BAB 6 - NAIK VESPA

129 20 4
                                    

Cerita Namdan cukup sulit dipercaya, sebab ia mengatakan bahwa  tak memiliki kembaran ataupun saudara yang sama persis seperti dirinya. Namun Teddy memilih mengangguk paham, walau sorot matanya masih terlihat penasaran.

"Bang, kenapa Abang nggak jelasin aja yang sebenarnya? Abang punya seorang ayah yang bisa dijadikan tameng, kan? Maksudnya, pasti ayahnya Bang Namdan mau jelasin semuanya pada polisi. Bahwa Bang Namdan sama orang itu berbeda," ujar Teddy.

"Elu kagak tau papah gue modelan kek gimana, Ted. Anaknya sama perusahaan pasti berharga perusahaanlah. Katanya perusahaan menghasilkan duit sedangkan gue kagak. Habisin duit iye," celoteh Namdan menjelaskan.

"Tapi Abang nggak bisa diam gini terus, kan? Suatu saat pasti bakal ketahuan. Apalagi Abang sekarang sembunyi kayak pelaku sesungguhnya. Polisi tetap bakal curiga, Bang."

Namdan berdiri, menumpukan sikunya pada sisi kulkas. Berpikir keras sambil memijit pangkal hidungnya. Teddy hanya menunggu ujaran apa yang akan diutarakan Namdan.

"Sejujurnya sekarang gue juga dalam masa pencarian pelaku sesungguhnya. Tapi susah kalau sendiri mah. Mau nyuruh orang perlu duit. Lah gue sekarang miskin melarat gini. Mau makan aja kudu main oli dulu, kerja di bengkel boss gula," keluh Namdan.

Teddy cukup prihatin mendengar keluh kesah itu. "Bang, kalau saya bantuin gimana? Saya bakal bantu Abang buat nemuin psikopat sesungguhnya."

Namdan menatap penuh arti. "Emang lo kenapa mau bantu gue? Gue kagak ada duit buat gajih lo jadi bawahan gue."

"Nggak, Bang. Nggak digajih kok, saya mau bantu. Abang kan udah bantu saya dan sekarang berkat Abang saya tinggal di sini," sahut Teddy berdiri. Namdan cukup terharu mendengarnya.

"Baiklah. Kalau gitu, mari berjuang bersama. Kalau misi gue berhasil, lo bakal gue angkat jadi adek gue. Jangan salah, bukan perkara mudah menjadi adek seorang Namdan Arselan Putra. Lu bakal amat sangat beruntung nanti," ujar Namdan menepuk-nepuk pundak Teddy dengan mata berkaca-kaca. Tak lama Namdan memeluk Teddy penuh haru. Akhirnya ada seseorang yang mau membantunya keluar dari lubang buaya ini. Namdan bahagia sekali.

***

Yoana memasak sup ayam dan juga ayam goreng untuk makan malam mereka. Sedari tadi Namdan tak henti-henti mengintip masakan itu. Yoana melemparkan tatapan tajam, barulah Namdan memalingkan wajahnya.

"Nam, bisa nggak gue masak nggak usah ditungguin?" tanya Yoana sangar sambil memegang centong kuah.

"Ehehe. Gue laper, Mbak. Lagian Mbak Yo datangnya tumben malam. Biasanya kan kita makan sore."

"Gue lembur. Lagian gue tadi gajian, makanya ke ATM dulu ambil uang terus belanja," sahut Yoana sembari menyajikan kuah dalam mangkuk.

"Bilang ae nunggu boss pulang. Ngarep dianterin kan, Mbak?" cibir Namdan.

"Gue emang dianterin kali. Tapi cuma sampai depan gang doang."

"Wkwkw. Pasti dia terpaksa nganterin elu, Mbak."

"Sembarangan punya mulut! Gue tuh cuma khawatir kalau dia tahu rumah gue, keberadaan lo bisa terancam. Siapa tahu bapaknya polisi atau dia kenal sama elu," sahut Yoana. "Bantu gue tata makan!"

"Wihh ... perhatian elu sama gue, Mbak. Ntar gue baper loh," celoteh Namdan sambil menata makanan.

"Gue tabok lo berani ngincar gue!"

THE REAL PSYCHOPATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang