Part 8

7.1K 510 21
                                    

Pelukan yang berada pinggangnya semakin erat, sehingga membuat Karin tersadar. Tetapi ia semakin menenggelamkan diri ke dalam pelukan Nio, dada bidang itu sangat nyaman untuknya.

Malam sudah berganti pagi, burung-burung berkicauan dengan indah. Hawa sejuk membuat Karin ingin tidur kembali, ia pun kembali memejamkan mata dalam pelukan Nio.

Tepat saat itu pula, Nio yang mendadak terbangun. Laki-laki itu mengernyit heran saat Karin yang balik mengeratkan pelukannya, ia terkekeh pelan.

"Hey, ayo bangun!" bisik Nio.

"Aku lelah, biarkan aku istirahat lagi!"

Kepala Nio menggeleng, ia merenggangkan tangan Karin yang melilit badannya. "Setelah sarapan, kau boleh tidur kembali." Buru-buru Nio bangkit dari tidurnya, ia melangkahkan kaki ke kamar mandi.

Bukannya terbangun, Karin malah melanjutkan tidurnya. Ia menenggelamkan wajahnya ke bantal guling yang masih melekat bau khas Nio, sangat menenangkan.

Sepuluh menit berlalu, laki-laki itu keluar dengan keadaan yang lebih segar. Rambutnya kelihatan basah, air yang berada di tubuhnya juga ikut menetes.

Tak peduli jika ia belum memakai pakaian lengkap, Nio melangkahkan kaki mendekati Karin. "Kau menyuruhku untuk membawamu ke dalam kamar mandi, ya?" bisik Nio pelan.

Mata Karin langsung terbuka lebar, ia menatap Nio tajam. "Jangan macam-macam!" sentak gadis itu.

"Ayo cepat!" perintah Nio.

Karin memutar matanya malas, kemudian ia tersadar jika Nio dalam keadaan topless. "Nio, pakai bajumu!" pekik Karin.

Nio terkekeh pelan. Bukannya menuruti, ia semakin mendekatkan dirinya pada Karin yang masih belum beranjak. "Kenapa? Kau tidak suka?" tanya Nio.

Tubuh laki-laki itu bisa dibilang sempurna. Meskipun kulitnya tidak terlalu putih, tapi dengan adanya kotak-kotak itu membuatnya lebih gagah.

"Terpesona, huh?" goda Nio dengan senyum yang menyeringai.

Rona merah timbul di wajah Karin, ia malu sekali tertangkap basah mengagumi tubuh Nio. Tangannya memukul Nio dengan brutal, tak peduli jika laki-laki itu kesakitan karena pukulannya.

"Pukulanmu lumayan juga," ungkap Nio saat Karin sudah berhenti. Sedari tadi ia hanya memang diam saja, membiarkan Karin memukulnya semau gadis itu.

Perlahan, warna merah muncul di permukaan kulit Nio. Sekujur tubuh Nio mendadak dingin, tubuh laki-laki itu limbung ke depan. Wajah Karin pias, matanya mengerjap tak percaya.

Kejadian seperti ini, mengingatkannya pada beberapa tahun silam, saat ia ....

Lamunan Karin langsung buyar ketika pekik kesakitan milik Nio terdengar. The King Alpha itu menjerit pilu, sesekali juga ia melolong.

"Karin," lirih Nio.

Karin berlari ke luar, ia ingin menemui kedua orang tua Nio. Lorong yang dilaluinya tampak sepi, ia masih belum hafal ruangan-ruangan yang ada di sana.

Air mata Karin mulai turun, ia terisak pelan. Karin tahu jika ia tidak boleh lemah saat ini, Nio membutuhkannya di sana. Secepat mungkin ia harus menemukan siapa pun yang dapat ditanyai, beruntung jika langsung bertemu dengan Xander dan Bella.

Lama berkeliling, ia juga tak menjumpai siapa pun. Karin menghempaskan dirinya ke dinding, ia merosot lemah. Kedua tangannya menutup wajah, kepalanya terus menggeleng. Rasa frutrasi menyerangnya, begitu pula dengan rasa bersalah.

Pikiran negatif mulai memasuki otaknya, meracuninya hingga tangis itu semakin pecah. Ia tak percaya jika kekuatannya bisa melukai Nio, tapi bukankah kekuatannya sudah disegel?

The King AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang