Satu

295 42 1
                                    

Jangan lupa tinggalkan vote & komentar!

Happy Reading!

🍂

"Ne, Haru-chan."

Aku mendongak, mengalihkan fokus dari buku catatanku, menatap gadis dengan surai pirang yang duduk di hadapanku. "Apa?"

"Akhir pekan ini kau luang?"

Aku menganggukkan kepala tanpa pikir panjang. "Kenapa?"

"Mau pergi ke kafe yang baru buka denganku? Lokasinya tidak terlalu jauh dari sekolah, kok. Lalu ..." Ia menjeda, menarik keluar dua lembar kertas dari saku seragam. "Kemarin aku mendapat dua kupon diskon. Jadi aku berniat memberi satu padamu. Bagaimana?"

Aku terdiam sebentar, menimbang-nimbang.

"Mau, ya? Kumohon!" Shibuki Rena—sebagai teman perempuan terdekat atau yang biasa ku panggil dengan 'Rena' menyatukan kedua telapak tangannya di depan wajah.

Melihat tingkahnya, aku menghela nafas, menjawab, "Baiklah."

"Serius? Yatta!" Cengiran lebarnya di tunjukkan padaku. "Ngomong-ngomong, kau sudah mengerjakan pr matematika?"

Seolah mengerti maksud dari pertanyaannya, aku merogoh tas, mengeluarkan sebuah buku bersampul bening kemudian menyodorkan benda itu padanya. "Nih."

"Wah, Haru-chan kau yang terbaik!"

🍂

Sepulang sekolah, selepas menaiki bus dan turun di halte, aku berjalan menapaki trotoar tepi jalan raya. Melewati berbagai toko, gedung-gedung tinggi, juga pejalan kaki lain yang berlalu lalang di sekitarku.

Suasana Tokyo tidak pernah sepi.

Seperti biasanya.

Syuu!

Udara musim semi yang terasa hangat sekaligus sejuk berhembus. Aku merapatkan syal coklat yang melingkar di leher.

Lalu ...

"AH TUNGGU!"

"Eh?"

... sesuatu menarik perhatianku.

Seekor kucing berbulu seputih salju berlari di trotoar yang ramai, melewati tiap celah dari pejalan kaki yang berlalu lalang. Di belakangnya, sepasang remaja terlihat berlari mengejar langkah si kucing.

"SIAPAPUN TOLONG TANGKAP DIA!"

Teriakan keras tersebut membuatku tersentak, memperbaiki sejenak posisi tas yang agak miring di bahu, kemudian berjongkok sambil melebarkan kedua tangan.

Hap!

Si kucing berhasil tertangkap. Aku segera membawa makhluk mungil itu ke dalam gendongan sambil menenangkan dengan cara mengusap-usap lehernya.

Kedua remaja yang mengejarnya, menghampiriku dengan nafas hampir tersengal. Aku meluruskan pandangan, melihat seragam berwarna biru tua dengan kancing bergambar pusaran air yang mereka kenakan.

"Akhirnya tertangkap." Remaja laki-laki dengan surai berwarna merah muda mengulurkan tangannya. Mengerti maksudnya, aku pun menyerahkan si kucing. "Terima kasih."

"Ha'i."

"Maaf sudah merepotkanmu." Remaja perempuan dengan surai orange lurus hingga sebatas leher sedikit membungkukkan tubuhnya.

Aku melambaikan tangan. "Daijobu."

"Syukurlah kita segera menemukannya." Kemudian si gadis berucap pada temannya, mengusap kepala si kucing sambil menghela nafas lega.

"Kalau Gojou Sensei tahu kucingnya sempat hilang, dia pasti akan membunuhku. Soalnya kan, aku yang mengeluarkan dia dari kandang."

"Ah, kau terlalu berlebihan. Si ubanan itu tidak akan mungkin membunuh murid kesayangannya."

"Eh? Bisa saja, kan?"

"Perkataanmu justru terdengar seolah-olah kau ingin di bunuh olehnya."

"Eh—b-bukan begitu maksudku!"

"Uhm." Aku berdeham, sengaja menarik perhatian sepasang murid di hadapanku. Keduanya serempak menoleh, menatapku. "Ano ... karena kucingnya sudah tertangkap, bisakah aku pergi?"

Si laki-laki bersurai merah muda mengangguk, memasang senyum lebarnya. "Ha'i. Sekali lagi, terima kasih bantuannya."

Balas tersenyum, aku melambaikan tangan, berniat meninggalkan keduanya. Namun, baru tiga langkah berjalan, salah satu simpul tali sepatu yang terlepas menarik atensiku. Berjongkok dengan salah satu lutut tertekuk, jemariku bergerak mengikatnya.

"Oi, Fushiguro! Dari mana saja kau?"

Wush!

Seseorang melewatiku, bergabung bersama dengan kedua murid tadi.

"Maaf, tadi nyasar."

"Hah? Bisa-bisanya?!"

Setelah memastikan simpulnya terikat dengan benar, aku kembali berdiri. Namun, sesuatu membuatku menoleh sebentar ke belakang, melihat punggung tiga remaja yang berjalan semakin menjauh disana.

Kenapa ya ... aku mendadak merasa familiar?

Tapi pada apa? Atau siapa?

Entah kenapa aku tidak bisa mengingatnya.

Mengerjapkan kelopak mata, aku bergumam, "Mungkin cuma perasaanku saja." Kemudian menggedikkan kedua bahu, kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah.

🍂

Note:

Gimana part kali ini? ^^

[✔] When We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang