Empat

146 37 2
                                    

Jangan lupa tinggalkan vote & komentar!

Happy Reading!

🍂

Saat hari mulai gelap dan Rena mulai menunjukkan tanda-tanda akan segera sembuh selepas meminum obat lalu istirahat, aku memutuskan untuk pulang ke rumah.

Sekarang, aku tengah menaiki bus, duduk di dekat jendela, melihat jalanan Tokyo yang ramai dengan berbagai kendaraan dan orang-orang yang berlalu lalang.

Gara-gara ucapan Rena tadi, aku jadi kepikiran soal mimpiku selama ini. Berbagai pertanyaan tanpa jawaban masuk akal berkerumun di benakku.

Seperti ... siapa laki-laki itu? Kenapa dia terus muncul di mimpiku? Dan apa yang membuatku terus mengalami mimpi di tempat yang sama selama kurang lebih satu tahun ini?

Aku menghela nafas.

Jujur saja, sudah sejak lama aku memikirkan ini. Namun karena lelah terus-terusan tidak menemukan titik terang, aku memutuskan untuk menjalaninya seperti biasa.

"Sebenarnya ... kamu siapa? Kenapa kamu terus-terusan muncul dalam mimpiku?" bibirku bergumam lirih.

Memikirkan hal itu terus menerus membuatku mengantuk tanpa sadar. Menguap, kelopak mataku mengerjap-ngerjap, dan perlahan-lahan mulai terpejam.

🍂

Wush!

Angin kencang berhembus menyapu wajah. Aku membuka kelopak mata, melihat pemandangan taman dengan pohon-pohon sakura bermekaran di sekelilingnya.

Wush!

Angin berhembus lagi.

Menoleh, aku mendapati sosok laki-laki bersurai hitam dengan model yang terlihat berantakan di sampingku. Dia duduk pada kursi taman yang sama, hanya berjarak dua jengkal sambil memejamkan kelopak matanya.

"Hei." Aku memanggilnya.

"Hm?"

"Apa kau pernah merasa bosan karena hanya bertemu denganku di dunia mimpi ini?"

Perlahan-lahan, kelopak matanya terbuka, menampilkan iris biru gelap yang terlihat menawan. Ia menoleh, membuat kami saling bertatapan. "Tidak."

"Kenapa?"

"Soalnya ... kita belum pernah bertemu secara langsung, kan?"

"Kau ingin bertemu denganku?"

Ia mengangguk.

Melihat responnya, tanpa sadar hal itu membuat kedua sudut bibirku terangkat, membentuk sebuah senyum kecil. "Kalau begitu berjanjilah satu hal padaku."

Tangan kananku terangkat, menyodorkan jari kelingking tepat di depan wajahnya.

Laki-laki di hadapanku menaikkan kedua alisnya. "Apa?"

"Berjanji dulu." Aku bersikeras.

Dia menghela nafas, menyambut jariku dengan jarinya yang besar. Kini, kedua jari kelingking kami saling bertautan. "Saat kita bertemu di dunia nyata nanti, tolong tunjukkan senyum terbaikmu padaku. Oke?"

"... apa harus ku lakukan?"

Aku mengangguk bersemangat. "Kau kan sudah berjanji padaku."

Helaan nafas keluar dari bibirnya. "... baiklah."

🍂

Aku terbangun. Melihat sekeliling, pada suasana di dalam bus yang mulai sepi karena orang-orang turun di halte pemberhentian.

Memperbaiki posisi tas di pundak, aku pun bergegas turun sebelum pintu bus tertutup sempurna. Aku menghela nafas, untung saja. Kalau tadi aku tidak segera terbangun, mungkin aku akan melewati lebih banyak pemberhentian yang membuatku semakin jauh dari rumah.

Sepasang kakiku pun melangkah, menapaki trotoar tepi jalan yang ramai. Dilanjutkan menyebrang jalan raya, terus berjalan menyusuri trotoar lagi.

Kemudian, langkahku mendadak berhenti tepat di depan sebuah taman kecil dengan pohon sakura yang mengelilinginya.

Eh?

Aku seketika tersadar.

Bukan kah ini ...

"Hei."

Suara yang terdengar tidak asing membuatku refleks berbalik. Bibirku terbuka, tidak dapat menyembunyikan keterkejutan begitu melihat siapa sosok yang berada di hadapanku.

... 'tempat itu'?

🍂

Note:

Seperti biasa, gimana part kali ini? ^^

[✔] When We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang