Selamat membaca... ω
..
.
"Ella hanyalah sebuah cyborg, tuan Jung. Dia bukanlah manusia sungguhan yang seperti Anda pikirkan selama ini."
Niat untuk merespon wacana Na Jaemin hanya berhenti di pucuk lisan, tatkala pria bersandang kemeja seputih gading tersebut lebih memilih memaku seluruh minat ke arah pintu kaca kolosal yang menghubungkan antar halaman belakang mansion. Lantas menekan beberapa digit angka pada tombol numerik yang bertengger di atas pass button, menunggu selama beberapa saat hingga kunci pintu digitalnya terbuka secara impulsif.
Tak ada maksud tertentu bagi Jung Jaehyun untuk mengabaikan untai kata lelaki itu, hanya merasa sedikit skeptis terhadap intensi utama yang kala lalu terlontar dengan agak semu kalbu. Sukar diterima nalar serta begitu aneh untuk sekadar dijabarkan lewat rentet aksara redup. Alih-alih percaya, Jaehyun justru harus lebih waspada atas akal Jaemin yang sulit diterka.
"Tuan Jung..." lagi-lagi bahana berat juga desah napas si lelaki belia menguar basau.
Sepasang alas sepatu kembar Jaehyun lalu kembali bertemu tapak dengan lantai berupa marmer legam, setelah pintu kacanya terbuka lebar sembari menyuguhkan panorama latar halaman berkawan ujana penuh flora hijau, "Na Jaemin, saya sudah cukup muak dengan segala omong kosong tersebut. Cyborg tidak bisa menangis, bermimpi, bahkan tidak memiliki perasaan. Apa kamu pikir, Ella seperti itu?"
Kelu Jaemin kemudian, mencerna setiap parafrasa yang memeluk sedikit nada sarkas pada setiap kalimat Jung Jaehyun. Ia termenung dalam diam, melangkah gusar dengan pikiran yang ikut melayang. Ah, jika dipikir-pikir, Jaemin terlalu sembrono karena telah mengungkap banyak fakta yang tak seharusnya ia ucap. Bodoh, batinnya meracau.
Lagipula siapa juga yang akan memercayai kalimat eksentrik yang Na Jaemin tuturkan?
"Kamu bisa menemui dia, tapi jangan coba-coba untuk melakukan hal di luar kesepakatan kita."
Setelah berjalan sekiranya lima menit, langkah Jaehyun juga Jaemin serta-merta berhenti tepat di sebelah benda bermedium tiga dimensi yang membentuk sebuah patung kuda putih, berdiri tegap di tengah derai tirta bening pada telaga kecil. Lalu dalam jarak pandang yang tak teramat jauh, pualam hitam Jaemin menangkap sesosok gadis berbalut kain amaranth sepekat darah, tengah mencuar bersama seorang lelaki muda berparas menawan.
Pria pemilik bahu lapang lantas kembali melempar tutur kata dengan tempo agak pesat, berniat memanggil kedua anak remaja yang tampak tengah bercelatuk ria di bawah rindang pohon sakura, bersamaan dengan sepasang kakinya yang masih ikut maju melangkah, "Ellaia, Huang Renjun."
Bak dihempas nanap, si gadis berhelai sebahu serta lelaki berjuluk Renjun, tertalah-talah mempatok atensi ke arah si sumber suara. Menjumpai Jung Jaehyun juga Na Jaemin yang tengah mematri raut tak biasa, tertuju pada Ella yang ikut melempar tatap penuh makna yang tak bisa dijelaskan dengan kata.
Terkejut, terperangah. Bibir ranum pucat Ella lantas membelah sedikit celah kecil tersirat rasa ketertegunan, kening terhalang surai tipis sebatas alis juga turut membersut gelisah. Sekonyong-konyong dilanda sentimen resah yang kian membuncah, menjalar ke setiap inci desir tubuhnya. Menarik afeksi Jaehyun dan Renjun yang tengah dipeluk rasa ragu, bingung.
"Na Jaemin..." sebias suara sumbang Ella merebak keluar, memaku kelu bersama dengan asa yang berimbuh ragu terikat seutas rindu. Ia masih membeku, termangu, juga menangis dalam pualam berteman sendu. Tidak mungkin, ini mustahil, sukma Ella melantun semu.
"Ella, hey. Kamu kenapa?" Renjun menepuk pemilik pipi berona kemerahan berhias bulir bening yang turut menitik, lantas diusapnya dengan penuh kasih meski tak jeda gugur.
Di hadapan gadis yang tengah meluruh tangis, Jaemin hanya terdiam sembari menyoroti, masih berkawan sudut pandang anomali yang tak juga ia lunturkan. Aneh, kenapa gadis ini bisa menangis? Kemudian netra legamnya ia gulir pada setiap inci kerangka milik Ella, penuh luka, memar, juga goresan linu. Aneh, benar-benar aneh. Na Jaemin tidak pernah menduga hal seperti ini sebelumnya.
"Ella, ada apa?" si pria dengan kemeja putihnya ikut melontar tanya, melangkah mendekat yang langsung disambut oleh genggaman erat dari telapak tangan mungil Ella.
Cairan bening itu masih senantiasa menetes di atas pelupuk gadis beriras manis, membuat rasa khawatir Jaehyun semakin memuncak seiring bahana mencuat Ella berhasil membuatnya lagi-lagi dikepung akan bingung, "t-tuan, dia..." suaranya terputus, kelu.
"Ada apa? Katakan saja," ujar Jaehyun, menangkup kedua pipi Ella. Menenangkan meski sia-sia.
"N-na Jaemin, tuan. D-dia sudah meninggal." Suara tangis si gadis belia semakin terdengar begitu nyata, mengalihkan belas kasih Renjun yang diam-diam ikut tersayat saat menatap pelupuk mata Ella. Juga untuk yang kesekian kalinya, kalimat yang barusan menguar, bak menikam nanap Jaehyun serta Jaemin yang sejak tadi hanya diselubung bisu.
"Ella... apa yang kamu bicarakan?"
"Dia bukan Na Jaemin! Jaemin sudah meninggal, tuan. A-aku yang membunuhnya." Suara Ella, meracau seraya imbuh meluruh tangis semakin pesat. Meskipun dibalut rasa keterkejutan sekaligus bingung bercampur menjadi tunggal, Jaehyun tetap berusaha untuk tenang. Mendekap gadisnya dalam peluk hangat disela-sela tubuh Ella yang tampak gemetar. Tidak, ini bukan ranahnya untuk menghakimi Ella atas akuan dadakannya tersebut.
Suasana senyap yang tadinya dipasung oleh Na Jaemin, kini perlahan memudar, silih berganti dengan sebias suara berat teruntuk pria bertubuh tegap, "apa yang Anda lakukan terhadap ingatan gadis ini, Jung Jaehyun?" tanyanya, menarik minat Renjun untuk tak mengangkat sepasang alisnya.
"Saya tidak melakukan apapun."
Hela napas Jaemin lantas berembus agak samar, kembali memusatkan obsidian kelamnya ke arah Ella yang masih berada di dekapan Jaehyun. Menarik sudut bibir hingga terpatri senyum miring yang tampak begitu ironi, "Ella, selain diriku yang berada di semesta ini, siapa lagi yang telah menjadi korban atas kegilaanmu?"
To be continued...
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
From parallel
Fanfic❝He's from a parallel universe.❞ Time setting || 2050 Alam semesta paralel yang masih samar eksistensinya ternyata memang sungguh ada, berjalan sejajar dengan ragam Bumi yang saat ini tengah berbegar. Dibuktikan dengan kedatangan Na Jaemin yang meng...