00

92 62 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.

【Prologue】

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

【Prologue】

.

.

.







"Apakah Anda percaya, jika perjalanan waktu bisa dilakukan?"

Diletakkannya cangkir legam berisi genangan hawaiian kona coffe ke atas meja berlapis kaca, berteman vas porselen serta bunga artificial yang menambah kesan elok pada bidang datar di sudut ruangan. Manik matanya terpaku pada seorang lelaki berkemeja satin sarcoline yang baru saja melontarkan kalimat tanya.

Kemudian bibirnya ikut bergerak, merangkai kata demi kata teruntuk jawaban atas pertanyaan yang barusan menguar, "percaya, tapi hanya bisa terjadi di dunia kuantum, karena di sana hukum fisika sama sekali tidak berlaku."

Setelah kalimat itu merebak hingga indra pendengar si lelaki belia berkisar umur dua puluh tahun, ia tersenyum tipis, "benarkah? Saya pikir dunia Anda juga mampu untuk sekadar melakukan perjalanan waktu," ujarnya, mendapati dengusan kasar dari si lawan bicara.

Hening mulai mematri keduanya dalam beberapa saat, hanya ada bunyi detak jarum jam sekaligus bahana lalu-lalang kendaraan di luar sana. Pria ber-stelan hitam-hitamnya itu tampak memerhatikan lelaki di hadapannya dalam diam. Pikirannya mulai ikut berkelana seperti tengah menjelajahi sesuatu.

Aneh, batinnya. Ia baru saja bertemu dengan lelaki ini beberapa jam yang lalu, selalu membicarakan suatu hal yang berkaitan dengan sains. Membuat si rasa suntuk lantas mencuat, timbul ke atas permukaan. Keduanya bertemu tanpa disengaja saat pria berlesung pipit itu tengah menjalankan pekerjaan. Kemudian tanpa diduga-duga, si lelaki belia menghampiri seraya mengatakan jika ia membutuhkan bantuan dari pria tersebut.

Maka mau tak mau, ia harus membantunya meskipun sama sekali tidak saling mengenal, juga entah pinta ulur tangan apa yang hendak lelaki itu utarakan.

"Lantas, apakah Anda percaya jika dunia paralel memang ada?"

Dengus napas kembali menguar, merasa kesal sendiri karena lagi-lagi di hadapkan oleh pertanyaan yang menurutnya agak aneh, "saya bukan penganut teori kosmologi, apalagi tentang multiversum. Omong kosong seperti itu sama sekali tidak ada gunanya bagi saya." Tangannya kemudian bergerak, meraih kembali cangkir berisi legamnya cairan kopi.

"Jadi, Anda tidak percaya?"

"Tidak."

Menggulung lengan kemeja satinnya perlahan, si lelaki pemilik wajah rupawan kemudian mengubah posisi menjadi mencuar. Mengalihkan atensi pria bersurai cokelat. Setelahnya mulai berjalan ke arah layar proyektor hologram yang tengah menampilkan salah satu denah di pusat kota Seoul.

"Jagad raya memiliki sekitar 200 miliar galaksi, apakah Anda yakin jika tidak ada kehidupan lain yang tengah berlangsung?" tanyanya, lagi.

"Na Jaemin, bisakah langsung kamu katakan jenis bantuan apa yang sedang kamu butuhkan? Saya tidak suka sesuatu yang bertele-tele."

Bibir tipis milik lelaki berpualam hitam legam sedikit tertarik, membentuk sebuah senyuman yang teramat sangat manis. Jemari tangannya yang tengah ia gerakkan untuk menggulir layar transparan, ia hentikan sejenak. Memindah atensi pada pria berbahu lebar di atas sofa xanadu.

"Anda tahu? Dunia paralel yang tidak Anda percayai keberadaannya itu sebenarnya memang ada." Suara hentak sepatu di lantai marmer membawanya kembali pada sofa yang sepersekon kemudian ia duduki.

"Apa kamu pikir, saya akan langsung percaya dengan segala omong kosong yang barusan kamu katakan?"

Kening Na Jaemin bergerak agak tak beraturan, bersamaan dengan lidah yang baru saja berdecak dengan suara pelan, "sepertinya Anda juga tidak akan percaya dengan ini." Kedua pasang alis tebal milik Pria berwajah tak kalah menawan, menyatu dengan gerakan pelan. Tatkala Jaemin mulai mengeluarkan beberapa foto yang di atas lembar kertasnya terdapat wajah dari seseorang yang begitu mirip dengan dirinya itu.

Lantas, diambilnya kertas tipis berlukiskan pria dengan kondisi berdarah-darah, seperti tengah meregang nyawa, "ini..."

"Dia adalah Anda yang tinggal di semesta lain, mati terbunuh saat gagal menjalankan tugasnya sebagai pembunuh bayaran."

Kening pria tersebut mengernyit semakin dalam. Masih tidak memercayai apa yang lelaki belia itu katakan, namun beberapa lembar foto yang kini sudah berada dalam genggam, membuat si nalar berputar tak tentu arah.

"Saya juga berasal dari sana, dari salah satu semesta paralel yang saat ini tengah berjalan sejajar dengan Bumi yang tengah Anda tempati." Na Jaemin mematri senyum miring.

Pria yang tampak bungkam sekonyong-konyong mengalihkan pandangan pada Jaemin. Alisnya masih tertaut dengan sempurna, "kamu pikir, saya percaya? Kalaupun iya, apa tujuanmu datang kemari?"

"Saya tidak peduli jika Anda tidak memercayai apa yang saya katakan, Jung Jaehyun." Lelaki itu lagi-lagi mengukir senyum, "dan tujuan saya berkaitan dengan bantuan yang hendak saya minta pada Anda."

Jaehyun— si pria pemilik lesung pipit, kemudian berdecak pelan. Mengangkat satu alisnya, tanda menanyakan kalimat terakhir yang mencuat dari bibir lelaki berhelai bak obsidian, "langsung kamu katakan saja."

Tangan kanan Na Jaemin lalu bergerak untuk meraih ponsel fleksibel miliknya yang tersimpan pada saku celana. Mengutak-atik layar selama beberapa saat, lantas sebuah sinar hologram memantul ke udara, bersamaan dengan tampaknya sebuah foto dari seorang gadis pemilik helai sebahu. Berhasil mengungkung atensi Jaehyun, serta dipeluk akan nanap dalam beberapa kala.

"Bantu saya untuk mencari keberadaan gadis ini, tidak peduli dalam keadaan hidup ataupun tidak bernyawa. Saya hanya mau dia kembali."




































How, next?...



From parallel, start from... 30, 03, 21.

From parallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang