku, menutup mata saat debu-debu berterbangan. Mencegahnya masuk.

Dan dalam kegelapan itu, aku bisa merasakan sesuatu yang kini berdiri di depanku. Sesuatu yang auranya pun sudah begitu dingin, yang membuat bulu kudukku berdiri bahkan tanpa melihatnya. Aku takut, tapi kupaksakan mataku terbuka.

Benar saja, sosok hitam itu di sana. Kakinya tidak menapak, dan aku hanya bisa melihat giginya yang tajam serta bibirnya yang tipis.

Mimpi itu nyata.

"Kau Menghilangkannya!!" Dia langsung berteriak mengerikan, tepat di wajahku.

Aku merasa jantungku berhenti berdetak saat aku mencicit pelan, "aku tidak sengaja,"

"Aku sudah bilang, bukan? Jaga baik-baik!" Dia masih marah, tapi tidak berteriak mengerikan seperti tadi.

"Aku minta maaf..." Ucapku pada akhirnya. Mencoba meyakini dimana letak mata makhluk di depanku.

Dia menggeram. "Kamu tahu bagaimana sulitnya mendapatkan itu? Betapa mudahnya kau hilangkan. Seolah perjuanganku tak ada harganya!"

"Ma-maaf, tapi aku tahu dimana kita harus menemukannya lagi!" Seruku, mencoba membela diri.

"Kita?" Dia mengulang kata itu dengan nada meremehkan. "Coba jadikan yang satu ini sebagai awalan mu di dunia kami. Ambil milikmu sendiri, Arjuna." Dia menekan kata Arjuna sembari mendekatkan wajahnya padaku.

Sekejap, bayangan hitam itu telah melesat menuju lampu merah ratusan meter di depan. Meninggalkanku. Sendirian.

🌙🌙🌙

Bukankah aku menemui sosok itu untuk meminta bantuannya? Sekaligus menegaskan kalau mimpiku nyata?

Benar, setidaknya dia sudah melakukan poin kedua. Maka disinilah aku. Di depan rak buku khusus UN. Rak yang hanya ramai setahun sekali, itupun oleh kelas 12. Aku tak akan berdiri di depannya kalau tidak karena kejadian ini.

Aku mencoba menetralkan nafas. Apa yang kusiapkan untuk penyusupan kali ini? Tidak ada. Karena kupikir saat ku beritahu, sosok itu langsung turun tangan. Jadi aku hanya menyiapkan diri untuk bertemu dengannya, bukan untuk masuk ke markas orang.

Aku mengetuk kacanya empat kali, dengan irama yang coba ku hapal sebaik mungkin. Hening tiga detik, lalu kaca itu mengeluarkan alur cahaya kekuningan, aku mencoba meniru Tutut kemarin saat mengintipnya, menempelkan telapak tanganku ke sana.

Sebuah alur lain muncul diatasnya, membentuk tulisan memproses dan hiasan mozaik batik di sekelilingnya. Aku hanya berharap sistem sedang dimatikan atau sejenisnya, jadi aku bisa masuk.

Tapi kalau sistemnya tidak —dan pastinya tidak— mati, apa yang akan terjadi? Apakah akan ada alarm yang menyala di sana? Mengeluarkan robot? Atau ada ranger yang datang dan menangkap ku? Satu-satunya yang kupikirkan saat ini adalah, kalau aku benar Arjuna, dan sistem bisa mengenaliku, aku pasti selamat. Semoga.

Tiga detik, tulisan memproses hilang dan digantikan kata diterima. Secara ajaib, lemari itu perlahan melesak ke dalam dinding. Aku sontak mundur selangkah, hampir tak percaya mengamati kejadian itu. Apa maksudnya aku diterima?

Bayangan negatif tentang pasukan ranger dan robot memenuhi otakku sampai pintu benar-benar terbuka, dan untungnya tak ada satupun yang menungguku. Lorong itu sepi, sama seperti saat aku menyusup pertama kali.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WayarangersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang