Part 18

559 58 11
                                    

Dengan langkah mengendap-endap Karin memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah cukup lama tinggal di dunia immortal, wanita itu mulai terbiasa melakukan aktivitas sebagaimana makhluk yang tinggal di sana. Namun, saat melewati tempat tidur ia baru menyadari satu hal. Nio tidak berada di sana.

Buru-buru ia keluar dari kamar dan mencari siapa pun yang bisa ditanyain tentang keberadaan Nio. Setelah melalui beberapa koridor, tidak ada satu orang pun yang berkeliaran. Bahkan, warior yang biasanya berjaga juga tak kelihatan.

Saat menoleh ke arah jendela, Karin bisa melihat keramaian di bagian pack yang berseberangan dengannya. Di antara pria berpakaian sama itu, ia bisa melihat Liam berada di sana. Dengan menggunakan kekuatannya, Karin langsung berdiri di tempat tersebut. Hanya saja, karena kelakuannya tersebut Liam bereaksi berlebihan dengan mengayunkan pedang yang selalu ada di sisi kiri tubuhnya.

"Kau mengejutkanku!" ujar laki-laki itu setelah menyadari jika Karin yang berdiri di depannya.

Beruntung Karin memiliki refleks yang bagus, jika tidak mungkin ayunan itu akan mengenai lengannya. "Setelah ini kau harus terbiasa karena aku akan lebih sering menggunakan teleportasi," balas Karin.

Keduanya memang sepakat mengobrol dengan santai, lebih tepatnya Karin yang memaksa. Ia hanya merasa tidak nyaman dan terbiasa dihormati secara berlebihan seperti ini, apalagi kelakuan dan kehidupannya belum sepenuhnya mencerminkan sikap seorang Ratu dan pemimpin. Terkadang sisi iblis dalam tubuh Karin sering berontak setiap melakukan sesuatu yang bersikap lembut. Ia juga sering berpikir, kenapa takdir mempermainkan identitasnya seperti ini?

"Di mana Nio?" tanya wanita itu saat tidak menemukan Nio berada di sana.

"Ada urusan di tempat lain," jawab Liam.

Merasa tidak perlu ikut campur lagi, Karin membalikkan tubuhnya menghadap bangunan yang sedang dihancurkan. "Apa yang terjadi? Kenapa dirobohkan?" Lebih dari sepuluh meter sudah runtuh, beberapa warior ada juga yang mengaduk semen untuk menutupi koridor yang terputus.

"Ruangan pribadi Jessy digunakan oleh beberapa orang untuk melakukan perbuatan terlarang, tentu saja ia sangat murka sampai meminta bangunan ini dirobohkan. Kau tau, gara-gara ini Jessy kembali ke dunia mortal. Padahal, ia tidak menyukai berada di sana. Sebagai gantinya, anak yang satu itu meminta bangunan khusus untuknya di sini," ucap Liam menceritakan semua yang diketahuinya.

Karin tidak aneh mendengar permintaan Jessy, si tengah itu memang sering kali merepotkan dan kerap membuat orang-orang di sekitarnya terpancing emosi. "Lalu, di mana bangunannya akan dibuatkan?" tanya Karin penasaran.

Walaupun daerah ini sangat luas, tentu semuanya sudah diatur agar enak dilihat. Tidak mungkin hanya untuk memenuhi permintaannya penataan tersebut menjadi berantakan, sedikit mustahil rasanya jika ada bangunan baru. Karin lebih percaya bagian yang sudah dirobohkan kembali dibangun dengan merubah tata letaknya.

"Belum tahu, Nio tidak memberi tahu letaknya. Terlebih daddy tidak berada di sini. Jika ingin membuat bangunan dengan letak baru, harus disetujui oleh daddy," jawab Liam.

Hanya anggukan yang menjadi respons Karin, ia juga merasa tidak lagi ada kepentingan berada di sana. Sehingga, memutuskan untuk kembali ke kamar. "Jika ada kabar terbaru, segera hubungi aku!" pintanya sebelum menghilang.

Setibanya di kamar, Karin segera merebahkan tubuhnya ke kasur. Fisik dan mentalnya sangat kelelahan akibat harus kembali ke dunia tempatnya berasal, belum lagi harus menghadapi beberapa hal selama di sana. Beruntung ia kembali saat Nio tidak ada, sehingga memiliki lebih banyak waktu untuk menengkan dan memulihkan tenaga.

"Tadi bukankah Liam berkata daddy tidak berada di sini? Apa aku benar-benar tak salah lihat?" tanya Karin pada dirinya sendiri.

Saat ingin kembali beberapa waktu lalu, Karin sempat melihat pria yang berperawakan seperti Nio. Namun, ia sama sekali tidak mengira jika yang dilihatnya memang benar. Kedua alisnya langsung mengerut mengingat apa yang dilakukan Nio di sana, berbanding terbalik dengan kelakuan King Of Werewolf di dunia ini.

"Mungkin daddy berada di wilayah lain, bukan di dunia itu," gumamnya mencoba menyakinkan diri.

Dahi Karin mengerut saat merasa melupakan sesuatu tentang bagian bangunan yang baru saja dirobohkan, rasanya ia pernah meletakkan benda di sana. Mata wanita itu langsung membulat saat menyadari salah satu senjatanya disimpan di dalam peti, hanya saja peti tersebut terlalu mencolok hingga Karin takut jika para warior ada yang membukanya. Buru-buru ia mengambil jubah dan kembali muncul di sebelah Liam secara tiba-tiba.

"Ada apa lagi?" tanya laki-laki itu.

"Di mana peti berwarna keemasan yang ada di salah satu ruangan itu?" tanya Karin balik.

Mata wanita itu menyusuri seluruh area ini dengan liar, mencari benda yang sangat penting tersebut. Jantung Karin berdetak sangat cepat seolah baru saja berlari dalam jarak jauh, belum lagi keringat dingin yang mulai keluar dari seluruh tubuhnya. "Tidak!" teriak Karin saat salah seorang warior ingin membuka peti yang dicarinya.

"Wah, suaramu membuat mereka kaget," ujar Liam sambil mengusap daun telinga kanannya. Posisi laki-laki itu yang tepat di samping Karin tentu membuatnya paling merasakan efek teriakan Ratu mereka, ditambah lagi pendengaran seorang werewolf sangat tajam.

Tanpa menghiraukan perkataan Liam, Karin langsung melesat menuju peti keemasan miliknya. Ia memeriksa apakah ada lecet atau goresan yang tak sengaja terjadi saat pemindahan barang.

"Apa isinya sampai kau sangat panik tadi?" tanya Liam.

"Kau tidak perlu tahu," ketus Karin pada laki-laki itu, lalu atensinya beralih pada beberapa warior yang berada di dekat sana. "Tolong pindahkan ini ke kamarku!" perintahnya.

Sebenarnya Karin tidak ingin memerintah mereka untuk membawanya, hanya saja ia juga tak mampu memindahkan sendiri. Untuk teleportasi pun kekuatannya belum bisa terkontrol, sehingga satu-satunya cara adalah dipindahkan dengan manual. Bahkan, Karin terpaksa mengiringi mereka berjalan untuk berjaga-jaga agar tidak ada yang membuka peti tersebut.

"Sepertinya isi dari peti itu sangat penting," celetuk Liam.

Karin yang tidak menyadari Liam mengikuti mereka refleks mengarahkan tinjuan ke arah datangnya suara, ia meringis pelan saat laki-laki yang dipukulinya jatuh dan meninggalkan bekas kepalan berwarna merah di pipi kiri. "Kau mengagetkanku," katanya sebelum Liam membuka suara.

"Ya, ya, ya, ini memang salahku," sesal Liam tak ingin memperpanjang masalah. "Aku pergi saja," sungutnya sambil berbelok ke lorong yang menuju ke kamarnya.

"Maaf, Liam, lain kali aku akan lebih pelan," teriak Karin.

"Terserah."

Sesampainya di depan pintu kamar, Karin langsung mengarahkan mereka meletakkan petinya di sisi kamar yang kosong. Tak lupa ia mengucapkan terima kasih atas bantuan para warior itu karena sudah memindahkan barangnya. Wanita itu segera mengunci pintu kamar agar tidak ada yang masuk.

Setelah membuka kunci dengan menyambungkan ukuran rumit di atas peti, Karin memeriksa persenjataan khusus kepunyaannya. "Aman," ujar Karin bernapas lega, tetapi saat lebih diteliti lagi ia baru menyadari sesuatu. "Sebentar, di mana panah milikku?"

The King AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang